Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menimbang Sang Pendamping

Obama sudah mengantongi 20 nama calon wakil presiden. Benarkah Hillary Clinton calon wakil presiden ideal?

16 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di lapangan terbang Dulles, di pinggiran Washington, para wartawan yang biasa mengikuti kampanye Senator Illinois, Barack Obama, gigit jari. Kamis malam dua pekan lalu, setelah meliput kampanye Obama di Bristow, Virginia, mereka diminta buru-buru naik pesawat. Katanya, Obama ada janji dengan sebuah televisi lokal Chicago.

Tunggu punya tunggu, hingga pintu pesawat ditutup, calon presiden Partai Demokrat itu tak juga muncul. Yang nongol direktur komunikasi tim sukses Obama, Robert Gibbs. ”Senator Obama punya urusan di Washington. Kita duluan saja,” ujarnya ringan. Para wartawan kecele. Ada berita bagus, tapi mereka malah bergerak menjauhi Washington.

Malam itu Obama bertemu dengan Hillary. Ini pertemuan empat mata pertama setelah pria keturunan Kenya itu mengamankan suara untuk menjadi calon presiden mewakili Partai Demokrat.

Menurut Gibbs, keduanya membahas langkah-langkah menghadapi pemilihan presiden November mendatang. Apa lagi kalau bukan menyatukan kembali pendukung Demokrat yang terbelah sejak Obama dan Hillary Clinton bertarung. Soalnya, menurut survei Gallup, 28 persen pendukung Hillary menyatakan lebih suka memilih McCain ketimbang Obama jika mantan ibu negara itu gugur. Jelas ini perkara besar.

”Mereka bicara di ruang keluarga, berdua, berhadap-hadapan,” cerita Senator California, Dianne Feinstein, yang menjadi tuan rumah malam itu.

Dua hari setelah pembicaraan tertutup itu, Nyonya Clinton mengumumkan dukungannya terhadap Obama. Dia meminta sekitar 18 juta pemilihnya, termasuk komunitas Hispanik, pekerja kulit putih, dan wanita, memberikan suara bagi Obama. ”Saya mohon kalian bekerja keras bersama saya untuk Barack Obama,” ujar Hillary di National Building Museum.

Benar saja. Seusai pernyataan dukungan Hillary, popularitas Obama naik pesat. Survei terbaru Gallup pada 5-9 Juni yang diumumkan Kamis pekan lalu mengatakan Obama unggul 13 poin atas rivalnya dari Partai Republik, John McCain—naik delapan poin dari seminggu sebelumnya.

Banyak pengamat menduga terjadi tawar-menawar posisi calon wakil presiden malam itu. ”Obama, Clinton met for ’unity’ talks,” tulis situs berita CNN.

Obama memang tengah mencari pendamping. Dia telah membentuk tim seleksi wakil presiden beranggotakan Caroline Kennedy, putri mantan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy; mantan Deputi Jaksa Agung Eric Holder; dan mantan CEO Fannie Mae—perusahaan penyedia kredit perumahan—Jim Johnson.

Pekan lalu Johnson dan Holder berkeliaran di Capitol Hill, menemui para sesepuh Demokrat. Mereka berkonsultasi dengan pemimpin mayoritas Senat Harry Reid dan Ketua Dewan Nancy Pelosi.

Senator North Dakota, Ken Conrad, yang juga diajak bicara oleh Johnson dan Holder, mengatakan Obama sudah mengantongi 20 calon dari tiga kelompok: pejabat penting, mantan anggota Senat, serta mantan pejabat tinggi militer. Tapi Conrad menolak menyebut nama. ”Sebagian besar telah disebut-sebut media,” ujarnya. ”Hanya beberapa yang di luar perkiraan.”

NBC News mengatakan salah satu nama di kantong Obama adalah bekas komandan NATO, Jenderal James Jones. Beberapa pengamat Demokrat menyarankan Obama memilih mantan pejabat militer. Menurut mereka, itu untuk menghadang McCain. Senator dari Arizona itu belakangan mulai menyerang visi politik luar negeri Obama yang, menurut dia, ”lunak” terhadap teroris. Calon dari militer juga diharapkan menambah kredibilitas Obama saat berdebat dengan McClain soal Irak nanti.

Dari barisan militer, turut bersaing pula Wesley Clark, bekas komandan NATO. Clark pada 2004 pernah mencalonkan diri sebagai presiden, tapi gagal.

Selain itu, di media Amerika beredar nama Tom Daschle, eks pemimpin mayoritas Senat dari South Dakota; John Edwards, yang pernah menjadi calon wakil presiden pada kampanye 2004; lalu Senator Jim Webb dari Virginia; Senator Joseph Biden dari Delaware; Gubernur New Mexico Bill Richardson; Gubernur Pennsylvania Ed Rendell; dan Gubernur Kansas Kathleen Sebelius. Senator Indiana Evan Bayh dan Wali Kota New York Michael Bloomberg maju sebagai calon independen, baik untuk berpasangan dengan Obama maupun McCain.

Toh, kubu Demokrat tampaknya lebih nyaman jika Obama memilih Hillary. Robert Johnson, pendiri Black Entertainment Television, misalnya, mengaku telah menulis surat kepada Kaukus Hitam—kelompok anggota Kongres berkulit hitam—agar mendesak Obama memilih Hillary.

Apalagi Hillary kabarnya sudah menyatakan kesediaannya mendampingi Obama. ”Jika Obama memintanya, dia siap,” ujar Senator New York, Charles Schumer, salah satu pendukung setia mantan ibu negara itu, kepada jaringan televisi ABC.

Jimmy Carter, bekas presiden dari Demokrat, sebaliknya, menentang keras. ”Keliru besar jika Obama memilih Hillary,” ujar Carter kepada koran Inggris, Guardian. ”Hanya akan menumpuk aspek negatif dari mereka berdua.”

Pendukung Obama, di lain pihak, khawatir Hillary ”membawa masuk” pengaruh mantan presiden Bill Clinton ke pemerintahan. Ini akan menyulitkan Obama jika lolos ke Gedung Putih.

Tentu saja keputusan akhir ada di tangan Obama dan tim seleksinya yang baru saja kehilangan Johnson. Johnson, yang juga bekerja untuk Walter Mondale pada 1984 dan John Kerry pada 2004, mundur Kamis pekan lalu gara-gara Wall Street Journal memberitakan skandal pinjaman dana kredit perumahannya dari Countrywide Financial Corp. lebih dari US$ 2 juta pada 1990-an. Dia dituding bermain mata dengan pemimpin Countrywide sehingga mendapat bunga yang sangat rendah.

Tapi, dengan atau tanpa Johnson, Obama bertekad segera merampungkan daftar singkat (short list) kandidat wakil presiden. Dan soal Hillary, Obama memberikan isyarat: ”Siapa pun calon presidennya, dia pasti akan masuk short list.”

Philipus Parera (BBC, AP, CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus