Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menggusur arafat dari bekaa

Basis PLO di lembah bekaa dikepung pasukan suriah. yasser arafat diusir dari suriah. perpecahan PLO makin berkembang.(ln)

2 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Damaskus, Yasser Arafat terjerumus. Meninggalkan basis PLO yang terkepung musuh (baca: Suriah) di Lemah Bekaa seraya merelakan pos Anjar jatuh ke tanan pemberontak, sang pemimpin, pertengahan pekan lalu, menyelinap dari Tripoli (Libanon) ke Damaskus. Tapi justru di sini, ia dipermalukan. Maksud Arafat datang untuk berunding dengan tokoh-tokoh PLO. Tapi belum sampai 24 jam, ia sudah diusir Pemerintah Suriah. Seorang perwira menengah dikirim kepadanya hanya untuk menyampaikan pesan: "Tuan Arafat, Anda tidak disukai di sini." Pagi esoknya, pemimpin PLO tersebut diiring ke mobil limousine-nya yang antiperuru, langsung menuju bandar utara. Dan satu jam kemudin, pesawat yang ditumpangi Art bertolak ke Tunis. Hingga dia tidak sempat bertemu Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud Al-Faisal yang khusus datang untuk menjembatani pihak-pihak bermusuhan dalam Al-Fatah. Menurut kantor berita resmi Suriah, Sanaa, Arafat diusir karena ia telah menyebarkan berita bohong dan memfitnah Suriah. Pemimpin Al-Fatah yang merangkap pemimpin PLO itu memang menuduh Damaskus berdiri di belakang kaum pemberontak yang anti-Arafat. Tapi tuduhan itu bukan tidak beralasan. Barisan tank Suriah memperkuat kelompok pemberontak sampai berhasil mengusai jalan raya Beirut-Damaskus. Akibatnya didapan pos Al-Fatah yang pro-Arafat disapu bersih. Korban tercatat: 10 tewas, dan 30 ditangkap. Sedang sisanya mundur ke Chtaura, 45 km di timur Beirut. Tidak cuma itu yang diperbuat Suriah. Kiriman perbekalan untuk orang-orang Palestina dari Tripoli ke Bekaa disabot mereh pula. Terakhir, tentara Suriah dikabarkan mengepung basis PLO di Lembah Bekaa, tanpa bisa dicegah oleh para pemimpin negara-negara Arab. Dukungan dunia Arab yang selama ini diperoleh Arafat ternyata tidak cukup kuat untuk menyelamatkannya dari pengusiran Suriah. Padahal dukungan itulah yang diperjuangkannya sejak pemberontakan anti-Arafat menggerogoti Al-Fatah dua bulan berselang. Hingga Arafat, yang terguncang menghadapi krisis perpecahan dalam organisasi gerilyawan yang dipimpinnya, akhirnya bicara pahit. "Jika dunia Arab siap untuk sebuah Massada bagi orang Palestina, ya silakan," ucapnya getir. Massada terkenal dalam sejarah sebagai benteng terakhir orang Yahudi yang bertarung mati-matian menghadang pembantaian tentara Romawi. Apakah memang sebuah Massada yang dipilih Arafat? Tampaknya tidak. Ungkapan itu mungkin sekadar mengimbau simpati yang lebih besar untuk nasib Palestina. Tentang pengusirannya, Arafat menuduh Suriah yang punya rencana jahat bersama Libya. Akan halnya Qaddafi memang sejak tragedi Beirut Buat, menentang keras sikap lunak Arafat. Dikabarkan dari Libanon, pasukan tank Libya terlihat membantu pemberontak Abu Musa dalam bentrokan memperebutkan basis PLO yang pro-Arafat. Namun, pemimpin PLO ini cuma menuding Presiden Suriah Hafes Assad, tanpa menyinggung Qaddafi. Setelah pengusiran yang memberi malu itu, tak ayal lagi pertentangan Assad-Arafat berubah jadi permusuhan terbuka. Bukan rahasia bahwa kedua pemimpin tersebut sejak lama saling menjegal di bawah permukaan. Assad berkepentingan menguasai PLO, setidaknya supaya lebih diperhitungkan, oleh AS dan dunia Arab. Sedang Arafat berkepentingan untuk mengutuhkan PLO, demi sebuah negara Palestina yang merdeka. Sekarang keadaan dalam tubuh PLO telanjur rumit, tidak terkecuali bagi pemberontak Abu Musa. Jika semula ia tidak setuju pada sikap lunak dan kepemimpinan tunggal Arafat, maka kini ia bisa dituduh telah ditunggangi kepentingan-kepentingan politik Suriah. Motivasi pemberontakannya bisa dinilai bangsa Palestina sebagai tidak murni lagi. Dalam keadaan berantakan begitu apa yang dapat dilakukan Arafat dari Tunis? Tidak akan mudah lagi baginya mempersatukan PLO meski ia memilih jalan damai lewat sidang Dewan Revolusioner Palestina yang akhirnya batal. Dan kegagalannya mengendalikan Musa telah melemparkan PLO ke posisi paling lemah khususnya dalam menghadapi Israel. Tidak salah jika Menteri Luar Negeri Israel Yitzhak Shamir berhta: "Pertentangan dalam tubuh PLO, justru menguntungkan Israel." Benar, riwayat kepemimpinan Arafat belum akan segera tamat. Namun kelompok garis keras PLO punya peluang untuk berperan lebih banyak. Apalagi dengan dalih "persatuan PLO", kelompok Hawatmeh dan George Habbash menyatakan lebur jadi satu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus