SEBUAH helikopter tertembak, lima penumpangnya tewas dan seorang jenderal terjungkal. Buntutnya, kerukunan nasional di negeri peninggalan Tito tampaknya semakin sukar tercipta. Heli yang jatuh itu adalah milik satuan perdamaian Masyarakat Eropa (ME) yang sedang memantau gencatan senjata antara Kroasia dan Serbia. Menurut beberapa saksi mata, pada hari naas itu, Selasa pekan lalu sekitar pukul dua siang, dua heli terbang rendah di atas Desa Podruhe, sekitar 60 km sebelah timur laut Zagreb, ibu kota Kroasia. Menurut para saksi itu, kedua heli itu terlihat dengan jelas milik misi perdamaian ME karena warnanya yang putih bersih dengan emblem bintang keemasan dengan dasar biru. Tiba-tiba saja, ketika kedua heli itu berada sekitar 500 meter dari para saksi, sebuah pesawat jet milik tentara Federal muncul. Pesawat pemburu MiG-21 buatan Rusia itu meluncurkan sebuah roket yang telak mengenai salah satu dari kedua heli tersebut, lalu meledak menjadi bola api. Heli lain nyaris kena tembakan roket kedua, kalau tidak dengan sigap mengegos dan mengadakan pendaratan mendadak. Empat serdadu Italia dan seorang perwira Prancis, yang berada dalam heli bernasib sial, itu tewas seketika. Angkatan darat Federal Yugo dengan segera mengakui bahwa salah satu dari pesawatnya telah menembak jatuh heli tersebut. Seorang juru bicara angkatan darat mengatakan bahwa kejadian itu adalah insiden yang tidak disengaja dan pihaknya akan segera mengadakan penyelidikan. Yang mengherankan, penembakan itu justru terjadi di wilayah Kroasia, di luar medan perang saudara. PBB dan ME segera mengumumkan penghentian segala pemantauan atas gencatan senjata sampai Pemerintah Federal memberikan penjelasan rinci mengenai insiden tersebut. "Kami ingin Pemerintah Federal segera memberi tahu mengapa insiden tersebut terjadi, di samping jaminan bahwa insiden itu tidak akan terjadi lagi," kata Joao de Silva, wakil Portugis dalam ME yang bertindak sebagai juru bicara organisasi tersebut. Banyak yang menyesalkan insiden tersebut karena perjanjian gencatan senjata yang sedang berlaku sekarang adalah yang paling lama dapat bertahan. Persetujuan itu merupakan yang kelima belas kalinya dan direncanakan secara khusus oleh Cyrus Vance, utusan istimewa PBB dan bekas menteri luar negeri Amerika di masa pemerintahan Jimmy Carter. Gencatan senjata Vance itu, sampai insiden terjadi, sudah berlangsung secara mulus selama lima hari. Dampak kecaman terhadap Pemerintah Federal adalah mundurnya Jenderal Veljko Kadijevic, sehari setelah insiden terjadi. Meskipun pengunduran diri itu, menurut pernyataan resmi, berhubungan dengan kesehatannya. Peristiwa penembakan itu telah memunculkan sebuah teori konspirasi. Itu merupakan petunjuk tentang ketidakpuasan dan kemarahan Serbia terhadap langkah ME. Akhir-akhir ini ada kecenderungan keras bahwa ME akan mengakui Kroasia, setelah Jerman mengakuinya. Padahal, Pemerintah Federal, yang dimonopoli Serbia, sejak awal menganggap kemerdekaan Kroasia tidak sah. Karenanya, negeri itu adalah negeri pemberontak. Malah ada desas-desus pengakuan ME atas Kroasia itu akan diumumkan pada 15 Januari ini. Jadi, insiden itu sengaja direkayasa agar usaha ME gagal dan Serbia bebas untuk melumatkan Kroasia. Berhasilnya usaha itu membuktikan bahwa golongan radikal di kalangan militerlah yang menang. Golongan yang moderat, antara lain diwakili oleh Jenderal Kadijevic, mendukung usaha perdamaian yang disponsori ME dan PBB. Ada sinyalemen lain, datang dari seorang komentator yang punya hubungan erat dengan tentara Federal. Kata dia, garis perjalanan kedua heli yang terbang dari arah Hongaria masuk ke Yugo itu kemungkinan besar belum disetujui para pejabat Federal. "Mengapa kedua pilot itu tak mengindahkan atau tak menghormati batas-batas wilayah Yugo? Ini merupakan tanda tanya besar," katanya. Baik pernyataan tersebut maupun pernyataan bahwa itu sebuah kecelakaan, memberi kesan tentara Federal ingin melepaskan tanggung jawab. Mereka dapat saja mengatakan, kedua heli itu telah melanggar wilayah udara Yugo. Penembakan itu tak ada sangkut-pautnya dengan konflik Serbia-Kroasia. Pihak Kroasia membenarkan teori konspirasi. Para pejabat republik yang memisahkan diri itu mengatakan, jelas insiden itu diciptakan untuk menorpedo rencana kedatangan 10.000 pasukan keamanan PBB ke daerah pertempuran. Rencana tersebut sebenarnya telah disetujui pemerintah pusat di Beograd, tapi para pemimpin enklave Serbia di Kroasia menolak campur tangan PBB. Pendirian itu didukung tentara pemerintah Federal. "Insiden terjadi di kawasan tenteram Kroasia. Helikopter itu berwarna putih dan akan kelihatan dengan jelas pada udara yang sangat cerah pada hari itu," kata Kolonel Imra Agotic, Wakil Panglima Garda Nasional Kroasia. Pernyataan itu jelas suatu tuduhan bahwa insiden itu direkayasa. PBB, meski menyesalkan insiden itu, tetap bertekad akan terus menjalankan usaha damai di negeri itu. Boutros Ghali, Sekjen PBB yang baru beberapa hari menjabat kedudukan itu mengatakan, insiden tersebut justru makin menggiatkan pencarian damai di negeri malang itu, agar tak terjadi insiden-insiden yang lain. PBB dan ME berpendirian kuat bahwa jalan ke arah perdamaian harus dicari. Namun, diakui atau tidak, insiden penembakan heli itu, paling tidak, menunjukkan usaha perdamaian itu akan bertambah alot. Pasalnya, tampaknya kedua pihak tak sudi kompromi. Padahal, perdamaian hanya dapat dicapai bila semua pihak yang bersengketa memang mau berdamai. Campur tangan luar hanya dapat efektif kalau keinginan itu datang dari dalam sendiri. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini