Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menggembosi Sang Penakluk

Kabinet Israel mendukung proposal Ariel Sharon soal pembongkaran permukiman Yahudi. Tapi kabinet terancam bubar.

14 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERGEGAS keluar ruang rapat kabinet, Ariel Sharon hanya mengucapkan kalimat pendek kepada wartawan: "Penarikan mundur telah dimulai." Padahal, ia baru saja menang dalam pertarungan sengit dengan sejumlah anggota kebinetnya.

Rapat kabinet Israel, Ahad 6 Juni, memberikan suara mayoritas (14-7) yang mendukung proposal Sharon membongkar 21 permukiman Israel di Gaza dan empat permukiman di Tepi Barat hingga berakhir pada 2005. Inilah puncak ketegangan antara Sharon dan menteri kabinetnya dalam dua pekan belakangan, setelah Sharon nekat membawa proposal ke kabinet.

Sengitnya pertarungan tecermin dalam kalimat berikut. "Tak ada permainan bahasa yang dapat menutupi kebijakan gelap yang pernah diambil pemerintah Israel untuk mengenyahkan pemukim Yahudi dan mendirikan negara teroris Hamas," kata pemimpin Partai Penyatuan Nasional Effi Eitam. Tapi Presiden George W. Bush tersenyum puas dan menilai keberhasilan Sharon sebagai langkah berani dan bersejarah.

Betapa tidak. Sharon adalah arsitek program permukiman Yahudi di kawasan pendudukan hasil jarahan Perang Timur Tengah 1967. Tapi sekarang Sharon pula yang menggusurnya. Inilah pertama kalinya sejak Perang 1967, Israel cabut dari kawasan pendudukan.

Cuma, keberhasilan Sharon itu tidak diraihnya dengan mudah. Ia sempat merevisi proposalnya yang berencana membongkar tuntas permukiman Yahudi di Gaza dan Tepi Barat. Proposal itu ditentang habis-habisan koalisi partai kanan, termasuk Partai Likud, lewat referendum Mei silam.

Revisi bertujuan melemahkan perlawanan musuhnya di kabinet. Tapi para penentang bergeming. Tiba-tiba, Jumat pagi, dua hari menjelang pemungutan suara, Sharon meneken surat pemecatan dua seterunya di kabinet, Menteri Transportasi Avigdor Lieberman dan Menteri Pariwisata Benny Elon. Tujuannya, menghalangi kedua menteri dari Partai Penyatuan Nasional itu ikut pemungutan suara, agar ia dapat memastikan kemenangannya.

Berdasarkan konstitusi, surat pemecatan tersebut efektif berlaku dalam 48 jam setelah surat itu diterima. Tapi Lieberman dan Elon melawan dengan berupaya tak menerima surat tersebut. Namun, pengantar surat memergoki Lieberman saat jogging di pusat kebugaran. Sedangkan Elon menghilang—ia diduga bersembunyi di Netzarim, permukiman Yahudi paling terisolasi di Gaza. Keduanya pun absen dalam pemungutan suara.

Namun, penentang lainnya, Menteri Keuangan Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri Silvan Shalom, akhirnya takluk. Sharon membujuk dua tokoh Likud ini dengan menunda pelaksanaan evakuasi permukiman Yahudi hingga Maret 2005, tapi tanpa tanggal pasti. Dan setiap tahap evakuasi harus lewat pemungutan suara kabinet, yang hasilnya sangat bergantung pada situasi saat itu.

Proposal Sharon pun hanya bak macan kertas, dan para penentang punya cukup waktu menggagalkan proyek besarnya. Bahkan beberapa anggota kabinet yakin Sharon sebenarnya ingin mempertahankan sebagian besar permukiman Yahudi di Tepi Barat—karena yang akan dibongkar cuma empat dari 120 permukiman.

Tak aneh bila Perdana Menteri Palestina, Ahmed Qureia, mencibir terhadap kemenangan Sharon. Ia menyatakan rencana Israel itu nol besar. "Semula, mereka bicara tentang tanggal. Tapi sekarang tak ada tanggal (penarikan mundur)," ujar Qureia. Bahkan, bagi kelompok militan Hamas, proposal Sharon hanya tipu daya.

Tapi "perang" belum usai. Sharon masih menghadapi pertempuran di parlemen karena pemecatan dua menteri itu mendorong Partai Religius Nasional keluar dari koalisi. Sepertiga anggota parlemen dari Likud juga menolak proposalnya. Kekuatan Sharon pun melemah di parlemen, hanya mendapat 61 dari 120 kursi. Puncaknya, Senin pekan ini parlemen menggelar mosi tidak percaya, yang bisa membubarkan kabinet. Jika mosi diterima, pemilihan umum harus digelar. "Ia (Sharon) kini menuju ke situasi politik yang sangat labil," kata Yossi Olmert, analis politik. Menurut dia, Sharon melawan keinginan partainya, dan itu sama dengan kiamat baginya.

Pantang menyerah, Sharon bergerilya membujuk Partai Buruh agar mendukung proposalnya. Hasilnya, pemilik 19 kursi di parlemen ini menjauh dari barisan penggembos Sharon. Untuk sementara, sang penakluk masih bisa bernapas.

Raihul Fadjri (LA Times, Haaretz, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus