Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jatuhnya Bashar Al Assad dari jabatannya sebagai presiden Suriah mengakhiri kekuasaan dinasti ini selama lima dekade lebih. Keluarga Assad telah berkuasa di Suriah sejak 19770. Melalui pemberontakan yang tiba-tiba, rezim ini runtuh. Bashar Al Assad dan keluarganya pun kabur ke Rusia dan mendapat suaka di negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bashar Al Assad mewarisi kekuasaan dari ayahnya, Hafez Al Assad. Keluarga ini disebut menganut sekte Alawi yang merupakan salah satu aliran Syiah. Mereka berkuasa di negara yang mayoritas penduduknya beragama Sunni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari NDTV, Hafez Al Assad naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta pada 13 November 1970, menandai dimulainya era baru di Suriah. Saat itu, Suriah diwarnai oleh ketidakstabilan politik, dengan serangkaian kudeta yang mendominasi sejarah pascakemerdekaannya.
Hafez adalah anggota minoritas Alawi. Ia membangun basis kekuatannya sebagai komandan Angkatan Udara Suriah dan menteri pertahanan. Pada saat ia merebut kekuasaan, ia telah membangun jaringan yang loyal di dalam militer dan Partai Ba'ath.
Untuk memperkuat rezimnya, Hafez mengangkat minoritas penganut Alawi, yang secara tradisional merupakan kelompok terpinggirkan, ke posisi kekuasaan di militer dan pemerintahan. Pada saat yang sama, ia memanipulasi garis-garis patahan sektarian dan suku di Suriah untuk menetralisir potensi ancaman, memastikan bahwa tidak ada satu kelompok pun yang dapat menantang otoritasnya.
Komunitas Alawi Muncul Sejak 1946
Setelah Suriah merdeka pada 1946, komunitas Alawi muncul sebagai kekuatan penting dalam dua bidang utama yaitu gerakan politik dan angkatan bersenjata. Pergeseran ini menandai perubahan dari status mereka yang secara historis terpinggirkan, karena komunitas Alawi mulai menegaskan pengaruhnya dalam struktur kekuasaan Suriah yang terus berkembang.
Penganut Alawi di Suriah berjumlah hanya 12-15 persen dari populasi sebelum perang. Komunitas ini telah menjadi pendukung utama rezim Assad.
Penganut Alawi, meski tidak menganut ajaran Syiah, memuja Ali bin Abi Thalib, tokoh sentral Islam Syiah. Kaum Alawi berhasil selamat dari penganiayaan dan Perang Salib hingga bangkit ke puncak dan mengambil alih kekuasaan Suriah.
Menurut BBC, kelompok Alawi menjalankan ritual berbeda dengan Muslim. Mereka merayakan Natal dan tahun baru Zoroaster.
Kaum Alawi dipandang oleh kaum Muslim lain di Timur Tengah sebagai kaum yang sangat liberal atau bahkan sekuler. Di Suriah, kaum wanita tidak dianjurkan mengenakan jilbab dan banyak yang memilih untuk tidak berpuasa atau salat. Sebagian Muslim menganggap kaum Alawi sebagai sekte sesat.
Nusairisme, sebutan asli Alawisme, muncul pada abad ke-9 dan ke-10 di Suriah. Kata Alawite, atau Alawi berarti "pengikut Ali", yang merupakan sepupu dan menantu Nabi Muhammad.
Sekte Alawi Memuja Imam Ali
Umat Muslim Syiah juga memuja Imam Ali dan seperti kaum Alawi. Mereka meyakini bahwa Imam Ali adalah pewaris sejati Nabi dan seharusnya menggantikannya.
Anggapan bahwa kaum Alawi menganggap Ali sebagai dewa atau Tuhan dalam wujud manusia adalah hal yang memancing rasa jijik dari sebagian Muslim Sunni ortodoks. Mereka menganggap gagasan Alawi tentang Ali sebagai ajaran sesat dan menantang kepercayaan mendasar bahwa hanya ada satu manifestasi Tuhan yang tidak terbantahkan.
Di samping prinsip utama Islam, kaum Alawi juga mengamalkan dua prinsip lainnya, yaitu “jihad” atau perjuangan dan “waliya”, pengabdian kepada Imam Ali dan keluarganya. Secara tradisional, banyak praktik Alawi dilakukan secara rahasia, sejalan dengan kebiasaan Syiah taqiyya, yaitu praktik menyembunyikan keyakinan seseorang untuk menghindari penganiayaan.
Penganut Alawi di Suriah terkonsentrasi terutama di pesisir Laut Tengah negara itu, di kota pelabuhan Latakia dan Tartous, menyebar ke utara melintasi perbatasan Turki ke provinsi Hatay dan ke selatan ke Lebanon utara.
Pertemuan Pasukan Pemberontak dengan Alawi
Dilansir dari Reuters, usai jatuhnya Bashar Al Assad, pasukan pemberontak Suriah bertemu dengan tokoh agama di kampung halaman Assad. Kaum Alawi menyatakan dukungannya kepada pemerintahan baru Suriah.
Delegasi pemberontak mengunjungi kampung halaman Assad di Qardaha di pegunungan provinsi Latakia di barat laut Suriah, bertemu dengan puluhan tokoh agama, tetua adat dan lainnya di balai kota untuk berdiskusi. Setelah itu sejumlah tokoh Alawi menandatangani pernyataan dukungan terhadap pasukan oposisi.
Penduduk mengatakan delegasi tersebut berisi anggota Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan Tentara Pembebasan Suriah, kelompok Sunni yang memimpin pemberontakan. Kelompok ini telah lama dicap oleh Assad sebagai teroris yang akan membantai orang-orang Alawi jika dia jatuh.