Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

19 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Israel Skandal Tiga Jenderal

HUBUNGAN Inggris–Israel menghangat pekan lalu. Semua gara-gara rencana Inggris mengadili tiga petinggi militer Israel yang dituduh terlibat dalam kejahatan perang. Tiga jenderal itu adalah mantan komandan militer di Gaza, Mayor Jenderal (Purn.) Doron Almog, Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Dan Halutz, dan mantan Kepala Staf Militer Letnan, Jenderal Moshe Yaalon.

Perintah penangkapan Doron Almog bahkan sudah dikeluarkan oleh hakim Inggris. Scotland Yard sudah hampir menangkapnya di Bandara Heathrow, London, tapi ia tak jadi turun dari pesawat Israel El Al. Dia datang ke London untuk sebuah acara amal. Atase militer Israel di London telah mendapatkan bocoran soal rencana penangkapan itu dan memberi tahu sang jenderal. Setelah bertahan beberapa saat, akhirnya ia kembali ke Israel dengan pesawat yang sama.

Kasus itu diajukan kelompok pro-Palestina dan kelompok gerakan perdamaian Israel, Yesh Gvul (Cukuplah). Ketiganya dituduh melakukan pengeboman secara membabi buta yang menewaskan 15 anak Palestina serta pemimpin senior Hamas, Salah Shehade. Di Israel, kasus ini tidak mendapat perhatian. Sesuai dengan Konvensi Jenewa, warga negara lain boleh mengadukan kasus pelanggaran HAM berat untuk diadili di Inggris.

Pemerintah Israel marah besar. Di Yerusalem, Menteri Pertahanan Silvan Shalom menyatakan, rencana pengadilan ini merupakan skandal. Perdana Menteri Israel Ariel Sharon turun tangan. Sharon membahas masalah ini dengan Perdana Menteri Inggris Tony Blair di sela-sela acara Majelis Umum PBB. ”Kita harus menuntaskan permasalahan ini, mumpung masih awal,” ujar Shalom.

Korea Selatan Likuidasi Serdadu

WALAU ancaman invasi Korea Utara tetap menderu-deru, Korea Selatan kini hendak mengurangi jumlah tentara regulernya hingga 26%.

Sebanyak 180 ribu serdadu akan dipensiunkan secara bertahap sehingga kelak mereka hanya memiliki 500 ribu tentara. Sebagai gantinya, negeri itu akan memodernisasi peralatan tempur dan meningkatkan anggaran militernya—dan mereka masih punya tiga juta tentara cadangan. Kebijakan itu adalah bagian dari program reformasi militer, sekaligus mengurangi ketergantungan mereka pada pasukan dan peralatan tempur Amerika Serikat.

Sebenarnya, agenda reformasi militer ini kurang didukung kalangan perwira tinggi. Mereka menolak pengurangan tentara secara drastis karena khawatir serangan Korea Utara. Apalagi, Amerika Serikat telah berencana menarik 5.000 dari total 37.500 serdadunya dari Negeri Ginseng.

Peru Fujimori Ingin Pulang

MESKI telah hidup aman tenteram di Jepang, mantan Presiden Peru Alberto Fujimori bertekad pulang kampung dan nyemplung lagi ke kolam politik Peru. Langkah pertama telah ia lalui dengan mendapatkan lagi paspornya dari Konsulat Jenderal Peru di Tokyo. ”Paspor ini adalah sertifikat saya untuk kembali,” ujar Fujimori setelah mendapatkan paspor itu, Rabu pekan lalu.

Fujimori kabur ke Jepang sejak pemerintahannya ambruk, November 2000, karena dugaan korupsi. Di Jepang (negeri asal orang tuanya), dia mendapat kewarganegaraan dan paspor. Permintaan pemerintah Peru agar ia diekstradisi selalu ditolak oleh Jepang. ”Dia memanfaatkannya untuk melarikan diri dari hukum Peru,” kata Jaksa Antonio Maldano. Paspor Peru Fujimori dicabut setelah Kongres menyetujui resolusi 2001 yang melarang dia duduk di jabatan publik selama 10 tahun.

Bekas penguasa Peru 1990–2000 itu menghadapi 22 dakwaan di pengadilan Peru, di antaranya penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan eksekusi 25 anggota gerilyawan Shining Path. Dia membantah semua dakwaan itu. Menurut para pendukungnya, kini Fujimori malah sedang mempersiapkan diri untuk ikut pemilu pada April 2006.

Guantanamo Mogok Makan

AKSI mogok makan kembali melanda penjara Guantanamo, Kuba, dalam sebulan terakhir. Saat ini seperempat tahanan di penjara pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat itu menolak memakan ransum. ”Ke-128 tahanan itu sudah demikian frustrasi akibat berbulan-bulan ditahan tanpa dakwaan,” kata seorang pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon. Saking parahnya, 18 orang sudah diinfus.

Sejauh ini belum ada yang meninggal, tapi aksi mogok makan ini membuat pemerintahan Bush makin tidak populer akibat sejumlah pelanggaran HAM yang telah terungkap di penjara itu. Dua bulan yang lalu, 89 tahanan juga sudah terkena ”wabah” mogok makan sehingga 12 orang harus dirawat intensif. ”Tahanan tak akan dibiarkan bunuh diri dengan mogok makan,” kata seorang sumber di Pentagon.

Kini masih ada 500 lebih tahanan anggota Al-Qaidah yang diterungku di Guantanamo. Mereka kebanyakan ditangkap saat Amerika Serikat menginvasi Afganistan dan menumbangkan rezim Taliban. Mereka berasal dari 30 negara. Arab Saudi menempati urutan pertama (129 orang), disusul Afganistan (110 orang) dan Yaman (107).

Irak Bom Bunuh Diri

RENTETAN serangan bom telah menewaskan hampir 200 orang di Bagdad selama sepekan terakhir. Rabu lalu, 12 bom bunuh diri di lokasi berbeda menewaskan 152 orang dan melukai 542 warga Syiah. Ini angka kematian terbesar dalam satu hari sejak invasi Amerika Serikat ke Irak. Menurut sumber Al-Qaidah di Irak, serangan ini adalah aksi balasan atas operasi pasukan Amerika ke Desa Tal Afar sepekan sebelumnya. Serangan itu menewaskan 141 milisi serta menahan 197 orang.

Meski korban terus berjatuhan, dalam wawancara dengan harian Washington Post, Presiden Irak Jalal Talabani menyatakan akan mempersilakan Presiden Amerika Serikat George W. Bush menarik 50 ribu tentaranya pada akhir 2005. Setelah bertemu Bush, ia pun mengaku optimistis bahwa setahun lagi tentara Irak sudah mampu mengamankan negeri itu sendiri dari aksi teror. Belakangan, ia meminta penarikan tentara Amerika tak dijadwalkan karena masih bisa membantu memberangus teroris.

PBB Reformasi Gagal

MAJELIS Umum PBB pekan lalu mengadopsi deklarasi baru mengenai pengentasan orang miskin, penegakan HAM, dan upaya memperkuat manajemen organisasi. Deklarasi itu diadopsi sekitar 170 anggota yang hadir demi reformasi terhadap organisasi yang telah berusia 60 tahun itu.

Namun, deklarasi ini dinilai gagal menampung pasal-pasal reformasi signifikan yang diajukan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan. Usul itu, antara lain, proposal perluasan Dewan Keamanan PBB, audit independen dana operasional, dan standar baru bagi Dewan HAM. Drafnya sudah ditolak pada hari pertama. Amerika Serikat juga menolak usulan agar negara maju memusnahkan senjata nuklirnya. ”Ini memalukan sekali,” kata Annan.

Dokumen 35 halaman itu dianggap berhasil menekan negara-negara maju untuk menghabiskan minimal 0,7% pendapatannya bagi pembangunan. Deklarasi itu juga menggolkan pasal yang menekankan kewajiban negara untuk menghentikan genosida dan pembersihan etnis.

Hanibal W.Y. Wijayanta dan Kurie Suditomo (Kyodo/AFP/Haaretz/CNN/AP/AMIN /D-Telegraph/Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus