Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANDARA Internasional Suvarnabhumi mulai senyap. Ratusan orang berseragam kuning telah angkat kaki. Selasa sore pekan lalu, tak terdengar lagi pidato politik pemimpin Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD), tak ada lagi sorak-sorai massa.
Besok tak ada demonstrasi. Beberapa jam sebelumnya, gerakan yang berbasis kelas menengah ini merayakan kemenangannya dengan air mata dan senyum melebar. ”Kita telah meraih kemenangan dan mencapai tujuan kita,” ujar konglomerat media Limthongkul di hadapan massa.
Demo panjang PAD berakhir pada hari ke-192, setelah aksi pamungkas mereka: pendudukan dua bandara pada 25 November lalu. Hasilnya, Perdana Menteri Somchai Wongsawat mundur. Keputusan itu diambil setelah siang hari itu Mahkamah Konstitusi membubarkan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan dua partai koalisinya, Chart Thai dan Machimathipataya.
Pendukung PAD di Bandara Suvarnabhumi berjingkrak kegirangan. Chongnein Poomsrisaard, 52 tahun, wanita pengusaha dari Bangkok, menari diiringi rekaman musik di Bandara Suvarnabhumi. ”Saya jadi punya banyak teman. Protes mendorong saya berpartisipasi lebih dalam politik,” katanya. Perempuan lain, Wanpen Arsa, 37 tahun, menyewa truk untuk bergabung dengan demonstrasi sejak 25 Mei, yang sudah dimulai di jembatan Makkhawan Rangsan. ”Saya siap kembali ikut berdemonstrasi kapan pun negeri ini butuh saya,” katanya.
Di Bandara Don Mueang, ratusan pendukung PAD berpegangan dalam lingkaran besar menyanyikan lagu Kam Sanya (Janji) dan Kam Lung Chai (Dukungan Moral) dalam acara perpisahan setelah hari-hari yang penuh intimidasi dan ancaman mereka habiskan bersama.
”Saya sangat senang bisa pulang, meski saya masih khawatir pemerintah dan perdana menteri mendatang adalah orang dekat Thaksin,” ujar Pranom Kruaeduangkham, 53 tahun. ”PAD telah memutuskan mengakhiri protes dan meninggalkan bandara, jadi Thaksin harus menjauh dari politik.”
Di tempat lain, di luar gedung Mahkamah Konstitusi, ratusan pendukung pemerintah Perdana Menteri Somchai justru mengumbar kemarahan. Mereka menuduh hakim telah merusak demokrasi dan mengambil tindakan yang bertentangan dengan keinginan rakyat.
Setelah sekitar tiga jam bersidang, sembilan hakim yang diketuai hakim Chat Chonlaworn menyatakan Partai Kekuatan Rakyat (PPP), Partai Machima Thipatai, dan Partai Chart Thai bersalah karena praktek beli suara dalam pemilu Desember 2007. Hukumannya, majelis hakim membubarkan ketiga partai itu. Selain itu, hakim melarang 60 pejabat tiga partai itu, termasuk Somchai, terlibat politik selama lima tahun. Sebanyak 24 pejabat partai itu juga harus mundur dari kursi parlemen. ”Pengurus partai tak bisa mengingkari tanggung jawab,” ujar Chat. Menurut Chat, partai politik yang tidak jujur itu menggerogoti sistem demokrasi Thailand.
Ini kedua kalinya Mahkamah Konstitusi menyelesaikan kebuntuan politik akibat demonstrasi PAD untuk menggulingkan kabinet yang dipimpin koalisi PPP. Sebelumnya, Mahkamah konstitusi menyatakan Perdana Menteri Samak Sundaravej bersalah menerima gaji sebagai pembawa acara memasak di televisi swasta. Majelis hakim menilai Samak melanggar konstitusi sehingga harus dicopot dari kursi perdana menteri.
Kali ini hal yang sama dialami Perdana Menteri Somchai dan pengurus PPP, dan dua koalisi partainya. Maka kelompok pendukung pemerintah Aliansi Demokratis terhadap Kediktatoran (DAAD) menuduh keputusan Mahkamah Konstitusi itu sebagai kudeta yudisial. ”Pengadilan terburu-buru memutuskan kasus ini. Hal ini menimbulkan kecurigaan akan adanya agenda untuk membubarkan pemerintahan,” ujar seorang sumber di PPP.
Kecurigaan itu disuarakan pemandu acara televisi propemerintah ”Kebenaran Hari Ini”, Veera Musigapong. Menurut Veera, PAD mengakhiri pendudukan mereka di dua bandara dan kantor perdana menteri, dengan imbalan putusan Mahkamah Konstitusi akan menguntungkan mereka. ”Dengarkan pernyataan pemimpin PAD bahwa segalanya akan berakhir pada 2 Desember,” kata Veera.
Tuduhan Veera bahwa PAD dan Mahkamah Konstitusi main mata bagi analis politik masuk akal. Meski rumor tentang kudeta merebak, tak mungkin militer Thailand kembali menggulingkan pemerintah sipil hasil pemilihan umum. Sebab, citra demokrasi Thailand makin rusak seperti ketika militer mendepak Thaksin Shinawatra dari kursi perdana menteri.
Tapi ada cara lain yang lebih aman, dengan menggunakan lembaga pengadilan. Pengamat menduga itu terjadi ketika Raja Bhumibol Adulyadej memanggil sejumlah hakim untuk menghentikan krisis politik pada saat Thaksin digoyang PAD. Sejak itu, para hakim biasa menempuh jalan aman: menyingkirkan politikus yang dianggap membahayakan posisi Raja. Rumor yang beredar, Thaksin dan politikus pendukungnya berencana mengubah Thailand menjadi republik. Maka, setiap pendukung Thaksin harus ditumpas, tapi kini tidak perlu melibatkan militer. Skenario inilah yang dituduh pendukung pemerintah sebagai ”kudeta yudisial”.
Namun putusan Mahkamah Konstitusi itu tidak mengejutkan pengurus PPP, termasuk Perdana Menteri Somchai. ”Tidak jadi masalah. Sekarang saya sepenuhnya warga negara,” ujar Somchai, yang masih berkantor di Chiang Mai. Pengurus PPP optimistis bisa bertahan dengan menyeberang ke partai lain yang sudah disiapkan sebelumnya, yakni Partai Puea Thai (Untuk Thailand).
Menurut Prompan, anggota parlemen PPP, mereka akan pindah ke Partai Puea Thai. ”Anggota kami berkukuh akan maju terus, dan kami akan membentuk pemerintah lagi, karena kami yakin masih memegang mayoritas,” ujar Jakrapob Penkair, anggota PPP kolega bekas perdana menteri Thaksin.
Adapun Puea Thai siap menampung anggota parlemen dari PPP. ”Kami siap menjadi rumah baru bagi anggota parlemen setelah partai mereka dibubarkan,” ujar juru bicara Puea Thai, Sakda Noppasit. Undang-undang Thailand menyebutkan, anggota partai yang dibubarkan boleh masuk partai lain dan membentuk koalisi baru. Adik perempuan bekas perdana menteri Thaksin, Yingluck, dan keponakannya, Chaiyasit, bergabung dengan Partai Puea Thai.
Sepanjang enam partai pendukung koalisi yang dipimpin PPP dan Puea Thai masih kompak, koalisi akan mudah memperoleh jumlah anggota parlemen yang dibutuhkan untuk menunjuk perdana menteri baru. Thailand untuk sementara damai dengan Wakil Perdana Menteri Chaowarat Chandeerakul sebagai perdana menteri sementara, hingga perdana menteri baru terpilih dalam waktu 30 hari. Masalahnya, massa PAD setiap saat bisa muncul kembali di pentas politik nasional. Mereka akan meramaikan jalan-jalan, manakala pemerintahan yang terbentuk punya hubungan dengan bekas perdana menteri Thaksin.
Raihul Fadjri (AP, Reuters, Bangkok Post, The Nation)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo