PERTANYAAN yang muncul di seantero Aljazair pekan lalu, jadikah pemilu putaran kedua diadakan, dan menangkah Front Penyelamatan Islam. Jawaban yang muncul di akhir pekan kemarin, pernyataan pengunduran diri Presiden Chadli Bendjedid. Inilah, rupanya, jalan untuk menyelamatkan muka Presiden Bendjedid, 62 tahun, yang menghadapi dilema. Di satu pihak, dengan reformasi politik 1989, ia menjanjikan tegaknya demokrasi. Ini membawa kemenangan bagi Front Penyelamatan Islam (FIS), dalam pemilu putaran pertama Desember lalu. Di pihak lain, ia berjanji akan menjaga Aljazair tak menjadi negara Islam. Anak petani yang suka mengisap cerutu Havana ini, yang masa kecilnya dikelilingi kehidupan secara Islam, secara pribadi tak ingin melihat Aljazair menjadi negara Islam. Bila FIS menang dalam pemilu putaran kedua Kamis pekan ini, dan ini hampir bisa dipastikan, sulit mencegah Aljazair menjadi negara Islam. Kampanye partai Islam fundamentalis ini di hari-hari terakhir sudah menunjukkan itu. Bahkan sudah ada pameran bagaimana hukum Islam diterapkan (lihat Islam Jalan Selamat). Hanya ada dua cara untuk mencegah itu. Pertama, membatalkan pemilu. Atau, membiarkan tentara ikut campur dalam urusan parlemen, hingga konstitusi Aljazair tak diubah menjadi konstitusi negara Islam. Duaduanya menyalahi prinsip demokrasi yang diterapkan Bendjedid sendiri. Maka, mundur adalah satu-satunya jalan selamat bagi Bendjedid. Tapi, jalan selamat bagi Bendjedid tak berarti jalan selamat bagi Aljazair. Reaksi pertama FIS jelas. "Hati-hati, para profesional yang lalim ingin mencuri perjuangan dan ambisi kita untuk mendirikan negara Islam," tulis Presiden FIS Abdelqader Hachani dalam selebaran yang beredar di kalangan pendukung FIS. Menurut pidato pengunduran diri Bendjedid, pemerintahan kini di tangan Dewan Konstitusi, satu lembaga beranggotakan tujuh orang yang selama ini tak jelas apa fungsinya. Tapi tak sulit dilihat bahwa yang berkuasa sejak pekan ini sebenarnya adalah Dewan Keamanan Tertinggi. Dewan Keamanan inilah -- salah seorang anggotanya adalah Menteri Pertahanan Khaled Nezzar -- yang awal pekan ini mengumumkan bahwa pemilu putaran kedua, yang seharusnya dilangsungkan Kamis pekan ini, tak bisa dilaksanakan. Dan sejak akhir pekan lalu, Aljier, ibu kota Aljazair, bersuasana darurat: militer bersenjata lengkap tampak di mana-mana. Sepuluh truk yang membawa tentara bersenjata lengkap mengambil tempat di stasiun televisi, dan empat tank bertugas menjaga gedung pemerintahan. Di beberapa persimpangan jalan, muncul pos penjagaan didukung oleh kendaraan lapis baja, termasuk di Bab ElOued dan Kouba, daerah basis pergerakan FIS. Selain pernyatan Presiden FIS Abdelqader Hachani yang tercetak dalam selebaran, sampai awal pekan ini belum tampak reaksi nyata dari pendukung Islam fundamentalis. Inilah kedua kalinya FIS dikecewakan oleh penundaan pemilu. Tahun 1990, pemilu nasional juga ditunda, setelah terjadi bentrokan antara pengikut FIS dan Front Pembebasan Nasinal, partai berkuasa. Tapi waktu itu FIS menerimanya karena ada imbalannya, yakni begitu pemilu nasional selesai diadakan, Presiden Bendjedid yang seharusnya menjabat sampai 1993 nanti akan mengundurkan diri. Ini untuk memberi kesempatan pada pemenang pemilu, waktu itu pun sudah diramalkan FIS bakal menang, untuk memilih presiden baru Aljazair. Kini bukan saja tak ada kompensasi, malah ruang gerak FIS sudah dibatasi dengan dijaganya daerah basis partai ini. Pertanyaan yang muncul kini, adakah pihak militer akan menekan FIS, dengan risiko apa pun, termasuk kerusuhan berkepanjangan dan mandeknya reformasi di Aljazair? LPS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini