CINA kini bagaikan naga raksasa yang haus: dengan berbagai cara sang naga mencoba menyedot investasi asing. Ternyata, cukup banyak pengusaha asing yang tersedot ke sana. Tahun 1992 saja, Cina berhasil menarik modal asing sebesar US$ 58 miliar, dan sekaligus menobatkan Negara Tirai Bambu itu sebagai negara penerima modal asing terbesar di dunia. Membanjirnya investasi asing itu membuat pertumbuhan ekonomi Cina meningkat mencolok: 13% -- sebuah prestasi yang tak ada bandingnya di dunia. Kelak, tahun 2002, ekonomi Cina diperkirakan melambung jadi delapan kali lipat. Mengalirnya modal asing ke Cina tentu tak terlepas dari peranan pengusaha-pengusaha keturunan Cina yang tersebar di mana-mana. Upaya menggalakkan penanaman modal di tanah leluhur itu, antara lain, mereka dorong melalui konferensi sesama pengusaha keturunan Cina di seluruh dunia. Tahun 1991, konferensi ini mereka selenggarakan di Singapura, dan cukup mengundang banyak peminat untuk datang. Pekan ini, konferensi serupa diselenggarakan lagi di Hong Kong oleh The Chinese General Chamber of Commerce. Tak kurang dari 1.000 pengusaha keturunan Cina dari 22 negara diundang, termasuk dari Indonesia. Pertemuan para taipan keturunan Cina itulah yang mendasari Laporan Utama ini. Pada bagian pertama kami menurunkan analisa: Mengapa orang tertarik menanamkan modal di Cina? Apa yang mereka tawarkan? Analisa itu dilengkapi pula dengan sebuah tulisan yang menyorot hubungan antara Singapura dan Cina. Mengapa Singapura-Cina disorot? Soalnya, Singapura, yang lagi terjangkit Chinese Mania Fever, memang sedang menggalakkan investasi ke Cina. Bahkan sebuah BUMN dari negara pulau itu sedang membangun sebuah kota baru di Suzhou, lengkap dengan infrastrukturnya. Kota baru yang disebut Singapura II ini ditargetkan bakal menarik modal asing sebesar US$ 200 miliar. Tak heran bila Menteri Senior Lee Kuan Yew jadi pembicara utama dalam pertemuan yang diselenggarakan The Chinese General Chamber of Commerce. Tulisan itu dilengkapi pula laporan mengenai kebijaksanaan negara-negara ASEAN terhadap warga keturunan Cina di negeri masing-masing. Mengapa ASEAN? Sebab ASEAN merupakan gudang para perantauan Cina, dan mengalami cukup banyak masalah, seperti masalah kecemburuan sosial. Tulisan ini diperkaya dengan pendapat sejumlah pengusaha Indonesia, baik pengusaha keturunan Cina maupun pengusaha pribumi, tentang seberapa jauh sentimen kecinaan mempengaruhi keputusan orang menanamkan uang mereka ke Cina. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini