Sekelompok dokter ahli bedah menyusup dari Pakistan. Mereka teman-teman Dokter Ayman al-Zawahari, tangan kanan Usamah bin Ladin yang diperkirakan telah meninggal saat Kabul dibombardir B-52 Amerika. Misi para dokter ini adalah membantu pelarian Usamah bin Ladin. Mereka melakukan operasi plastik pada buron nomor satu Amerika Serikat ini. ”Kami memiliki laporan sahih bahwa wajah Usamah telah berubah,” kata seorang pejabat Aliansi Utara kepada sebuah koran Iran.
Desas-desus misteri keberadaan Usamah kini banyak beredar di Afganistan, termasuk kemungkinan ia memermak wajah. Deputi Menteri Pertahanan Amerika, Paul Wolfowitz, termasuk yang ”agak” percaya desas-desus ini. Tayangan CNN minggu lalu menyebut hal itu masuk akal. Menurut Wolfowitz, Usamah bisa saja mengubah parasnya menjadi wanita, menyamar dan menyembunyikan diri di pegunungan Chechnya. ”Akan butuh waktu lama menemukannya kalau memang demikian,” katanya.
Berganti penampilan adalah kiat lazim dalam dunia intelijen. Syahdan, pada 1994 Carlos The Jackal, teroris kelahiran Venezuela, kepergok agen-agen Prancis saat ia akan mengoperasi wajah di sebuah rumah sakit di Sudan. Dan pada 1999 polisi Spanyol pernah melihat Abu Mughen, salah satu kolega terdekat Usamah, datang ke Madrid mencari-cari rumah sakit bedah plastik. Pekan lalu, sejumlah ahli bedah Amerika diwawancarai wartawan tentang kemungkinan ”tambal sulam” wajah di gurun, yang jauh dari peralatan modern.
Edmund Pankau, yang mengarang buku Hide Your Assets and Disappear: A Step Guide to Vanishing without a Trace, mengatakan itu hal amat mudah. Ahli bedah Frederic Corbin dari Beverly Hills membenarkan hal itu. ”Bila Usamah pasien saya, ibunya pun tak akan mengenali,” katanya. Penampilannya berubah total. Tak hanya cambangnya dicukur kelimis. ”Alis tebal dan hidung Usamah pun harus diganti,” demikian Daniel Morello, bekas Ketua American Society For Aesthetic Plastic Surgeons. ”Juga dagunya,” kata Darrick E. Antell, ahli bedah dari Park Avenue.
Boleh jadi ini spekulasi paling imajinatif dan agak berbau-bau ”fantasi Hollywood”. Memang karakter dan gerak-gerik Usamah sehari-hari konon lemah-lembut seperti perempuan. Tapi membayangkan ia menyamar sebagai wanita adalah soal yang lain lagi. Berganti wajah atau tidak, jejak pelarian sang buron tetap sulit dilacak. Kemungkinan besar ia pernah bersembunyi di Tora Bora, tapi kemudian raib.
Warga Desa Wazir dekat Tora Bora bercerita, sekitar tanggal 1 Oktober Usamah bin Ladin datang dengan seorang anaknya berumur belasan tahun mengendarai mobil. Konvoi kendaraan mengiringinya. Bersama sekitar seribu pejuang Al-Qaidah asal Arab, Chechnya, dan Algeria, mereka mendaki pegunungan. ”Mereka membawa seluruh amunisi, artileri, dan senjata yang dapat ditemukan di desa, terus masuk ke gua-gua,” kata Abdullah Kamran, kepala desa setempat.
Saksi mata di Tora Bora mengatakan, selama Ramadan, hanya dua kali Ketua Al-Qaidah itu muncul di sana. Abu Jaffar, salah satu anggota Al-Qaidah yang tertangkap, mengatakan Usamah telah meninggalkan Tora Bora. Kaki Jaffar terluka parah akibat bom, yang menyebabkan ia tak bisa ikut keluar dari Tora Bora. Menurut dia, anak lelaki Usamah, Salahuddin, 19 tahun, diperkirakan masih bertahan di gua-gua seputar desa itu. ”Salahudin menyuruh saya pergi. Ia memberi saya sejumlah uang untuk mengobati kaki saya,” ujarnya.
Sebelum datang ke Tora Bora, beberapa warga Jalalabad juga mengaku melihat Usamah di antara pejuang Arab dua hari sebelum kota itu jatuh. Dia berunding dengan Mujahid Ullah. Mujahid inilah pada 1996 yang menyambut jet pribadi Usamah mendarat di Afganistan. ”Usamah banyak teman, Al-Qaidah memiliki banyak rute penyelamatan yang aman,” kata Awol Gul, seorang komandan lokal.
Versi lain menggambarkan dia nongol di Kabul malam-malam bersama sekitar seratus pengawal di kamp Al-Qaidah di Beni Hisar. Kamp itu dipimpin oleh seorang Sudan bernama Abdul Aziz. Menurut saksi mata, Usamah memberi tahu Aziz, ia akan meninggalkan tempat pada pukul 8 pagi. Tapi sesudah subuh, Usamah berkemas meninggalkan tempat. Dia menyuruh semua orang pergi, karena ia mendapat informasi bahwa pukul 8 kamp tersebut akan dibom musuh. Informasi itu ternyata betul. Artinya, dia bisa mendapat bocoran informasi tingkat tinggi.
Satu-satunya wartawan yang paling akhir bertemu dan mewawancarai Usamah bin Ladin—sebelum jejaknya benar-benar lenyap—adalah Hamid Mir, redaktur Dawn, koran di Pakistan. Dia mengenang, matanya dibungkus selimut dan penutup mata sejak keluar dari Kabul dan mereka menempuh sekitar lima jam perjalanan menuju tempat narasumber nomor wahid itu. Mukanya pucat. Kulitnya memutih karena lama bersembunyi di dalam gua. Dari suhu udara dan gelegar senapan antirudal, Hamid Mir menduga posisinya saat itu adalah di utara Kabul. Tapi Hamid Mir curiga, dengan memberi kesan wawancara tersebut berlangsung di utara, Usamah berniat menyamarkan posisinya bahwa ia sebenarnya di belahan lain.
”Usamah seperti kupu-kupu yang menclok dari kembang ke kembang, dan Amerika seperti seorang bocah yang mengejar-ngejarnya dengan raket kriket,” kata Shams Khan, anggota Aliansi Utara yang turut menggempur Tora Bora. Mullah umar pun bak kupu-kupu itu. Sebuah kabar mengatakan, bersama 400 pejuang setianya ia sudah melesat ke Bahgran. Ini kawasan selatan pegunungan di tapal batas Afganistan utara dan Turkmenistan, yang terkenal karena penyelundup-penyelundup pendukung Taliban. Kabar lain menyebutkan, awal pekan ini Sang Mullah masih terlihat di sekitar Argandhab, sebelah barat Kandahar, bersama lima pengikutnya. Saksi mata—seorang penduduk Kandahar—melihat Mullah Umar membonceng sepeda motor, diiringi orang-orang kepercayaannya.
Namun, semakin banyak informasi ini dikumpulkan, kian simpang-siur keberadaan mereka. Bila laporan pandangan mata saksi-saksi itu benar, dapat dibayangkan betapa tingginya mobilitas Usamah: lari dari kota ke kota. Jalabad, Kabul, Tora Bora. Dan fokus AS kini bergeser: dari perang besar-besaran menjadi perburuan besar-besaran kepada kedua orang ini. Segala daya dikerahkan.
Para anggota Taliban dan Al-Qaidah yang tertangkap diinterogasi serius. Di antara mereka diperkirakan ada pejabat senior Al-Qaidah yang bukan hanya tahu ke mana Usamah, tapi juga rencana-rencana jangka panjang Al-Qaidah. ”Anda harus mampu menangkap ikan kecil untuk meraih ikan besar,” kata John Pike, seorang intelijen Amerika. Pike mengatakan, bila interogasi berhasil, itu akan membongkar lapisan kelas menengah Al-Qaidah. Atas pertimbangan itulah, sejumlah anggota Biro Investigasi Federal (FBI) tiba di Afganistan untuk menginterogasi tawanan.
Tapi urusan ini tidak mudah karena semua tawanan bungkam. Hal itu diperparah oleh kurangnya intelijen Amerika yang menguasai bahasa Arab, Pashtun, atau Urdu, yang menjadi bahasa sehari-hari banyak tawanan Al-Qaidah. Padahal bahasa adalah alat penting untuk mengorek bocoran rahasia. Para interogator berusaha menggunakan penerjemah. Menurut Paul Wolfowitz segala info dari tawanan Al-Qaidah ini harus dicermati. Sebab, bisa saja cuma info kelas dua. ”Mereka terlatih untuk menipu. Info mereka bisa menyesatkan,” katanya.
Hari-hari ini jalan masuk ke perbatasan Pakistan pun dipersulit. Ada desas-desus, bila sampai ke perbatasan, Usamah akan dibantu ”menerobos” oleh suku Pushtun dari etnis Ghilzi. Pakistan mengerahkan ratusan anggota paramiliternya, lengkap dengan perlindungan helikopter tembak di perbatasan untuk men-cegah si buron ternama itu. Mereka tidak mau kecolongan. Toh tetap saja kerusuhan terjadi saat mereka menggelandang sekitar 150 serdadu Al-Qaidah yang tertangkap di perbatasan. Para tawanan itu berontak dan berbalik menyerang. Baku tembak itu menyebabkan 6 petugas perbatasan Pakistan mati dan 7 anggota Al-Qaidah tewas.
Di luar jurus mengejar, mengendus, dan memburu, pihak AS tak lupa mengoar-ngoarkan hadiah uang US$ 25 juta (sekitar Rp 250 miliar) bagi panglima wilayah Afganistan mana pun yang berhasil menekuk Usamah. Di kota seperti Tajikistan dan Uzbekistan, ”hadiah sayembara” ini disebar dalam bentuk poster-poster berbahasa Rusia, lengkap dengan rinciannya.
Amerika agaknya mengetahui psikologi uang di Afganistan. Selama ini para panglima wilayah dikenal berpihak pada uang, bukan pada kesetiakawanan. Tiga panglima yang membantu Amerika mengepung Tora Bora—Haji Zahir, Hazrat Ali, Haji Zaman—dikabarkan kini saling adu cepat untuk menangkap Usamah.
Kekuatan Al-Qaidah telah dilumpuhkan. Letnan utamanya sudah banyak yang mati. Inci demi inci gua-gua tempat persembunyian mereka telah dibom. Usamah bin Ladin kini menjadi paria dalam arti sebenarnya: ditolak dan dikhianati di mana-mana. Sementara itu, bak siluman, jejak dan bayangan Muhammad Umar tetap sulit diendus. Adapun Paul Wolfowitz mencanangkan tekad Amerika untuk terus memburu: ”Bel tanda pertandingan usai belum bisa dibunyikan.” Tapi rekor Usamah bin Ladin tampaknya membuat siapa pun yang menjadi lawannya harus menyiapkan stamina untuk sebuah pertarungan panjang. Dan melelahkan.
Seno Joko Suyono (Washington Post, SF Chronicle, Daily Telegraph, Time, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini