HAMPIR 450.000 petugas, termasuk personil Angkatan Laut dan
Udara yang mengumpulkan kotak suara dari berbagai pelosok dan
pulau terpencil, terlibat dalam mensukseskan pemilu ke-13 di
Thailand pekan lalu. Tercatat 25 juta orang berhak memilih -
yang memberikan suara diperhitungkan hanya separuh dari jumlah
itu. Tapi ini sudah suatu kemajuan. Karena dalam pemilu
terdahulu hanya 20% pemilih yang menggunakan haknya.
Dipercepat dua bulan dari waktu yang ditentukan semula (12
Juni), pemilu ini tidak memberi kesempatan cukup banyak bagi
partai politik (parpol) untuk berkampanye. Dan seperti yang
diduga semula tidak ada yang memenangkan mayoritas mutlak.
Dengan semboyan "demokrasi lawan diktatur" Partai Aksi Sosial
(SAP) memborong 92 dari 324 kursi Dewan Perwakilan. Partai yang
dipimpin bekas PM Kukrit Pramoj ini mendapat 9 kursi tambahan.
Partai lain yang berjaya adalah Chart Thai (Bangsa Thai) -
melonjak dari 38 menjadi 73. Partai Demokrat, yang merupakan
sekutu SAP, memperoleh tambahan kursi dari 32 menjadi 55.
Sesudah itu menyusul Prachakorn Thai dan Partai Demolcraik Siam
yang memboyong masing-masing 35 dan 18 kursi. Pemilu ini
diikutioleh wakil-wakil 14 partai dar 24 calon independen.
Pelaksanaan pemilu diajukan Perdana Mcnteri Prem Tinsulanonda
dikarenakan ketiga partai terbesar itu telah mencatat kemenangan
di Dewan Perwakilan - yang dianggap bisa mempengaruhi pola
pemerintahan sekarang. Mereka telah mematahkan usul armandemen
yang didukung Panglima Angkatan Bersenjata, Jenderal Arthit
Kamleng-ek. Garis besar usul amandemen itu, antara lain, agar
sistem pemilihan lama (yang merugikan parpol) dijatuhkan. Juga
hak-hak anggota Senat dalam menentukan anggaran belanja negara,
masalah keamanan nasional, dan mosi tidak percaya pada
pemerintah.
Sasaran dukungan Arthit itu ditujukan untuk mengamankan posisi
militer dalam percaturan politik di Thailand. Sebab mereka
dominan sekali di Senat - badan perwakilan yang anggotanya
ditunjuk oleh perdana menteri. Selain militer, aktif maupun
purnawirawan, yang juga dapat jatah adalah pe)abat pemerintah,
pengusaha, pengacara, llmuwan, dan bankir terkemuka. Anggota
Senat seluruhnya 243 orang - 75% dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan.
Kini pertarungan dialihkan pihak militer lewat kabinet koalisi.
Gejala ke arah itu sudah terlihat. SAP yang memperoleh suara
terbanyak, menurut UU secara otomatis berhak mengambil prakarsa
menyusun kabinet baru, ternyata tidak melakukannya. Dalam
konperensi pers, pekan lalu, Kukrit Pramoj tetap mencalonkan
Jenderal Prem Tinsulanonda sebagai formatur. "Kalau ia menolak
jadi PM saya akan bcrusaha mendapatkan jabatan itu," ujarnya.
Kukrit, 72 tahun, berpendapat bahwa koalisi terbaik haruslah
didukung oleh SAP Chart Thai, dan Partai Demokrat. Tapi Chart
Thai telah lebih dulu dihubungi banyak partai kecil, termasuk
Partai Warga Thai yang dipimpin Samak Sundravej. Samak ini
berpengaruh di kalangan kaum buruh dan condong mendukung
militer.
Chart Thai rupanya terbujuk. Berita terakhir dari Bangkok
mengatakan partai itu menantang SAP dalam memperebutkan hak
menyusun kabinet baru. Pemimpinnya Pramarn Adireksarn, bahkan
menyuarakan Chart Thai sudah mengalahkan SAP. Karena mereka
telah bergabung dengan dua partai lain yang pro-militer.
Dari kenyataan ini tampak perkembangan di Thailand setelah
pemilu justru lebih menarik. Pramarn, 70 tahun, adalah jenderal
purnawirawan yang kemudian muncul sebagai industrialis.
Partainya didukung kuat oleh para purnawirawan dan kaum
industrialis. Seperti Kukrit, Pramarn juga minta kesediaan Prem
untuk jadi PM.
Mendengar keinginan saingannya, Kukrit mengeluarkan imbauan:
agar Prem diberi kebebasan memilih partai yang cocok. Andaikata
Prem menolak ajakan SAP, kata Kukrit, maka partainya akan
berjuang sendiri.
Persaingan menjelang pembentukan kabinet baru ini mencerminkan
tarik tambang sipil-militer yang seru. Apalagi konstitusi
memberi legitimasi pada militer dalam pemerintahan - yang
sebenarnya ditujukan untuk mencegah kudeta. Yang diragukan
banyak pihak, terutama sipil, dari mereka adalah kemampuan
menggarap masalah ekonomi. Tapi menghadapi ancaman Vietnam di
perbatasan saat ini militer masih merupakan pilihan terbaik
untuk mengendalikan Thailand.
Bagaimana sikap rakyat Thailand? Surat kabar terbesar Thai Rat
telah menggambarkannya secara aktual lewat kartun makhluk
angkasa luar yang berdialog dengan petani Thai. "Saya E.T. dari
planet lain," kata makhluk itu. "Saya ingin berjumpa denan
pemimpin Anda." Sambil garuk-garuk kepala, petani Thai yang
bersarung itu menjawab, "TidaK ada gunanya. Kami sendiri tidak
tahu siapa pemimpin kami."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini