Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memburu Otak Pengantin

29 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar masih tetap menargetkan bisa menangkap Doktor Azahari dan Noordin M. Top dalam masa 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Da'I kembali mengucapkan tekadnya itu saat rapat kerja dengan anggota Komisi Hukum DPR-RI di Senayan, Jakarta, Kamis pekan lalu. Dua nama yang disebut itu adalah tersangka utama dalam beberapa kasus peledakan bom di negeri ini. Bahkan bagi si penemu aktor peledakan ini diiming-imingi duit Rp 1 Miliar per kepala.

Maklumlah, perjalanan dua tersangka teroris itu telah meninggalkan jejak yang cukup dalam dengan korban-korban yang sangat menyayat hati. Peristiwa besar mutakhir hasil karya mereka adalah peledakan bom di depan gedung Kedutaan Besar Australia, Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, yang terjadi pada 9 September 2004. Akibatnya 11 orang tewas dan 214 luka-luka. Polisi telah menangkap sejumlah tersangka yang terkait peledakan bom ini.

Beberapa tersangka komplotan itu sudah berhasil ditangkap. Terakhir polisi berhasil menangkap lagi empat orang yang dibekuk di Bogor, 5 November silam. Mereka adalah Rois alias Iwan Darmawan, Hasan alias Purnomo alias Agung, Apuy alias Saiful Bahri, dan Sogir alias Anshori. Sebelumnya polisi juga menangkap dua tersangka di Jakarta, hanya beberapa hari setelah peristiwa bom Kuningan.

Menurut data di kepolisian, Rois pernah berlatih militer di Filipina, dia menjadi tangan kanan Azahari dan Noordin. Rois bertugas menyiapkan tempat persembunyian Azahari dan Noordin selama di Jakarta. Dia adalah orang yang membeli mobil boks daihatsu putih untuk mengangkut bom yang diledakkan di depan Kedubes Australia.

Selain itu, Rois dikenal sebagai "si pencari pengantin", istilah untuk orang yang direkrut sebagai peledak aksi bom bunuh diri. Salah satu "pengantin" yang direkrut Rois adalah Heri Golun, pelaku bom bunuh diri di Kedubes Australia. Tersangka Apuy juga adalah "pengantin" yang direkrut Rois. Apuy ikut latihan ala militer di Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Apuy juga ikut membantu mencarikan rumah kontrakan untuk para tersangka di Cikande, Cicurug, Leuwiliang, Bogor.

Sedangkan Ansori disebut sebagai "generasi berikut" dari pembuat bom dalam jaringan ini. Anshori sudah ikut Noordin sejak Juni 2004. Sementara Hasan alias Purnomo dituduh ikut menyembunyikan Azahari dan Noordin. Semuanya disebut pengikut Rois. Jadi, Rois adalah simpul utama dalam peristiwa pengeboman di Kedubes Australia. Rois bersama teman-temannya kini mendekam dalam tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Jejak Azahari dan Noordin juga terekam polisi dalam peristiwa pengeboman Hotel JW Marriott, Jakarta Selatan, pada 5 Agustus 2003. Di sini setidaknya 10 korban tewas, ratusan korban lainnya luka-luka. Pengeboman ini menurut catatan polisi, dilakukan oleh "sel tidur" yang belakangan diaktifkan lagi oleh Azahari dan Nurdin M. Top. Tokoh yang telah ditangkap di antaranya adalah Mohammad Rais bersama sepuluh teman-temannya. Salah seorang anggota kelompok ini, Asmar Latin Sani, telah tewas. Sebab dialah yang mengorbankan dirinya untuk aksi ini.

Polisi juga menyebut Azahari dan Noordin sebagai tokoh di balik peledakan bom di Kuta, Bali, yang terjadi pada 12 Oktober 2002. Peristiwa ini tercatat yang terbesar dalam jumlah korban, 202 jiwa melayang di sini. Bahkan akibat peledakan ini pula Indonesia menjadi sorotan internasional sebagai negara yang tergolong rawan dengan aksi teroris.

Sejumlah tokoh peledakan bom Bali memang telah dibekuk. Di antaranya tercatat nama Imam Samudra alias Kudama. Imam disebut sebagai Komandan Peledakan Bom Bali. Dia tak lain adalah tokoh penting Jemaah Islamiah (JI). Perserikatan Bangsa-bangsa memasukkan JI sebagai organisasi teroris. Selain Imam Samudra, dalam kasus bom Bali ini juga ditangkap dua kakak beradik, Amrozi dan Ali Gufron alias Muchlas, satu lagi adalah Ali Imron.

Dengan kekuatan jaringan seperti ini, praktis hanya tinggal dua orang yang kebetulan otaknya yang belum tertangkap, yakni Azahari dan Noordin, keduanya berkebangsaan Malaysia. Polisi berkeyakinan dua orang ini sangat berbahaya. Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung mengatakan Azahari cukup ahli dalam merekrut orang untuk dilatih merakit bom. "Rois punya kecakapan melatih karena pernah belajar di sebuah camp di Filipina," kata Kepala Detasemen Khusus Anti Teror 88 Polri Brigadir Jenderal Pranowo Dachlan. Sedangkan Noordin adalah penyandang dana operasional.

Akan berhasilkah polisi memburu kedua tersangka ini? Ada dugaan, Azahari dan Noordin yang biasanya seiring sejalan, sudah melangkah secara terpisah. Tentu ini merupakan taktik mereka, agar jika satu tertangkap, masih ada satu lagi yang meneruskan aksinya dan jika mungkin membina jaringan baru. Karena itu polisi harus tertantang untuk menangkap keduanya dalam tempo singkat, minimal, seperti yang ditargetkan Kapolri Da'I Bachtiar.

Nurlis E. Meuko, Yophiandi, dan Eni Saeni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus