Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari dua tahun lalu kekerasan bermotif agama dan etnik mampir di kota di Myanmar tengah itu. Di Meiktila, kini, memang tak ada lagi massa yang bergerak dari satu masjid ke masjid lain, dari permukiman yang satu ke permukiman lain, seraya mengayun-ayunkan kelewang dan obor. Namun bekas luka yang ditinggalkannya tak lekas hapus dari ingatan.
Tanaman perdu telah menduduki bekas-bekas masjid yang hancur dan hangus, mengisi reruntuhan dinding dan kubahnya. Ada beberapa masjid yang tak terbakar di kota itu, tapi polisi menghalau orang-orang muslim yang hendak bersembahyang di sana. Satu-satunya masjid yang berfungsi sebagai rumah ibadah ada di tengah-tengah kota dan terlalu sempit untuk menampung begitu banyak jemaah. Mereka salat Jumat bergiliran di masjid itu. Menurut sumber resmi pemerintah, setidaknya 44 orang tewas dalam bentrokan beberapa hari antara mayoritas penganut Buddha dan minoritas muslim di Meiktila pada 2013 itu.
Tak hanya di Meiktila, dalam pemilihan umum Ahad pekan ini sentimen antimuslim menggeliat di seantero negeri. Di Yangoon, dua minggu sebelum hari pencoblosan, seorang pria melukai juru kampanye Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) dengan alasan NLD tak cukup keras mengecam muslim. Retorika antimuslim adalah komoditas politik yang ramai dijual semasa kampanye. Menangkap suasana ini, NLD akhirnya tidak menyodorkan seorang calon anggota legislatif pun dari kalangan muslim. Tak ada penjelasan tentang ini. Bahkan, menghadapi kritik internasional yang semakin tajam, ketua umum partai, Aung San Suu Kyi, bungkam seribu basa.
Lihat saja Win Mya Mya, 51 tahun, Wakil Presiden NLD di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. Tak ada yang meragukan kesetiaan perempuan ini kepada NLD. Ia telah memberikan segalanya untuk partai dan Suu Kyi--termasuk tangan kirinya yang lumpuh akibat serangan terhadap iring-iringan kampanye NLD pada 2003. Namun kali ini tak ada yang bisa menolong aktivis beragama Islam ini tatkala partainya itu menolak mengajukan namanya sebagai calon anggota legislatif. Suu Kyi sendiri menyuruhnya tetap berkampanye, sekaligus mengurungkan niatnya untuk menjadi anggota parlemen kedua kali. Di Myanmar kini ada puluhan calon legislator muslim yang bernasib seperti Win Mya Mya.
Pemilihan umum kali ini termasuk paling terbuka dan adil di sepanjang sejarah Myanmar, tapi kenyataan ini tidak berlaku bagi warga muslim Rohingya. Pemerintah mengeluarkan sejumlah peraturan untuk membatasi minoritas muslim memilih dan dipilih. Bakal calon anggota legislatif beragama Islam praktis tak akan lolos seleksi karena Islam termasuk "asing". Di Myanmar tengah, sekitar 70 ribu orang muslim dicabut hak pilihnya karena tak memenuhi persyaratan administratif yang semakin panjang dan mustahil.
Sembilan puluh persen penduduk Myanmar beragama Buddha dan hidup berdampingan dengan tenang dengan minoritas muslim. Namun beberapa tahun terakhir, atas perjuangan sekelompok biksu ultranasionalis, tiba-tiba kelompok muslim menjadi "musuh bersama". U Wirathu, biksu setempat, tanpa ragu menyimpulkan bahwa muslim adalah ancaman nomor satu terhadap keberlangsungan agama Buddha. "Mereka mempunyai banyak istri dan banyak anak. Ketika jumlah mereka semakin banyak, kita terancam," katanya. "Mereka juga kasar."
U Wirathu pendiri gerakan Komisi Perlindungan Ras dan Agama--dikenal sebagai gerakan Ma Ba Tha. "Orang-orang Islam ini memonopoli bisnis," cetusnya. Kendati muslim hanya meliputi 5 persen dari seluruh penduduk Myanmar, "rasa terancam" yang terus didengungkan U Wiranthu terhadap kelompok minoritas ini terbukti tokcer untuk mendongkrak popularitas. Tanpa perlawanan, pemerintah berhasil melahirkan undang-undang yang melarang penganut Buddha berpindah agama, dan mempersempit kemungkinan orang-orang Rohingya mengawini orang Myanmar.
Dalam sejarah setiap bangsa, termasuk bangsa Indonesia, selalu ada "kambing hitam" yang bisa disalahkan jika bencana dan ketidakberuntungan datang. Namun memelihara sentimen antiminoritas ini tak akan pernah membuat satu bangsa dewasa.
Idrus F. Shahab (The Guardian, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo