Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

29 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Brasil Restu untuk Nuklir

KETIKA Badan Atom Dunia (IAEA) sibuk menghadapi tekanan negara-negara Barat yang melarang program nuklir Iran, lembaga PBB yang berkantor di Wina ini mengizinkan Brasil melakukan pengayaan uranium. Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Brasil, Eduardo Campos, menyatakan Rabu pekan lalu, pengayaan uranium akan dimulai sebelum akhir tahun ini di instalasi nuklir Resende. "Brasil semakin dekat menguasai sepenuhnya teknologi produksi tenaga nuklir untuk kepentingan damai," kata Campos.

Tapi, juru bicara IAEA menyatakan lembaganya masih melengkapi penilaian terhadap sistem inspeksi di instalasi Resende. Sebab, pemerintah Brasil bersikeras membatasi akses inspeksi visual secara penuh karena menyangkut penggunaan jenis teknologi. Namun, Amerika Serikat memaksa negara pemerintahan sosialis ini memberi akses penuh ke instalasi nuklir Resende. Brasil merupakan pemilik kandungan uranium keenam terbesar di dunia. Dengan kemampuan pengayaan uranium, Brasil tak hanya mengekspor uranium, tapi juga dapat menggunakannya untuk dua reaktor nuklir di dekat Ibu Kota Rio de Janeiro, yang akan beroperasi penuh pada 2010.

Sudan Bom untuk Pemberontak

PEMERINTAH Sudan kini menangani langsung pemberontak Tentara Pembebasan Sudan (SLA), setelah PBB dan negara Barat menekan pemerintah Khartum agar memberangus milisi Arab Janjaweed. Selama ini milisi Janjaweed ikut memerangi pemberontak SLA. Rabu pagi pekan lalu, pesawat pengebom buatan Rusia, Antonov, milik Sudan memuntahkan bom di atas Desa Tadit di wilayah selatan Ibu Kota Dafur, El Faasher. Tadit merupakan basis pemberontak SLA.

Pengeboman mengakibatkan 25 gerilyawan SLA tewas, melumat rumah penduduk, dan melukai penduduk sipil. "Anda dapat mendengar ledakan dan melihat asap dari arah selatan. Setiap orang di kamp ketakutan," ujar seorang relawan di kamp pengungsi Zam. Menteri Luar Negeri Sudan, Mustafa Os-man Ismail, membantah pengeboman itu. "Pemerintah menginstruksikan militer tak melakukan pengeboman. Namun, pemerintah akan merespons serangan pemberontak untuk membela diri," kilah Mustafa.

Libia Keramahan untuk Prancis

PRESIDEN Prancis Jacques Chirac menikmati cara pemimpin Libia, Muammar Qadhafi, menghormati kedatangannya. Qadhafi mengerahkan pasukan pengawal kehormatannya mengawal mereka mengelilingi Istana Bab Azizia yang sangat luas, Rabu pekan lalu. Qadhafi kemudian membawa Chirac ke dalam tenda. "Saya senang menyambut seorang kawan, dan suatu kehormatan presiden Republik (Prancis) mengunjungi Libia," kata tuan rumah.

Qadhafi pantas senang. Sebab, dua dekade silam, pesawat komersial Prancis UTA meledak akibat serangan bom yang menewaskan 170 penumpangnya. Prancis menuding Libia. Akibatnya, negara Barat termasuk AS menghukum Libia dengan embargo ekonomi, termasuk dalam kasus pengeboman pesawat Pan-Am di Lockerbie, Inggris, dan pengeboman di diskotek La Belle, Berlin. Belakangan, yayasan yang dikelola anak Qadhafi, Saif al-Islam, setuju membayar US$ 170 juta kepada keluarga korban penumpang pesawat UTA. Qadhafi juga harus menguras koceknya untuk kompensasi bagi keluarga korban pengeboman Lockerbie dan bom di Berlin. Bagi Chirac, perubahan perilaku Qadhafi yang kini manis terhadap Barat merupakan kesempatan untuk mengeruk minyak Libia.

Nikaragua Melucuti Rudal Bekas Soviet

SAAT banyak negara melengkapi mesin perangnya, pemerintah Nikaragua justru melucuti ribuan rudal milik mereka. Rabu pekan lalu, militer Nikaragua menghancurkan lebih dari 337 rudal darat ke udara, sehingga genap 1.000 pucuk rudal lenyap dari gudang senjata militer Nikaragua. Inilah hasil bujuk rayu AS yang khawatir rudal Nikaragua jatuh ke tangan teroris untuk digunakan menembak pesawat sipil. Nikaragua di bawah rezim kiri Sandinista memperoleh rudal SA-7 dari Uni Soviet untuk memerangi gerilyawan Contras yang didukung AS.

Presiden Enrique Bolanos berjanji kepada Menteri Pertahanan AS, Donald Rumsfeld, untuk melucuti persediaan 1.000 rudal SA-7 yang masih tersimpan di gudang dalam waktu 18 bulan. Tapi, sebelum program pelucutan rudal itu tuntas, Front Pembebasan Nasional Sandinista, yang pernah memerintah Nikaragua pada tahun 1980-an, mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menghentikan perintah penghancuran rudal. Kelompok ini juga menuntut kompensasi dari AS untuk penghancuran rudal itu.

RFX (AFP, AP, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus