Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mencari suaka lewat chun-chon

6 warga cina, satu diantaranya wanita, membajak pesawat trident 2 e, membelot ke seoul. cina menuntut ekstradisi, tapi ditolak. taiwan siap memberi suaka. (ln)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA menit sebelum pukul dua siang waktu Korea, Kamis pekan lalu, sebuah pesawat udara CAAC (Administrasi Penerbangan Sipil Cina) menyeberangi daerah demiliterisasi. Sirene udara meraung ketika pesawat yang datang dari arah Korea Utara (Korut) itu melintasi garis lintang 38ø menuju Korea Selatan (Korsel). Pesawat Trident 2E, buatan Inggris, dengan nomor penerbangan 6501 itu memberikan kode sebagai isyarat minta izin mendarat. Permintaan itu dikabulkan penguasa Korsel. Sebuah pesawat patroL Korsel segera menuntun pesawat sipil RRC itu ke pangkalan militer di Chunchon -- 70 km di timur laut Seoul. Televisi Korsel melaporkan pesawat meluncur di landasan Camp Page dan baru berhenti sesudah menabrak pagar kawat berduri. Babak pertama drama "pembajakan" pesawat sipil RRC berakhir. Dan berhasil. Siapakah para pembajak itu? Semuanya ada enam orang -- lima pria dan seorang wanita. Tim penyelidik Korsel mengidentifikasi Tjou Chang-jen, 36 tahun, pejabat pemerintah daerah, sebagai pemimpinnya. Dia merencanakan pelarian ini sejak Januari lalu dan baru mendapat peluang dengan pesawat CAAC 650 yang berangkat dari Shenyang, 650 km timur laut Beijing, menuju Shanghai. Drama pembajakan diawali para pembajak, yang bersenjatakan dua revolver, dengan menerjang masuk cockpit dan menyarangkan peluru ke kaki dua awak pesawat. Setelah itu baru mereka menguasai keadaan. Semula pembajak memerintahkan penerbangan menuju Taiwan. Tapi, entah kenapa, kemudian haluan berubah ke ibukota Korut, Pyongyang. Setelah pesawat sempat berputar tiga kali di atas kota itu dalam usaha untuk mendarat, para pembajak rupanya sadar akan kekeliruan mereka dan langsung memerintahkan agar tujuan dialihkan ke selatan. Menara udara Pyongyang bukan tidak mengetahui adanya pesawat "asing" itu. Tapi Angkatan Udara Korut tidak melakukan tindakan apa pun. Sehingga pesawat itu lepas dengan aman menuju Seoul. Begitu mendarat di Chunchon, pembajak menyatakan ingin mengontak Duta Besar Taiwan. Kemudian diketahui mereka meminta suaka. Dari Taipeh segera datang sambutan. Seorang pejabat Deplu Taiwan menyatakan semua orang yang mencari kemerdekaan akan mereka sambut baik. Para penumpang, jumlahnya 97 orang, yang mendekam di pesawat sibuk berkipas menghalau panas sementara pembajak berunding. Mereka umumnya berseragam biru atau putih. Baru sembilan jam sesudah pesawat mendarat, mereka diperbolehkan turun dan ditampung di sebuah hotel di Chunchon. Deplu Cina mengimbau pemerintah Korsel agar segera mengembalikan pesawat bersama penumpangnya -- termasuk para pembajak. Dalam rangka pengembalian itu, Ahad lalu, Direktur Penerbangan RRC Jenderal Shen Tu mengadakan pembicaraan dengan Deputi Menlu Korsel Gong Ro Myong di Seoul. Sesudah putaran ketiga diperoleh kesepakatan yang bisa dianggap menguntungkan pembajak. Korsel setuju mengembalikan pesawat berikut penumpang dan kelima awaknya. Tapi menolak ekstradisi keenam pembajak. Alasannya: mereka akan diadili di Korsel berdasarkan hukum pidana yang berlaku di negeri itu. Shen Tu, pejabat Cina pertama yang berkunjung ke Seoul sejak Perang Korea, mencoba mendesak agar semua pembajak dikembalikan saja ke Cina. Tapi Korsel tetap pada pendirian mereka. Dan Shen Tu akhirnya menyerah. Sementara itu Taiwan menyatakan para pembajak bukanlah pembajak biasa. Tapi lebih tepat disebut pembangkang politik. Secara terbuka mereka mengimbau Korsel mengabulkan suaka politik yang diminta diduga akan disetujui Seoul. Tapi agar urusan pembajakan ini tidak menimbulkan ketegangan antara Korsel dan RRC, yang tidak punya hubungan diplomatik, maka pengadilan adalah satu jalan keluar yang sopan dan aman -- baik bagi Korsel maupun para pembajak. Sebab jika mereka diserahkan begitu saja kepada Taiwan, maka usaha Korsel untuk meningkatkan hubungan dengan Beijing akan rusak. Demi hubungan itu pula itikad baik mereka tunjukkan. Para penumpang dan awak pesawat, setelah perundingan berakhir, mereka kasih waktu untuk pesiar ke kampus Universitas Seoul dan tempat hiburan lainnya selama dua hari secara gratis. Dua yang terluka akan dikirim pulang kemudian manakala kesehatan mereka mengizinkan. Sejak 1961, sudah tiga kapal terbang Cina, dua di antaranya pesawat militer Cina yang diterbangkan ke Korsel. Militer terakhir yang membelot adalah Wu Yungkeng, penerbang Angkatan Udara Cina, yang mendaratkan pesawat tempur jetnya di Korsel, 16 Oktober 1982. Kini Wu menetap di Taipeh dan bekerja untuk Angkatan Udara Taiwan. Pembajakan Trident 2E, menurut siaran resmi, tercatat sebagai pembajakan pesawat sipil ketiga dalam sejarah penerbangan Cina. Tapi dua usaha pembajakan sebelumnya berhasil digagalkan awak pesawat. Tujuh pembajak dalam dua peristiwa terdahulu telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Cina -- lima dilaksanakan Agustus silam dan dua lagi menjalaninya awal tahun ini. "Demi perikemanusiaan, jangan pulangkan Tjou Chang-jen dan kawan-kawan ke Cina," pesan seorang pejabat Taiwan kepada pemerintah Korsel. "Kalau mereka dikembalikan hukuman mati yang akan mereka temui."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus