Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jepang Badai Tokage Tewaskan 65 Orang
Sedikitnya 65 orang tewas, 25 hilang, dan 300 lain-nya luka-luka akibat badai topan Tokage di sebelah barat Tokyo, Jepang. Badai berkecepatan 144 kilometer per jam yang disertai hujan deras ini mulai berlangsung Rabu pe-kan lalu. "Ini badai dahsyat," kata juru bicara pemerintah Tokyo, Hiroyuki Hosoda.
Badan Meteorologi Jepang memperkirakan badai berasal dari Pulau Shikoku, 680 kilometer sebelah barat Tokyo. Di sepanjang jalur menuju Tokyo, pohon-pohon tumbang, tanah longsor, ratusan kendaraan dan rumah hancur. Gelombang besar juga terjadi di laut dekat Shikoku.
Dua kapal berbeban 9.000 ton minyak mentah tercatat kandas. Sedikitnya 130 ribu penumpang telantar akibat 874 penerbangan ditunda. Jalur darat kereta api dalam kota juga dialihkan dengan kereta cepat Shinkansen. Perusahaan otomotif terbesar di Jepang, Toyota Motor Corp., terpaksa menghentikan produksi 12 pabrik miliknya.
Badai yang pernah terjadi 10 tahun silam ini sudah dua kali datang dalam dua pekan. Ribuan warga terpaksa di-evakuasi karena badai masih belum bisa diperkirakan kapan akan reda.
Uganda 20 Ribu Anak Terjebak Perang
Uganda Utara sudah 18 tahun dilanda krisis kemanusiaan. Tragedi ini menambah panjang daftar derita Benua Afrika. Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan, Kamis pekan lalu, Kepala Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, mengungkapkan bahwa 20 ribu anak-anak terjebak dalam perang di Uganda. Dia mendesak negara-negara anggota PBB agar berbuat lebih banyak demi menghentikan "rangkaian horor" di Uganda.
Menurut catatan Egeland, konflik di Uganda Utara telah membuat 1,6 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Selain itu, 40 ribu orang harus keluar rumah di malam hari untuk menghindari serbuan pemberontak. Milisi pemberontak bernama Tentara Perlawanan Tuhan (LRA) memerangi pasukan pemerintah di wilayah utara Uganda sejak 1986. Untuk memperkuat pasukannya, LRA menculik anak-anak.
Pengadilan Kejahatan Internasional tengah menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan pemberontak. Pemimpin LRA, Joseph Kony, mengatakan pemberontakan mereka bertujuan memperjuangkan hak-hak penduduk lokal. Tapi, pengamat menilai gerakannya kurang mendapat dukungan karena bergelimang penculikan dan pemerkosaan.
Cina 56 Tewas, 92 Terkubur Di Tambang
SEBUAH tambang batu bara di kawasan Daping, Provinsi Henan, Cina, meledak pekan lalu. Hanya 298 orang yang berhasil menyelamatkan diri dari 446 pekerja saat le-dakan itu terjadi. Sedangkan 56 lainnya tewas dan sisanya masih terkubur.
Hingga akhir pekan lalu, mereka yang terkubur belum diketahui apakah masih hidup atau sudah mati. Yang pasti, pejabat SAR Provinsi Henan berkata kecil peluang mereka bisa bertahan hidup. Apalagi kemungkinan mereka dikeluarkan juga kecil. Karena dikhawatirkan akan terjadi ledakan lagi, 1.000 anggota tim SAR yang diturunkan lebih berkonsentrasi pada penambang yang terluka.
Ledakan pekan lalu itu terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Ledakan ini terjadi akibat meningkatnya tekanan gas dalam lorong-lorong tambang bawah tanah. Tambang Daping sendiri merupakan satu dari perusahaan tambang milik pemerintah Cina yang sebagian besar terletak di Pegunungan Songshan, 40 kilometer tenggara Kota Zhengzhou.
Irak Pekerja Sukarela Australia Diculik
PERAWAT Amal Internasional dari Australia, Margaret Hassan, diculik setiba di Bagdad, Selasa pekan lalu. Pelaku belum menuntut atau menjelaskan alasan penculikan. Tetapi, beberapa jam selepas kejadian, stasiun televisi Al-Jazeera menayangkan re kaman video Margaret di tahanan.
Perempuan kelahiran Irlandia itu terlihat duduk di sebuah ruangan. Raut mukanya letih dan gelisah. Menurut stasiun televisi berbahasa Arab tersebut, rekaman itu milik kelompok tentara Irak yang mengklaim sebagai penanggung jawab penculikan.
Robert Glasser, atasan Margaret, menyayangkan kejadian itu. "Kami bekerja dalam situasi sulit. Tetapi kami tak ingin situasinya sampai sesulit penculikan ini," kata dia pekan lalu. Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, juga merespon peristiwa ini. Selama 30 tahun, Margaret mengabdi sebagai relawan kemanusiaan di Timur Tengah hingga memperoleh kewarganegaraan ganda Inggris dan Irak. Suaminya, Tahseen Ali Hassan, yang warga Irak, mengatakan istrinya tidak pernah terlibat politik ataupun agama.
EKD, EWS, YM (BBC, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo