Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua kontroversi itu mendapat klarifikasi yang jelas, Rabu dua pekan lalu: Irak tak terbukti memiliki senjata pemusnah massal (WMD) seperti yang digembar-gemborkan Presiden George W. Bush selama ini. Terdiri dari tiga jilid laporan?terlengkap yang pernah dibuat untuk mengupas misteri rahasia WMD Irak pasca-Perang Teluk (1991-2003)?dokumen setebal 918 halaman yang dipublikasikan oleh Iraq Survey Group (ISG) itu memberikan negasi yang tegas tentang hal yang selama ini menjadi alasan Amerika dan para sekutunya menyerang negeri kaya minyak itu.
Pimpinan ISG, Charles A. Duelfer, menyatakan bahwa tekanan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Irak "pada prinsipnya telah menghancurkan" semua program persenjataan itu pada tahun 1991, dan pabrik rahasia senjata biologis terakhir yang dimiliki Irak sudah dieliminasi pada 1996. Dari hasil laporan intelijen Amerika dan data penyelidik yang dikumpulkan 15 bulan setelah invasi 2003 yang menyebabkan terdongkelnya Saddam, Duelfer yakin negeri itu tak punya cadangan senjata biologi, kimia, atau nuklir sebelum perang pecah akibat serangan pasukan koalisi.
Tapi, di mata Gedung Putih dan para sekutu Partai Republik, laporan ISG itu justru menunjukkan bahwa pemerintah Saddam memiliki kemampuan potensial yang amat berbahaya. Wakil Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, James Wilkinson, berkomentar, "Tak ada keraguan lagi bahwa Irak adalah ancaman bagi kita, juga dengan kemampuan WMD-nya. Laporan Duelfer menggambarkan amat jelas tentang hal-hal itu."
Sejatinya, esensi laporan ISG bukanlah yang pertama. United Nation Special Commission (Unscom), badan PBB yang memantau kondisi persenjataan di Irak setelah Perang Teluk, juga menemukan bahwa isu WMD itu merupakan isu apak?kalau bukan isapan jempol. Salah seorang anggota Unscom dari Australia, Kolonel Roger Hill, yang pernah delapan tahun bergabung dengan komisi khusus PBB itu, pernah membeberkan pengalamannya selama menginspeksi persenjataan Irak.
Dalam wawancaranya dengan mingguan ini tahun lalu (lihat, Kalau Perang Kota, Amerika Bakal Keok, edisi 30 Maret 2003), Hill menyatakan 95 persen senjata pemusnah massal milik Irak telah dimusnahkan oleh komisi khusus PBB selama periode pelucutan senjata (1991-1998). "Tinggal 5 persen. Senjata yang tersisa berada di lokasi yang disembunyikan," kata bekas anggota Angkatan Bersenjata Australia itu.
Di Inggris, laporan Duelfer membuat tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah Tony Blair meningkat. Hampir semua media cetak terkemuka mengecam pemerintah Blair. The Daily Express menempatkan foto dua peti mati berisi serdadu Inggris dengan judul besar, "Mereka Mati untuk Dusta".
Namun, dalam kolomnya di harian The New York Times, Jumat dua pekan lalu, administrator pasukan koalisi di Irak, Paul Bremmer, tetap bergeming dengan menyatakan, "Presiden Bush telah mengambil sebuah kebijakan yang benar dan berani untuk membebaskan Irak dari kebrutalan Saddam Hussein. Sikap Presiden sudah benar dengan melihat perang di Irak sebagai wilayah depan perang terhadap terorisme," demikian ia menulis. Sayang, pembelaan Bremmer dan klaim Bush bahwa dunia kini lebih aman dari terorisme dibandingkan dengan 2-3 tahun lalu ditanggapi dingin oleh Sekjen PBB Kofi Annan. "Saya tak melihat dunia lebih aman (dari serangan terorisme)," ujarnya.
Akmal Nasery Basral (The New York Times, The Daily Mirror, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo