Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cekcok itu berujung perkelahian. Dua pria berbaku jotos di depan gerbang Perumahan Vila Indah Pajajaran, Jalan Raya Pajajaran, Bogor. Tapi kuda-kuda pemuda yang bertubuh kurus langsung goyah begitu kepalan pria berbadan tegap mendarat di wajahnya. Darah mengucur dari hidung si kurus. Warga yang berkerumun pun buru-buru melerainya.
Rupanya, pertengkaran pada Sabtu sore dua pekan lalu ini berbuntut panjang. Si pemuda menelepon bapaknya dan mengadu. Tak lama berselang, lima polisi datang. Di antaranya Kepala Unit Intel Keamanan Kepolisian Sektor Bogor Utara, Ajun Inspektur Polisi Satu Wawan Setiawan, dan anak buahnya, Brigadir Polisi Kepala Santoso Karno. Mereka mencari si pria tegap, namun dia telah melarikan diri.
Saat itulah warga mulai paham, adu jotos ternyata melibatkan anak seorang petinggi polisi. Si pemuda kurus tersebut bernama Tri Rianto Andika Putra, putra Kepala Kepolisian Wilayah Bogor, Komisaris Besar Bambang Wasgito. Perkelahian terjadi setelah mobil siswa kelas satu SMA itu diserempet orang di pertigaan Bantar Jati. ”Padahal mobilnya lecet pun tidak,” ujar salah seorang saksi mata.
Seorang warga yang lain justru heran, kenapa Rianto yang masih berusia 15 tahun berani mengemudi mobil di Kota Bogor. Padahal, untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM), seseorang mesti telah berusia 17 tahun.
Hanya, urusan SIM tidak menjadi perhatian petugas. Kelima polisi berkonsentrasi mencari pemukul Rianto dengan menyusuri jalanan di Kota Bogor sepanjang malam. Wawan Setiawan baru pulang ke rumahnya di Kampung Tegal Manggah, Bogor Tengah, pada Minggu pagi. Istrinya, Muryati, yang menyambutnya, heran melihat suaminya berjalan sempoyongan. Sang suami juga mengerang kesakitan.
Kepada istrinya, Wawan mengaku baru saja dipukul oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Kapolwil) Bogor karena gagal mencari orang yang menonjok hidung Rianto. Dalam peristiwa yang terjadi di rumah pribadinya di Cibinong, Bogor, sang Kapolwil tak memukul sendiri. Dia dibantu oleh sopirnya, Brigadir Dua Darmawan Damanik.
Tubuh Wawan yang sudah bercucu empat ini rupanya tak kuat menahan pukulan. Begitu tiba di rumah, pria 53 tahun ini langsung muntah-muntah, lalu semaput tak sadarkan diri. Hari itu juga Muryati memboyong suaminya ke Rumah Sakit PMI, Bogor. Menurut dokter, Wawan gegar otak. Karena itulah ia kemudian dikirim ke Rumah Sakit Azra, yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
Menurut sumber di kepolisian, Bambang Wasgito, yang sebelumnya menjadi Kepala Polres Jakarta Barat, dikenal ringan tangan. Seorang perwira yang pernah bertugas di Polres Jakarta Barat bahkan pernah mundur dari posisinya karena tak kuat menghadapi gaya Bambang yang suka memukul.
Bambang sendiri menepis berita miring itu. Dia juga membantah memukuli Wawan Setiawan. Menurut dia, Wawan sedang mengalami depresi karena gagal menangkap orang yang memukul Rianto, anaknya. ”Jadi, tidak benar, masak saya memukuli anak buah saya. Yang benar justru anak saya dipukuli orang,” katanya.
Untuk mengusut kasus itu, petugas Provos dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Barat telah datang ke Kepolisian Wilayah Bogor. Tak lama kemudian, Propam Mabes Polri mengambil alih perkara. Juru bicara Polri, Brigadir Jenderal Sunarko, mengatakan ada bukti kuat bahwa Bambang Wasgito dan Darmawan Damanik memukuli Wawan. ”Selain Wawan, mereka juga menghajar Santoso Karno,” ujarnya.
Mabes Polri bertindak cepat. Jumat pekan lalu, Komisaris Besar Bambang Wasgito resmi diganti oleh Komisaris Besar Polisi Tjiptono, bekas juru bicara Polda Metro Jaya. Bambang sendiri ditarik ke Mabes Polri, tanpa menduduki sebuah jabatan. ”Pergantian ini merupakan bentuk sanksi terhadap Bambang,” ujar Inspektur Jenderal Edi Darnadi, Kepala Polda Jawa Barat.
Walau tersangka telah dicopot dari jabatannya, kasus penganiayaan tetap dilimpahkan ke reserse dan kriminal. ”Selanjutnya akan diproses ke pengadilan umum,” ujar Sunarko.
Belakangan, Wawan yang jadi korban justru berubah pikiran. Dia membantah semua cerita pemukulan yang pernah disampaikan ke istrinya. Dia bahkan menuturkan, ketika Damanik memukulinya, justru Bambang yang membela. Wawan bilang, dia tak berdaya menghadapi Damanik yang masih muda dan baru dua tahun jadi polisi itu.
Diakuinya, dia dan Santoso memang sempat dibawa ke rumah pribadi Bambang di Puri Nirwana, Cibinong. Namun, menurut Wawan, mereka bukan dihukum. Katanya, saat itu Pak Kapolwil mengajarinya cara menangkap si pemukul Rianto.
Lho, kok sampai pingsan dan masuk rumah sakit. Apakah karena beratnya bimbingan Kapolwil? Wawan tak menjawab.
Nurlis E. Meuko, Anton Aprianto (Jakarta), Rana Akbari (Bandung), dan Deffan Purnama (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo