Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menghalalkan pendudukan?

Tentara Israel belum ditarik dari jalur gaza, malah ditambah jumlahnya setelah terjadi beberapa kali pembunuhan warga yahudi.

1 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YASSER Arafat memuji Yitzhak Rabin. Mungkin ini basa-basi diplomasi. Tapi apa pun maknanya, pernyataan Rabin bahwa ia tak keberatan tentara PLO ikut mengatur keamanan Jalur Gaza dan Yerikho, nanti, meski arti "tak keberatan" itu masih kabur, ia memberikan harapan setelah pelaksanaan persetujuan damai tak bisa dilaksanakan pada harinya, 13 Desember 1993. Itulah sebabnya lalu dibuka kembali perundingan di Oslo, Norwegia, yang kemudian dilanjutkan lagi di Gedung Departemen Luar Negeri Prancis, di La Celle St. Cloud, Paris Barat, pekan lalu. Dua perundingan itu mencoba bersemangat informal, meniru terobosan yang dilakukan di Oslo yang melahirkan persetujuan damai yang disebut Deklarasi Prinsip dan diteken Arafat dan Rabin di Washington, 13 September lalu itu. Gaya Oslo sebetulnya tak istimewa: meninggalkan cara berunding formal dengan jadwal pertemuan dan tempat tertentu, dengan perundingan tanpa jadwal karena para juru runding ditempatkan di satu rumah bak sebuah keluarga. Tapi masalahnya, mengadakan penjagaan bersama, antara tentara Israel dan tentara PLO, di berbagai perbatasan yang sudah disepakati, antara lain perbatasan Tepi Barat dan Yordania, lalu Tepi Barat dan Mesir, tak sama dengan tinggal di satu rumah untuk melakukan perundingan. Dua tentara itu, PLO dan Israel, sudah bermusuhan lebih dari 40 tahun, dan tiba-tiba harus berpatroli bersama, masing-masing membawa senjata itulah masalah praktisnya. Sebuah insiden kecil bisa saja membakar habis seluruh persetujuan damai. Sumber insiden itu bisa bermacam-macam. Salah satunya, siapa yang harus memberikan kata terakhir bila seorang pengungsi Palestina yang lama menetap di Yordania akan kembali ke Yerikho? Jika saja masalah ini terjadi: pihak tentara PLO mengizinkannya, karena orang itu punya bukti bahwa ia meninggalkan Tanah Palestina di tahun 1948 (demikianlah perjanjian yang disepakati). Tapi tentara Israel menolaknya, karena berdasarkan laporan intelijen, orang itu anggota Hamas, organisasi perlawanan Islam, yang menentang perdamaian. Belum lagi menentukan tapal batas Yerikho, yang bakal menjadi pusat pemerintahan otonomi PLO Gaza-Yerikho. Soalnya, dalam Deklarasi Prinsip batas itu tak disebutkan. Padahal, arti Yerikho bisa dua: Distrik Yerikho seluas 345 km2, dan Yerikho nama kota, pusat dari distrik itu yang luasnya cuma 25 km2. Pihak PLO menafsirkannya sebagai distrik, sedangkan Israel sebagai kota. Repot. Itu masih ditambah persoalan yang baru belakangan ini muncul: 7.000 pemukim Yahudi di Jalur Gaza dan Yerikho makin hari makin menentang kehadiran PLO, dan pembunuhan orang Palestina di beberapa tempat, dan sebaliknya. Ini membuktikan bahwa kelompok ekstrem di kedua pihak, PLO dan Israel, ternyata belum bisa menerima sepenuhnya Deklarasi Prinsip. Di pihak Israel, partai kanan Likud yang anti perdamaian masih punya pengaruh luas, di tengah suara kaum moderat Yahudi pro perdamaian. Kekuatan Likud belum berkurang, dan sewaktu-waktu masih bisa menjatuhkan pemerintahan Partai Buruh kini. Menurut majalah The Economist, dukungan rakyat Israel terhadap perdamaian, menjelang akhir tahun, menurun. Tampaknya masalah paling rumit menuju perdamaian Palestina- Israel makin jelas. Yakni, kekuatan ekstrem di kedua pihak, yang tak menghendaki perdamaian terwujud. Setiap kelompok itu mencitakan Tanah Palestina hanya untuk mereka sendiri. Lihat peristiwa pekan lalu: tewasnya dua warga Yahudi di dekat permukiman Yahudi Beitunia, Tepi Barat, oleh sekelompok warga Palestina bersenjata. Bintang Merah, milisi bersenjata dari Front untuk Pembebasan Palestina, kelompok radikal Palestina bermarkas di Suriah, juga mengirimkan telegram bahwa mereka baru saja membunuh dua orang warga Yahudi. Menghadapi ancaman ini, Perdana Menteri Yitzhak Rabin menginstruksikan agar setiap bis Yahudi yang menuju Tepi Barat dan Jalur Gaza dikawal dengan sebuah jip militer bersenjata. Sebelumnya Rabin juga mengirimkan ratusan tentara ke Jalur Gaza dan Tepi Barat. Alasannya: mencegah konflik akibat ditundanya penarikan mundur tentara Israel, 13 Desember lalu. Walhasil, bukannya tentara Israel berkurang jumlahnya di Gaza, tapi malah bertambah. Dalam perundingan, berkembang pula soal baru. Terlalu gencarnya para perunding Israel mendiktekan program pembangunan ekonomi di Jalur Gaza dan Tepi Barat menyebabkan para perunding PLO menaruh curiga: jangan-jangan Israel tengah merencanakan "kolonialisme ekonomi". Seorang pengusaha terkemuka Palestina, anggota perunding, memprotes usulan ketua delegasi kamar dagang Israel yang meminta agar lapangan udara dan pelabuhan laut tak usah dibangun, sebab Gaza tak memerlukan kedua sarana transportasi itu. Jawab si pengusaha, seandainya pembangunan itu salah, "Biarkan kami berbuat kesalahan, sehingga kami bisa belajar." Yang kini dicemaskan oleh para pengamat adalah munculnya anggapan negatif terhadap Israel bila pelaksanaan Deklarasi Prinsip tertunda terus. Yakni, munculnya tuduhan bahwa Israel menyetujui perdamaian tanpa melaksanakannya adalah sekadar siasat untuk "mengesahkan" pendudukan Gaza dan Tepi Barat. Agar negara Yahudi ini tak dituding melakukan kolonialisasi yang menyalahi hukum internasional. Bila ini terjadi, dan anggapan itu meluas, pihak PLO tentu tak akan diam. Jalan menuju konflik yang lebih dahsyat terbuka karenanya.DP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum