Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

18 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irak Ladang Pembantaian di Sebuah Sungai

Bukti kekejaman itu menyeruak dari sebuah sungai kering. Setelah berhari-hari melakukan penggalian, tim dari Mahkamah Khusus Irak menemukan kuburan massal di bawah sungai kering di Hatra, Irak Utara. Di lubang itulah tertimbun tulang-belulang wanita dan anak-anak, juga tulang pria dewasa. Di antara onggokan tulang, menyembul rangka seorang ibu dalam posisi masih memeluk anaknya saat dibantai. Ibu malang itu ditembak di wajah, sedangkan anaknya di bagian belakang kepala. "Ini adalah ladang pembantaian," kata Greg Kehoe, penyidik Amerika yang pernah ikut mengusut pembantaian etnis di Balkan dan sekarang be-kerja untuk Mahkamah Khu-sus Rakyat Irak.

Mahkamah Khusus memastikan, ladang pembantaian ini akan menjadi salah satu bukti untuk menyeret Saddam Hussein dengan tuduhan melakukan pembantaian massal. Selama berkuasa sebagai presiden Irak, Saddam diduga telah membunuh sedikitnya 300 ribu orang, khususnya rakyat Kurdi.

Zimbabwe Pemimpin Oposisi Lolos Hukuman Mati

Kematian memilih untuk menjauhi pemimpin oposisi Morgan Tsvangirai. Dia adalah pemimpin Partai Gerakan untuk Perubahan Demokratis, yang dituduh berencana membunuh Presiden Zimbabwe Robert Mugabe. Tuduhan didasarkan atas sebuah rekaman film yang dibuat secara diam-diam oleh Ari Ben-Menashe, konsultan Tsvangirai saat itu. Dalam rekaman terungkap bahwa Ben-Menashe mengaku diminta menyiapkan pembunuhan. Untuk tuduhan berat ini, Tsvangirai diancam hukuman mati.

Namun, Jumat pekan lalu, Pengadilan Tinggi Harare, membebaskan Tsvangirai. Menurut hakim Paddington Garwe, bukti rekaman tidak cukup kuat untuk mendasari tuduhan itu.

Sebetulnya, sejak sidang dimulai 20 bulan lalu, Tsvangirai mati-matian menyangkal tuduhan. Ia juga menyebut Ben-Menashe sebagai antek pemerintahan Mugabe yang disusupkan untuk menjebaknya. Dunia sampai saat ini tidak mengakui pemerintahan Mugabe. Pemimpin berusia 80 tahun itu dinilai mencuri ke-menangan Tsvangirai—penantang paling serius selama dua dekade kekuasaannya—dalam pemilu 2002.

Sudan Darfur Masih Neraka

Presiden Sudan Omar al-Bashir sudah berkali-kali berjanji akan lebih serius menangani krisis di negerinya. Namun, janji ini tak kunjung terbukti. Sampai sekarang, kekerasan di Darfur, Sudan Selatan, terus terjadi. Gelombang perampokan dan pembantaian terus berlangsung hingga menambah deras arus pengungsi. Dalam sebulan terakhir, tercatat sedikitnya 220 ribu jiwa pengungsi tambahan yang berebut keluar dari neraka Darfur.

Kekerasan di Darfur terjadi setelah pada Februari tahun lalu tiga suku asli Afrika bersatu membentuk Tentara Pembebasan Sudan. Mereka angkat senjata melawan pemerintahan Khartoum. Pemberontakan ini berbuntut pembersihan etnis oleh tentara pemerintah yang didukung milisi berkuda Arab, Janjawid. Sampai sekarang, tercatat 50 ribu warga tewas di Darfur, 1,45 juta orang menghuni kamp-kamp pengungsian, dan 200 ribu memilih menyingkir ke negara tetangga, Chad.

Nigeria Produksi Minyak Terancam Berhenti

Aksi mogok kerja di Nigeria menuntut dibatalkannya kenaikan harga bahan bakar merembet ke industri vital, minyak. Serikat pekerja minyak terbesar di Nigeria, NUPENG, mengancam akan menggabungkan diri dalam aksi yang mulai digelar Senin lalu itu. Aksi besar-besaran ini praktis membuat Nigeria lumpuh. Presiden NUPENG, Peter Akpatason, mengisyaratkan ekspor industri minyak juga akan ikut terhenti bila pemerintah terus menanggapi aksi dengan penangkapan. "Saat ini kami masih membiarkan beberapa aspek penting operasional produksi dan ekspor terus berjalan," kata Akpatason.

Nigeria berada di urutan ketujuh negara pengekspor minyak terbesar di dunia dengan tingkat produksi lebih dari 2,5 juta barel per hari. Namun, rakyat Nigeria yang sebagian besar miskin memprotes kebijakan pemerintah menghentikan subsidi minyak dalam negeri setahun lalu. Sebagai negara kaya minyak, mereka merasa berhak atas harga bensin yang murah. Aksi kali ini adalah untuk yang ketiga kalinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus