Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Malaysia Deportasi Pencari Suaka Myanmar

Malaysia mendeportasi 150 warga Myanmar, termasuk mantan perwira angkatan laut yang mencari suaka

19 Oktober 2022 | 20.30 WIB

Pengungsi Karen yang membawa harta benda terlihat di tepi sungai Salween di Mae Hong Son, Thailand, 29 Maret 2021. Ribuan orang melarikan diri pada akhir pekan setelah jet tempur militer Myanmar menyerang desa-desa di dekat perbatasan Thailand yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata yang telah menyerang sebuah pos militer setelah kudeta 1 Februari. Karen Women's Organization/Handout via Reuters
Perbesar
Pengungsi Karen yang membawa harta benda terlihat di tepi sungai Salween di Mae Hong Son, Thailand, 29 Maret 2021. Ribuan orang melarikan diri pada akhir pekan setelah jet tempur militer Myanmar menyerang desa-desa di dekat perbatasan Thailand yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata yang telah menyerang sebuah pos militer setelah kudeta 1 Februari. Karen Women's Organization/Handout via Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia mendeportasi 150 warga negara Myanmar Oktober ini, termasuk mantan perwira angkatan laut yang mencari suaka. Pemerintah Malaysia juga berencana untuk memulangkan warga Myanmar meskipun ada risiko penangkapan yang mereka hadapi di dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deportasi itu dilakukan meskipun Malaysia mengecam kekerasan yang terjadi di Myanmar sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pimpinan peraih Nobel Aung San Suu Kyi tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut laporan Reuters, Rabu, 19 Oktober 2022, sumber yang tidak ingin diungkap identitasnya, menyatakan pihak berwenang Malaysia menangkap enam mantan perwira angkatan laut Myanmar bulan lalu dan mendeportasi mereka dengan pesawat pada 6 Oktober 2022.

Setidaknya satu petugas, Kyaw Hla, dan istrinya, Htay Htay Yee, ditahan setibanya di kota Yangon, Myanmar, kata sumber tersebut.

Keduanya dideportasi dari Malaysia karena gagal memegang dokumen yang sah untuk tinggal di negara itu, kata sumber tersebut.

Setidaknya tiga dari mantan perwira dan Htay Htay Yee telah mencari perlindungan dari badan pengungsi PBB dan telah mengajukan kartu yang akan mengidentifikasi mereka sebagai pengungsi, kata sumber tersebut.

Pihak Junta Myanmar belum memberikan komentar terkait kasus ini. Namun Kedutaan Myanmar di Malaysia mengatakan dalam sebuah posting di Facebook bahwa 150 warga negara Myanmar dideportasi dengan pesawat pada 6 Oktober, bekerjasama dengan otoritas imigrasi Malaysia.

Departemen Imigrasi Malaysia, kementerian luar negeri, dan kantor perdana menteri belum mengeluarkan pernyataan terkait kasus ini.

UNHCR Prihatin

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) tidak mengatakan apakah telah menerima permohonan suaka dari mereka yang dideportasi, namun merasa simpati dan prihatin terhadap deportasi tersebut.

“Tidak hanya di Malaysia, orang-orang yang melarikan diri dari Myanmar harus diberi akses ke wilayah untuk mencari suaka dan dilindungi dari pemulangan paksa,” katanya dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.

"Orang-orang dari Myanmar, yang sudah berada di luar negeri, tidak boleh dipaksa kembali ketika mencari perlindungan internasional."

Badan tersebut tidak mengomentari bahaya yang dihadapi oleh warga negara Myanmar yang dideportasi kembali ke negaranya.

Myanmar berada dalam krisis sejak kudeta memicu penentangan luas terhadap kembalinya kekuasaan militer setelah satu dekade reformasi demokrasi tentatif.

Junta menangkap ribuan orang termasuk Suu Kyi dan banyak rekannya, birokrat, mahasiswa, serta jurnalis dalam upaya untuk meredam perbedaan pendapat.

Malaysia menampung lebih dari 100.000 Muslim Rohingya dari Myanmar yang melarikan diri dari tindakan keras di dalam negeri. Namun baru-baru ini, Malaysia telah mendeportasi lebih banyak orang Myanmar karena kebijakan yang lebih keras terhadap pengungsi dan migran.

Para kritikus menganggap pemerintah Malaysia bersikap kontradiktif setelah Malaysia mengecam tindakan militer Myanmar, dalam sebuah penyimpangan dari konvensi regional untuk tidak mengkritik sesama anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengutuk eksekusi Myanmar pada bulan Juli terhadap empat aktivis pro-demokrasi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang mengolok-olok upaya perdamaian ASEAN.

Dia mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk terlibat dengan oposisi Myanmar dan meminta ASEAN untuk 'menguatkan' upaya memberikan bantuan kemanusiaan dan mengupayakan proses perdamaian Myanmar.

Dikritik Oposisi

Anggota parlemen oposisi Malaysia Charles Santiago mengatakan pemerintah harus menghentikan deportasi dan mengadopsi kebijakan yang konsisten di Myanmar berdasarkan hak asasi manusia dan demokrasi.

"Mengirim pengungsi Myanmar ke negara di mana mereka kemungkinan akan dipenjara, mungkin disiksa, dan mungkin dibunuh oleh junta kriminal membuat pihak berwenang Malaysia terlibat dalam kejahatan itu," katanya kepada Reuters.

Terlepas dari kritik semacam itu, Malaysia berencana untuk mendeportasi lebih banyak warga negara Myanmar, menurut para pemimpin masyarakat yang mengatakan bahwa mereka diberi pengarahan oleh pihak berwenang tentang rencana deportasi.

Seorang pria telah mengajukan tantangan hukum terhadap penahanannya dan kemungkinan deportasi, menurut pengacaranya, New Sin Yew.

Ia mengatakan kepada Reuters bahwa pria itu telah terlibat dalam gerakan pembangkangan sipil Myanmar, telah mencari suaka di Malaysia, dan mengajukan permohonan perlindungan UNHCR.

Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur telah memerintahkan penangguhan sementara deportasi pria itu, sambil menunggu sidang pada Kamis, 20 Oktober 2022.

REUTERS | NESA AQILA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus