Pekan-pekan terakhir ini telah pecah gelombang demonstrasi menuntut SDSB ditarik dari peredaran. Seperti umumnya masyarakat, saya juga ikut prihatin. Masalah SDSB yang mendasar adalah kekurangan dana. Untuk apa? Tentunya untuk berbagai kegiatan yang menyangkut kepentingan dan keuntungan masyarakat banyak. Kalau sekarang masalahnya ingin mengenyahkan SDSB, untuk menutupi kekurangan dana di atas haruslah dicari alternatif pengumpulan dana yang lain. Sebenarnya, agama telah mengajarkan, bahkan memerintahkan, cara mengumpulkan dana. Itulah perintah zakat. Dengan cara ini tak perlu lagi dihitung berapa dana yang bakal terkumpul. Soalnya, sudah banyak orang yang menghitungnya. Karena itu, sebenarnya, zakat adalah alternatif yang sangat layak dipertimbangkan. Kekurangan dana ini disebabkan oleh banyaknya golongan masyarakat (tanpa memandang agama) yang masih memerlukan uluran tangan dari saudaranya yang mampu (tanpa memandang agama). Dengan demikian, pengumpulan dana lewat zakat harus ditujukan kepada semua pihak, tanpa memandang agamanya. Konsekuensinya, zakat tak lagi dikelola oleh BAZIS atau semacamnya, tapi, yang jelas, diserahkan kepada Pemerintah. Mungkin akhirnya kita akan sepakat -- demi agama dan masyarakat miskin yang kekurangan dana -- bahwa sesungguhnya tak terdapat perbedaan antara pajak dan zakat. Pajak merupakan perwujudan konsep zakat. Untuk yang berpendapat bahwa pajak untuk negara dan zakat untuk agama, perlu diingatkan: konsep zakat berprinsip ''dari oleh untuk'' orang Islam saja adalah konsep yang akan mempertegas kehadiran paham sekuler -- negara adalah kesatuan yang terpisah dari agama. Berpaham ini, kita tentu tak akan pernah mendapatkan kebenaran yang hakiki, kebesaran agama yang sesungguhnya, dan keagungan Quran yang seutuhnya. BAMBANG HIMAWANJalan Terusan Katamso 101 Bandung 40124
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini