Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengapa militer menentang?

Jenderal arthit menuntut agar nilai baht dikembalikan seperti sebelum devaluasi, dan menyerukan perombakan kabinet. pm prem tinsulanonda tak mengubah kebijaksanaannya. (ln)

17 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTIKAIAN perdana menteri Muangthai Prem Tinsulanonda dengan kalangan militer yang memuncak pekan lalu belum surut betul hingga awal minggu ini. Angkatan bersenjata berbicara soal moneter memang di luar kebiasaan. Dan kritik Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Arthit Kamlang-ek terhadap Kabinet Prem dipandang sebagai "serangan paling berani". Pangkal persoalan muncul ketika Menteri Keuangan Sommai Hoontrakul pada 2 November mendevaluasikan mata uang Muangthai: dari 23 baht untuk US$ 1 menjadi 27 baht. Namun, reaksi militer terhadap kebijaksanaan ini lebih mengejutkan dari devaluasi itu sendiri. Rabu malam pekan lalu, Jenderal Arthit muncul di layar televisi saluran 5--saluran khusus angkatan darat - menyampaikan pidato yang emosional. Ia menuntut agar nilai baht dikembalikan seperti sebelum devaluasi, dan menyarankan kabinet segera dirombak. "Saya tak tahu apa yang harus dilakukan jika pemerintah mengesampingkan anjuran saya ini," kata Arthit. Sehari sebelumnya, tuntutan serupa disampaikan kepada PM Prem lewat surat yang ditandatangani lima perwira tinggi. Tapi pemerintah tak mengubah pendiriannya. Pada hari pertama masuk kantor, setelah istirahat lima minggu karena mengidap penyakit paru, Prem mengatakan bahwa devaluasi "harus dilakukan, demi masa depan perekonomian Muangthai". Ia tak berkomentar tentang usul perombakan kabinet. Arthit sendiri tampaknya juga teguh pada sikapnya. "Prajurit tak dapat mengubah pendiriannya begitu saja," katanya. Masalah ini telah membuat berjangkitnya gunjingan tentang kemungkinan penankan dukungan militer terhadap koalisi empat partai yang tengah berkuasa, terancamnya kedudukan Prem, dan kudeta. Kudeta bagi Muangthai memang bukan peristiwa yang ganjil. Dalam 52 tahun terakhir, Negeri Gajah Putih itu mencatat 14kali perebutan kekuasaan oleh militer. Kendati begitu, Deputi Kasad Letjen Chaovalit Yongchaiyuth menyatakan, tak mungkin ada kudeta. "Saya yakin, mereka bisa berkompromi," tutur Chaovalit, yang dikenal dekat dengan Prem. Pekan lalu, Chaovalit ikut dalam pertemuan tertutup antara Arthit dan 50 perwira tinggi. Konon, di situ Arthit menyatakan bahwa tak ada niatnya untuk kudeta. Tapi kedudukan Arthit, tulis koresponden TEMPO di Bangkok, Yuli Ismartono, kini merosot. Itu terjadi, antara lain, karena empat dari lima perwira tinggi - kecuali panglima angkatan udara--yang melayangkan surat kritik kepada Prem minggu lalu betbalik menyatakan dukungannya terhadap sang PM. Mereka itu adalah pemegang jabatan kastaf AB, deputi pangad, kastaf AD, dan pangal. Arthit makin "kehilangan kuku" setelah Dartai oDosisi. Chart Thai, yang semula mendukung tuntutan sang jenderal, gagal memaksa parlemen bersidang buat membicarakan devaluasi baht. Dari 189 suara yang diperlukan, Chart Thai cuma berhasil memperoleh 125. Menurut para pengamat politik di Bangkok, kini Arthit menginsafi bahwa Prem, pensiunan jenderal dan bekas panglima AB, yang jadi PM sejak 1980 adalah tokoh yang memperoleh restu dari Raja Bhumibol Adulyadej. Sementara itu, Klaew Norapati, wakil ketua Partai Demokrat, salah satu anggota koalisi, menganggap bahwa Arthit mempergunakan suasana untuk mencari popularitas. Tapi oleh beberapa pengamat, kejadian itu dianggap sebagai kelanjutan konflik Arthit dengan Menteri Keuangan Sommai. Tahun lalu, dengan alasan dana tak cukup, Sommai menentang rencana AB membeli satu skuadron pesawat F-16 "Fighting Falcon" dari AS. Bulan lalu Sommai juga menolak rencana pembelian alat-alat baru bagi Telephone Authority of Thailand yang diketuai Arthit. Akhir pekan lampau tersiar kabar bahwa pemerintah akan menyediakan kompensasi US$ 111 juta bagi anggaran belanja militer. Anggaran AB Muangthai untuk 1985, yang dibuat sebelum baht didevaluasikan, mencapai US$ 1,47 milyar. Tapi persoalan Arthit dengan Prem mungkin belum selesai. Permintaan miIiter untuk memperpanjang masa jabatan Arthit belum dijawab oleh Prem. Begitu juga dengan rencana mutasi di tubuh AB, yang akan memberikan posisi penting kepada para perwira pendukung Arthit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus