Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

4 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PALESTINA George Habash Meninggal

Palestina kehilangan seorang pemimpin besar mereka. George Habash meninggal akibat serangan jantung di usia 81 tahun, Ahad dua pekan lalu. Dialah pendiri Front Populer Pembebasan Palestina (PFLP), gerakan radikal yang menjadi embrio perjuangan Palestina pimpinan Yasser Arafat.

Habash bukan muslim. Ia lahir di Lydda dari keluarga Kristen Arab Ortodoks yang terusir menjadi pengungsi setelah Israel menduduki wilayah itu. Sepanjang hidupnya, Habash berkeras agar Israel mundur dari seluruh wilayah Palestina tanpa kompromi. Ia membawa perjuangan Palestina mendunia melalui serangkaian pembajakan pesawat dan penculikan yang membuatnya hampir ditahbiskan sebagai salah satu ”ayah” teroris internasional.

Ribuan pendukung menangis mengiringi pemakamannya di Amman, Yordania. ”Tolak pendudukan damai, tegakkan perjuangan bersenjata!” teriak mereka.

KENYA Pembersihan Etnis

Setelah hampir seribu orang menjadi korban kerusuhan pascapemilu Desember lalu, seorang diplomat Amerika menyebut situasi buruk yang masih berlangsung sebagai pembersihan etnis. Suku Kikuyu, suku asal Presiden Mwai Kibaki, menjadi sasaran amuk massa pendukung pesaingnya, Raila Odinga, terutama di Lembah Rift, wilayah tempat suku Kikuyu berimigrasi atas perintah penguasa pendahulu dan menggusur suku Kalenjin dan Masai, penduduk asli. Banyak yang memusuhi Kikuyu karena perlakuan istimewa yang mereka peroleh dari pemimpin mereka, juga karena dominasi di area politik dan ekonomi.

Jendayi Frazer, diplomat Amerika untuk Afrika, berkunjung ke Kenya pekan lalu dan menyaksikan pertikaian antara suku Kalenjin dan Kikuyu di Lembah Rift. Anak-anak muda memeriksa setiap rumah untuk mencari warga Kikuyu. Tangan mereka memutar-mutar parang yang baru diasah. ”Tujuannya bukan untuk membunuh, tapi membersihkan etnis,” kata Frazer.

AMERIKA SERIKAT Kennedy Dukung Obama

Menjelang pemilihan uji coba Super Tuesday di 22 negara bagian besok, bintang Barrack Obama, 46 tahun, semakin benderang. Pekan lalu, Senator Edward Kennedy menyatakan dukungan penuhnya terhadap Obama. Didampingi putranya, Patrick Joseph yang juga Senator dari Rhode Islands, dan Caroline, putri mantan presiden John F. Kennedy, Senator Edward secara simbolis menyatakan dukungan penuh trah Kennedy, keluarga ”darah biru” perpolitikan Amerika, terhadap kandidat Partai Demokrat yang bakal menjadi calon presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat itu.

Dukungan sang putra bungsu dari keluarga Kennedy itu datang di kala Obama baru memenangkan premier di negara bagian South Carolina, mengalahkan pesaingnya Hillary Clinton, 60 tahun. Di awal kompetisi, Obama menang di Iowa, sementara Hillary, calon presiden perempuan pertama, unggul di New Hampshire dan Nevada.

Obama juga mendapat dukungan dari ratu media Oprah Winfrey, pemenang Nobel Sastra Toni Morrison, senator John Kerry, dan bekas calon Wakil Presiden John Edwards yang mundur dari ajang pemilu.

AUSTRALIA Kevin Rudd Minta Maaf

Perdana Menteri Australia Kevin Rudd yang baru dua bulan di kursinya kembali membuat gebrakan baru. Setelah meneken Protokol Kyoto–upaya pemangkasan produksi gas rumah kaca—pemimpin dari partai Buruh itu akan meminta maaf kepada bangsa Aborigin, penduduk asli Australia, pada sidang parlemen 13 Februari mendatang.

Inilah upaya Rudd untuk menebus perlakuan keji pemerintahan kulit putih akibat migrasi warga Eropa ke Australia di sekitar abad ke-17. Puluhan ribu penduduk asli tewas akibat penyakit, perang, dan terlunta-lunta. Yang paling buruk adalah ketika pemerintah memaksa memindahkan anak-anak Aborigin dan menempatkan mereka di keluarga kulit putih atau di panti milik negara dalam usaha untuk melebur mereka kepada komunitas keturunan Eropa, sebelum kebijakan ini dihentikan pada 1969. Anak-anak ini kemudian disebut sebagai ”generasi yang hilang”.

Menurut Jenny Macklin, Menteri Federal Urusan Penduduk Asli, Rudd telah berkonsultasi dengan para pemimpin Aborigin, tapi masih belum diketahui bentuk maaf seperti apa yang akan terjadi. ”Tapi, kami tak akan tunduk pada tuntutan dana kompensasi,” katanya, Rabu lalu.

Kurie Suditomo (NYT/Reuters/Guardian/AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus