Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bukan Pameran Potongan Jendela

Menyuguhkan perencanaan para arsitek, materi pameran terdiri dari 2 kelompok : rumah tinggal dan bangunan umum. (ilt)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTUNYA ini pameran yang menarik: yang dipamerkan bukan bahanbahan bangunan atau potongan jendela seperti biasanya pameran yang memakai predikat "arsitektur". Pameran kali ini, Pameran Karya Arsitektur Indonesia I, baru merupakan pameran arsitektur sesungguhnya: menyuguhkan perencanaan para arsitek dalam membangun sebuah gedung atau rumah - dilengkapi pula dengan foto-foto. Namun perencanaan yang ditampilkan 14-19 April di TIM, terlalu teknis. Gambar-gambar rencana yang ditempel di panil-panil pameran seperti langsung dibawa dari meja gambar para arsitek. Seorang mandor bangunan barangkali akan menyimaknya dengan bergairah. Tapi pengamat awam belum tentu. Materi pameran terdiri dari dua kelompok. Rumah tinggal dan bangunan umum berupa gedung-gedung bertingkat termasuk pencakar langit. Dari segi jumlah, seleksi materi seperti kurang proporsional. Kelompok rumah tinggal tidak sampai 10% dari kelompok gedung-gedung raksasa. Padahal bukankah kelompok ini yang lebih banyak - dan lebih kaya dengan masalah - di Indonesia, yang masih belum kenal betul dengan kultur rumah tinggal bersusun (flats)? Pada kenyataannya kelompok rumah tinggal pula yang menarik pengunjung pameran. Sudut pameran foto-foto rumah tinggal, penuh. Sementara bagian ruang pameran yang menampilkan perencanaan gedung-gedung bertingkat - lengkap dengan bestek, tampak dan potongan - kelihatan lengang. Barangkali karena jumlahnya terlalu sedikit, tidak banyak yang bisa disimak dari kelompok rumah tinggal. Dari kelompok bangunan umum, bisa ditarik beberapa kesimpulan, yang menggambarkan kecenderungan arsitektur di Indonesia. Dengan catatan, bila pameran ini cukup representatif menggambarkan "kekuatan" para arsitek di Indonesia. Yang segera nampak, kurangnya bangunan-bangunan yang menyertakan "teknologi tinggi" - pencakar langit umpamanya. Cuma dua kelompok perencana yang menampilkan karya macam ini: Grup Encona dan Arkonin. Yang pertama menampilkan perencanaan gedung Wisma Bumi Putera, sementara yang kedua menyuguhkan rencana dan foto maket Gedung Kantor Departemen Perindustrian RI. Contoh yang cuma dua itu pun masih perlu diberi catatan kaki. Encona masih menampilkan nama konsultan - Timothy Seow. Mungkinkah ini menunjukkan tingkat rata-rata kemampuan grup arsitek di Indonesia - termasuk pula persepsinya tentang manajemen dan perhitungan konstruksi yang bukan tugasnya. Selain kedua pencakar langit itu, kelompok bangunan umum rata-rata menampilkan Ferencanaan gedung-gedung ukuran "medium". Perhitungan konstruksinya tidak istimewa: konstruksi baja untuk atap dan beton kongkrit untuk tubuh bangunan. Karena itu, faktor yang menarik untuk dimasalahkan ialah bentuknya. Dan dalam hal ini, rata-rata arsitek Indonesia nampaknya kurang peka. Sekadar beberapa contoh. Bentuk kantor PT Alcan, yang dibangun Grup Paraman, Jadinya lucu: bangunan yang nyaris beton seluruhnya itu mempunyai "hidung" mosaik kaca di atas gerbangnya. Juga kantor cabang Departemen Keuangan Balikpapan, karya arsitek Sumarsono, bentuk atapnya mengikuti bentuk konvensional rumah tinggal - jadi seperti rumah tinggal raksasa yang menakutkan. Di samping itu, arsiteknya mencoba memperkaya permukaan dinding, namun kurang cermat dalam menyusun lubang-lubang jendela. Akibatnya ritme dan pola jendela tidak tersusun. Maka dari jauh, permukaan dinding terlihat jadi lebih mirip kurai, alias tekstur. Kurangnya perbendaharaan pengetahuan para arsitek, juga membuat bentuk gedung jadi rusak, ketika mereka mencoba memasukkan unsur-unsur arsitektur tradisional. Sekadar satu contoh dari sekian banyak gejala, bentuk kantor BBD Palembang, karya Grup Ciriajasa. Di depan gerbang gedung bak kotak yang kaku ini, muncul kanopi berbentuk rumah Joglo, tanpa pengolahan sama sekali. Karena jauhnya perbedaan bentuk, tak bisa terhindar kesangubuk di depan gedung. Toh tidak semua materi pameran menampakkan kelemahan bentuk. Di antara beberapa yang baik, Grup Atelier 6 dan Grup Gubah Laras (dibentuk arsitek terkemuka Almarhum Sujudi), patut diunggulkan. Pengetahuan bentuk membuat karya kedua grup ini bagus dan sekaligus berhasil mengawinkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional dan bentuk-bentuk arsitektur masa kini. Grup Atelier 6, yang menampilkan beberapa karya, menampakkan kecenderungan mengubah imaji "rumah kotak". Sejumlah bangunan yang mereka rencanakan kelihatan dengan jelas mencoba mengolah bentuk-bentuk segi enam. Dalam merencanakan denah juga mencoba mencari corak yang tidak umum. Antara lain, menempatkan bangunan tidak di tengah, melainkan di salah satu sudut. Akibatnya, bisa didapat lapangan yang sangat luas. Grup Gubah Laras, sebagian besar menyuguhkan karya-karya Arsitek Sujudi. Almarhum di masa hidupnya, sangat dikagumi rekan-rekannya. Memang, karya-karyanya bisa dikatakan "mengganggu". Misalnya, kedutaan besar RI di Malaysia. Yang menonjol dari keseluruhan bentuk yang bisa dikatakan sangat sederhana, adalah menara yang berbentuk atap bersusun. Mengingatkan bangunan-bangunan tradisional dari segi strukturnya. Ini barangkali keistimewaan Arsitek Sujudi. Ia tidak memaksakan rinci-rinci bangunan tradisional (yang memang kaya ornamen, misalnya) ke dalam karya-karyanya. Ia nampak lebih tertarik pada strukturnya, seperti menara Kedubes RI di Malaysia itu. Yang mengganggu, sulit untuk segera mengatakan gedung kedutaan ini bagus. Namun toh juga sulit segera beranjak meninggalkan foto bangunan itu. Keterpakuan akhirnya membuahkan kesimpulan, jangan-jangan ini yang disebut bangunan khas Indonesia. Dan ketika nama perencananya disimak, muncul kesimpulan lain: pantas! Jim A. Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus