Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Marcos dan bom

Bom-bom peledak di manila oleh gerakan pembebasan 6 april yang mengaku ada jalur langsung dengan benigno. ada kecurigaan dari masyarakat bahwa pemboman-pemboman tersebut dilakukan pemerintah untuk memperpanjang uu darurat.(ln)

27 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEROR mengguncang Manila. Mesiu disulut di pusat pertokoan, gedung pemerintah, bioskop, bahkan sekolah. Cukup banyak korban. Selama lima pekan terakhir, tercatat satu wanita asal Amerika Serikat tewas, dan 32 warga kota menderita luka-luka. Mengaku sebagai pelaku dari 21 kali peledakan bom itu adalah kelompok yang menamakan diri: Gerakan Pembebasan 6 April. Presiden Ferdinand Marcos menuduh kelompok teroris itu didalangi oleh AS. Alasan: pelaku utama pemboman, bernama Victor Burns Lovely, adalah warganegara AS yang bermukim di Los Angeles. Ia, menurut polisi, terakhir masuk ke Filipina, 20 Agustus -- dua hari sebelum sembilan bom meledak di berbagai tempat di Manila. Victor dikabarkan pula tiba lewat Pangkalan Angkatan Udara AS di Clark Field yang terletak 82 km di sebelah utara ibukota Filipina. Victor, 35 tahun, ditangkap dalam keadaan cedera, tiga minggu lalu. Ia konon terkena sendiri ledakan bom yang dipasangnya di gedung Young Men Christian Association (YMCA). Bersama dia diciduk pula saudara kandungnya, Romeo dan Balthazar. Dalam pengakuan kepada Marcos, baik Romeo maupun Balthazar, menyatakan bahwa abang mereka punya jalur langsung dengan Benigno Aquino, bekas senator yang sekarang berada di AS, serta pemimpin oposisi Filipina bekas Senator Jovito Salonga. Aquino maupun Salonga membantah diri mereka terlibat. Bahkan Aquino dalam pertemuannya dengan tokoh Gereja Katolik Filipina Jaime Kardinal Sin di Keuln, Jerman Barat, meminta rohaniwan itu untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai ketidak-terlibatannya dalam mendalangi aksi teror. "Aquino," kata Sin setibanya di Manila, pekan lampau, "tetap berusaha mengakhiri rezim undang-undang darurat secara damai." Jangan-jangan . . . Warga Manila kini mulai curiga jangan-jangan pemboman itu dilakukan sendiri oleh tentara pemerintah atas perintah Marcos. Maksudnya, agar terjadi ke kacauan -- yang bisa dijadikan alasan nltuk memperpanjang berlakunya undang-undang darurat. "Jika pemboman dilakukan oleh gerilyawan kota, pasti yang dipilih sebagai sasaran adalah pejabat pemerintah. Bukan umum," tulis AP, mengutip keluhan penduduk. Kecurigaan masyarakat itu diperkuat Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, sebagian besar anggotanya adalah pro Marcos, dalam sidangnya mengusulkan agar undang-undang darurat diperpanjang masa berlakunya. Tidak hanya itu. Mereka juga menyarankan agar , Marcos bertindak keras terhadap teroris demi keamanan dan "atas nama konstitusi". Marcos memang belum akan mencabut undang-undang darurat yang diproklamasikannya, 21 September 1972. Ia menyatakan akan tetap mempertahankannya sampai Maret, tahun depan. Itu pun jika masalah pemberontakan Moro di Filipina Selatan dan soal ekonomi dapat diselesaikan. Teror bom, sementara, mereda Terutama sejak pemerintah mengatakan akan menggerakkan 1,6 juta orang untuk gerakan anti pemboman. Tapi muncul para demonstran sebagai pengganti. Tak kurang 800 orang, kebanyakan mahasiswa, minggu lalu berkumpul di kapel Seminari Roma Katolik melakukan aksi 'doa bersama' agar undang-undang darurat segera dicabut. Sebagaimana Marcos menuduh musuhnya didalangi AS, mereka juga mengutuk Marcos sebagai Boneka Imperialis AS' serta 'Saudara Muda Jepang di Asia'. Gerakan Pembebasan 6 April sementara itu belum bungkam. Mereka memilih bentuk aksi lain. Sumber polisi mengungkapkan, sekarang, setiap hari rata-rata diterima 50 ancaman pemboman lewat telepon dari orang-orang tak likenal. "Diduga pelakunya adalah para teroris," kata sumber itu. Instansi yang sempat jadi permainan mereka, antara lain, adalah Bank Pembangunan Asia dan Kantor Kebudayaan Soviet. Karyawan kedua gedung itu sempat panik setelah menerima telepon gelap tersebut. Waktu diperiksa polisi ternyata tak ada bom di sana. "Pokoknva," bunyi pernyataan Gerakan Pembebasan 6 April, "kami tidak akan berhenti sebelum Marcos terguling."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus