Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan wartawan telah menantinya ketika Abdullah Badawi muncul di Ruangan Yogyakarta, Hotel Shangri-La Jakarta, pada Rabu siang pekan lalu. Terbang dari Kuala Lumpur sehari sebelumnya, Badawi hadir di Jakarta bersama beberapa pemimpin Asia Tenggara untuk tujuan yang sama: menghadiri pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya mengharapkan SBY menjadi Presiden Indonesia yang berjaya," ujarnya kepada wartawan dalam dan luar negeri dalam jumpa pers tersebut.
Badawi naik ke kursi perdana menteri pada 31 Oktober 2003. Dia menggantikan Mahathir Mohamad, yang "turun takhta" melalui suatu proses yang mulus, tanpa ribut-ribut, setelah 22 tahun berkuasa. Dia mengaku belum melakukan banyak pembicaraan dengan Presiden Yudhoyono, karena "Kedatangan saya kali ini adalah untuk mengucapkan selamat kepada beliau," ujarnya. Selepas jumpa pers, Abdullah Badawi menyempatkan diri memberikan satu wawancara khusus kepada wartawan Tempo Faisal Assegaf dan Hermien Y. Kleden.
Berikut ini petikannya:
Apakah Anda dan Presiden Yudhoyono telah membicarakan bentuk kerja sama bilateral yang baru menyangkut soal tenaga kerja?
Belum, saya belum berbincang lagi dengan Presiden mengenai hal ini. Saya datang ke sini terutama untuk memberikan selamat kepada beliau.
Selama ini Indonesia dan Malaysia bersama memerangi terorisme. Tapi ada pandangan bahwa Jamaah Islamiyah berbasis di Malaysia namun karya teror bom sejumlah anggota JI justru diledakkan di Indonesia. Apa komentar Anda?
Bukankah yang mengembangkan ide bom-bom besar sebenarnya pendakwah Indonesia yang ada di Malaysia?
Malaysia juga kelihatan kurang sungguh hati membantu Indonesia memerangi terorisme. Misalnya dalam memburu Noordin M. Top yang berwarga negara Malaysia....
Bagaimana mendapatkan dia (Nurdin M. TopRed.) kalau kami pun tak tahu di mana dia? Kalau ada di Malaysia, dia pasti sudah lama ditahan. Tapi kepolisian kami sudah punya kerja sama yang baik dengan kepolisian Indonesia.
Tentang hubungan bilateral Indonesia-Malaysia, seberapa jauh Malaysia merasa terganggu oleh kedatangan gelombang tenaga kerja Indonesia (TKI)?
Kalau kami tidak tahu nama-namanya (para TKIRed.) dan mereka masuk tanpa izin, susah bagi kami untuk mengurusnya. Jadi, kalau ada apa-apa dan misalnya kami mau mendata mereka, akan sulit karena tidak ketahuan (identitasnyaRed.)
Mengenai illegal logging di perbatasan Kalimantan-Malaysia, investigasi Tempo pernah menemukan keterlibatan sejumlah oknum dari Malaysia dalam bisnis ilegal itu. Bagaimana pemerintah Malaysia menyikapi hal ini?
Berkali-kali saya sudah memperingatkan kepada rakyat Malaysia, kepada tentara, agar jangan terlibat dalam illegal logging. Itu tidak boleh dan itu suatu kesalahan.
Sempat macam-macam cerita tentang hal ini. Kalaupun ada, akan kita hentikan. Dan kalaupun belum ada, jangan membeli (kayu-kayu ilegal ituRed.)
Beberapa waktu lalu Anwar Ibrahim telah dibebaskan dari penjara. Apakah Anda melakukan intervensi langsung dalam proses pembebasan tersebut?
Tidak ada. Ini kebebasan semata-mata dari sistem mahkamah keadilan Malaysia.
Anda bermaksud menaikkan popularitas dengan pembebasan tersebut?
Bukan saya yang merancang pembebasan dia. Tidak ada jaminan apa-apa (dari sayaRed.). Jadi, yang menentukan adalah pihak mahkamah. Kan ada tiga hakim mahkamah (yang mengadili Anwar, Red.). Dua hakim setuju dia dibebaskan. Maka bebaslah dia.
Anwar dibebaskan tapi tidak diizinkan kembali ke panggung politik. Ada yang menduga Anda takut mendapat saingan?
(Abdullah Badawi tertawa). Itu undang-undang, sepenuhnya karena undang-undang.
Internal Security Act (ISA) yang begitu banyak mendapat kritik tetap diberlakukan di bawah pemerintahan Anda. Mengapa?
Itu (ISA) akan berjalan seperti biasa dan tidak apa-apa. Yang dibimbangkan oleh semua orang (yang mengkritik ISARed.) adalah kalau ada salah (dalam penerapanRed.). Tapi, kalau kita menjalankannya dengan adil, tidak apa-apa.
Apakah Anda punya pembaruan sikap dalam menghadapi pandangan Barat yang mengaitkan terorisme dengan Islam? Pendahulu Anda, Mahathir Mohamad, amat keras menentang pandangan tersebut.
Sikap kita (terhadap pandangan Barat ituRed.) masih tetap sama. Kita tidak senang dan menentang pandangan yang menghubungkan Islam dan terorisme.
Yang penting dalam hal ini adalah kita, orang Islam sendiri, harus dapat memperbaiki citra Islam. Kita perlu membela nasib kita. Tapi harus menempuh cara yang lebih maju agar kita bisa menjadi umat yang dihormati dan berjaya di berbagai bidang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo