Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

18 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pakistan Kereta Api Salah Rambu

Kota kecil Ghotki bersimbah darah ketika tiga kereta api saling tabrak pada Rabu dini hari pekan lalu. Sekitar 150 nyawa melayang, 1.000 orang cedera, dan ratusan penumpang terperangkap dalam gerbong yang terguling. "Darah dan serpihan tubuh berserakan," ujar seorang saksi mata. Korban tewas diduga akan terus bertambah. Korban terbanyak adalah penumpang Tex Gam Express, yang diangkut oleh ambulans yang hilir-mudik tanpa henti.

Tabrakan terjadi ketika kereta api Karachi Express dari arah Lahore dengan kecepatan tinggi menabrak kereta api Quetta Express yang tengah berhenti di Stasiun Sarhad karena mengalami kerusakan. Tabrakan itu membuat gerbong penumpang Quetta Express melintang di jalur sebelahnya. Tak lama kemudian, kereta Tex Gam Express menyelonong masuk dengan kecepatan tinggi, menghantam gerbong yang melintang. Tabrakan ini diduga karena masinis Karachi Express salah membaca rambu. Ghotki merupakan rute maut dalam sejarah tabrakan kereta api di Pakistan. Pada 1990, kereta barang menyeruduk kereta penumpang yang menewaskan 350 orang.

Kongo Penduduk Dibakar Hidup-hidup

Sekelompok penyerang membakar hidup-hidup 39 penduduk Desa Ntulumamba dan melukai 17 orang. "Penduduk yang lolos dari pembantaian itu menuduh pemberontak Hutu sebagai pelakunya. Tapi tuduhan itu belum dikonfirmasikan," ujar Kemal Siki, juru bicara PBB, Selasa pekan lalu. Sekitar 10 ribu gerilyawan Hutu beroperasi di timur Kongo setelah kabur dari tanah air mereka, Rwanda, yang dilanda pembasmian etnis pada 1994.

Pakistan mengirimkan 50 pasukan perdamaian ke wilayah itu setelah pembantaian itu. Kelompok-kelompok aktivis hak asasi manusia melakukan penyelidikan. Laporan PBB menyatakan, para pemberontak Hutu dan milisi lokal membunuh, memerkosa, dan menculik sekitar 900 penduduk sejak Juni 2004. Negara tetangga Kongo, Rwanda dan Uganda, dua kali masuk ke wilayah Kongo (1996 dan 1998). Langkah itu mereka ambil untuk mengusir gerilyawan Hutu serta mencegah pembantaian kembali terhadap suku Tutsi di perbatasan Rwanda.

Kenya Pembantaian Antarsuku

Sekitar 6.000 orang penduduk Desa Turbi, kawasan terpencil di utara Kenya, mengungsi karena takut menghadapi bentrokan antarsuku. Mereka kabur setelah terjadi pembantaian brutal yang menewaskan 77 orang pada Selasa pekan lalu. Pembantaian dilakukan 500 anggota suku Borana terhadap musuhnya, suku Gabra, di Desa Turbi. Para pembantai menembaki rumah dan sekolah. Akibatnya, 55 warga Turbi tewas, 22 di antaranya anak-anak. Suku Gabra membalas serangan dengan membunuh 10 orang dari suku Borana, termasuk empat anak-anak.

Bentrokan ini merupakan kekerasan paling buruk dalam sejarah Kenya pascakolonialisme. Presiden Mwai Kibaki menyerukan agar warga segera tenang. Tapi kelompok hak asasi manusia Kenya mengkritik pemerintahan Kibaki gagal memberi rasa aman, terutama bagi penduduk pedalaman yang sering terlibat kerusuhan antarsuku sejak masa lalu. "Ratusan kriminal bersenjata mengacaukan satu kota dalam satu jam tanpa intervensi aparat keamanan. Ini jelas indikasi pemerintah tak punya otoritas di kawasan itu," demikian pernyataan Komisi Hak Asasi Manusia Kenya.

Amerika Serikat Penasihat Presiden Bocorkan Nama Agen CIA

Penasihat Presiden Amerika Serikat, Karl Rove, mengaku berbicara dengan dua wartawan sebelum ia membocorkan nama agen Dinas Rahasia AS, CIA. Dia mengaku, nama agen diperolehnya dari media, bukan dari pejabat pemerintah. Dalam kesaksiannya di hadapan grand jury tahun silam, Rove mengatakan, kolumnis Robert Novaklah yang menginformasikan kepadanya soal Valerie Plame yang menjadi agen CIA. Plame adalah istri bekas Duta Besar Joseph Wilson yang keras mengkritik pemerintahan Bush karena menggunakan data intelijen yang keliru untuk melegitimasi perang terhadap Irak.

Karl Rove diduga membocorkan nama Plame ke media untuk merusak karier agen itu. Beberapa ahli hukum Amerika berpendapat, ada kemungkinan Rove dan pejabat Gedung Putih lainnya akan dikenakan tiga tuduhan dalam kasus ini, yakni membocorkan identitas agen Plame, bersumpah palsu—jika mereka tak memberikan informasi yang benar pada penyelidik—dan menghalangi pencarian keadilan jika di kemudian hari terbukti menutupi fakta. Pejabat Gedung Putih khawatir penyelidikan yang dipimpin jaksa Patrick Fritzgerald akan mengarah pada orang penting di lingkungan istana presiden itu.

Australia Howard Kirim Pasukan ke Afganistan

Pemerintah Perdana Menteri John Howard memutuskan akan mengirim 400 tentara ke Afganistan untuk memburu kelompok Al-Qaidah, Rabu pekan lalu. Pasukan itu termasuk 150 prajurit khusus. Australia mengirim 1.500 serdadu ke Afganistan pada 2001, bergabung dengan pasukan AS untuk menyingkirkan rezim Taliban dengan alasan Taliban menyembunyikan kelompok militan Al-Qaidah. Perdana Menteri Howard menarik pasukan Australia pada 2002 sehingga Australia hanya diwakili oleh seorang perwira di Afganistan.

Sejak Taliban kembali beraksi mengganggu pasukan AS dan pasukan Afganistan, sejumlah negara sekutu AS mengirim kembali pasukan ke Afganistan. Tambahan pasukan asing di Afganistan dianggap perlu untuk menjaga pemilihan parlemen yang akan berlangsung pada September mendatang. Selandia Baru bulan lalu siap mengirim 50 personel angkatan udara untuk penempatan ketiga di Afganistan.

Monako Raja Baru Albert II

Rakyat Monako berdansa sepanjang malam pada Rabu pekan lalu. Gelegar musik kelompok U2 dan Pink Floyd menghangatkan udara negeri mungil itu saat Pangeran Albert II, 47 tahun, ditabalkan menjadi Raja Monako yang baru. Pengukuhan berlangsung di suatu katedral tempat kedua orang tuanya, Pangeran Rainer III dan Putri Grace Kelly, dimakamkan. Pangeran Rainer III wafat pada April lalu. Upacara penobatan Albert dihadiri dua saudara perempuannya, Putri Caroline dan Putri Stephanie.

Meski masih bujang, Albert sudah punya seorang anak laki-laki, buah hubungannya dengan Nicole Coste, bekas pramugari maskapai penerbangan Prancis kelahiran Afrika. Undang-Undang Monako tak membolehkan anak lelakinya itu mewarisi takhta. Tapi revisi atas konstitusi Monako pada 2002 memungkinkan Albert mewariskan takhta kepada anak itu kelak. "Suatu hari saya akan kawin dan punya keluarga," katanya.

RFX (Reuters, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus