Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERINGATAN kemerdekaan Amerika Serikat ke-236 pada 4 Juli tahun ini punya arti istimewa bagi Presiden Barack Hussein Obama II. Selain memang hari itu merupakan simbol kemenangan warga Abang Sam atas kolonialisme Inggris, Rabu pekan lalu juga hari ulang tahun ke-14 putri sulungnya, Malia Obama. "Ini hari istimewa untuk kita semua, dan Amerika akan terus semakin kuat," kata Obama mengawali pidato di Gedung Putih, Rabu pekan lalu.
Tapi masih ada satu hal yang menambah kegembiraan Obama. Harga bahan bakar minyak di Amerika Serikat, yang selama ini bertengger pada US$ 4 per galon, pada April lalu turun menjadi US$ 3 per galon–menjelang peringatan 4 Juli. Penurunan harga minyak ini diikuti turunnya harga berbagai barang, yang sebelumnya membubung akibat krisis ekonomi yang mendera Amerika.
Penurunan harga minyak bumi ini merupakan respons atas kampanye Obama tentang kebijakan energi yang pertama kali dipublikasikan pada Maret lalu di depan Kongres. Popularitas Obama–yang akan menghadapi pemilihan presiden pada November mendatang–meningkat. Sedangkan pamor pesaing terberatnya dari Partai Republik, Willard Mitt Romney, yang selama ini menghajar Obama melalui kebijakan energinya, merosot.
Namun ada suara sumbang di tengah kemenangan Obama. Presiden kulit hitam pertama Amerika itu dituding mengadopsi prinsip tokoh dari kubu musuh bebuyutan partainya, Dick Cheney, dalam kebijakan energi. Michael T. Klare adalah orang pertama yang mengemukakan tudingan itu. Sebagai ahli studi pertahanan dan perdamaian, Klare punya penjelasan. Pernyataan itu kemudian meluas dan menjadi bahan gunjingan di dalam tubuh Partai Gajah—lambang Partai Demokrat Amerika. "Obama mengaku ingin membuat dunia lebih damai. Namun, bila dia mengadopsi prinsip Cheney dalam kebijakan energi, yang akan terjadi sebaliknya," ujar salah seorang sumber di Partai Demokrat yang dikutip CBSNews.
Lalu apa sebenarnya prinsip yang diterapkan Obama dalam pengelolaan energi? Pertama, meningkatkan penggunaan minyak dari sumber dalam negeri pada tahap harga berapa pun untuk mengurangi ketergantungan pada negara lain. Kedua, mengontrol penuh aliran minyak dari Teluk Persia. Ketiga, mengawasi jalur laut perdagangan minyak dan gas di Asia. Keempat, membantu mempromosikan diversifikasi energi di Eropa. "Itu adalah langkah yang sama dengan apa yang disarankan Cheney pada 2001," ujar Romney.
Dalam rentang pemerintahan George W. Bush, Cheney—ketika itu menjabat wakil presiden—memang menjalankan keempat prinsip itu. Cheney terbukti meningkatkan konsumsi minyak dari sumber dalam negeri. Dalam menerapkan prinsip kedua, yaitu mempertahankan dominasi atas aliran minyak di Teluk Persia, Amerika melakukan dua kali perang dan satu kali invasi atas Irak pada 2003. Angkatan bersenjata Abang Sam juga mencengkeram Selat Hormuz, yang mengalirkan 35 persen minyak yang diperdagangkan di dunia saban hari.
Serangan Republik terhadap Obama soal kebijakan energi ini bukan yang pertama kali. Tudingan sama pernah dilontarkan di awal pemerintahan Obama pada 2008. "Dulu di Senat beredar rancangan undang-undang tentang energi yang cuma menguntungkan perusahaan minyak. Sponsornya George W. Bush dan Dick Cheney. Anda tahu siapa yang mendukungnya? Orang itu," kata senator senior dari Arizona, John Sidney McCain III, sambil mengarahkan telunjuknya ke Obama kala itu.
Benarkah Obama menjadi dekat dengan Cheney? Yang menarik adalah penjelasan Cheney ketika diwawancarai NBC. Cheney menyebutkan Obama mulai memahami perbedaan antara jadi kandidat dan setelah jadi presiden. Sebab, setelah memerintah, seorang presiden tetap harus memutuskan untuk berperang dan bertindak keras. Cheney mencontohkan perang terselubung di Afganistan dan masih tetap berfungsinya Guantanamo—penjara yang dijanjikan Obama akan ditutup. "Saya pikir dia mulai paham tak akan mampu menutup Guantanamo. Sebab, tetap harus ada tempat menahan para teroris yang ingin membunuh warga Amerika," ujar Cheney.
Cheney, yang pada 2009 memiliki pandangan bertolak belakang dengan Obama, dalam wawancara itu malah mendukungnya. Namun Obama tak panik. Ia hanya tersenyum kala media menyebutnya menjadi "mirip" Cheney—politikus yang dijuluki sebagai pembuat masalah bagi Amerika oleh kubu Clinton akibat politik luar negerinya yang mengobarkan perang di mana-mana.
DULU hidup bagi Richard Bruce Cheney, 71 tahun, adalah momentum penuh hura-hura. Wakil Presiden Amerika Serikat ke-46 yang mengabdi semasa kepemimpinan George W. Bush ini pernah sesumbar bakal mengumbar perilaku setan dalam dirinya. Ia doyan melahap semua makanan berlemak, sembari menenggak minuman beralkohol, ditemani tiga bungkus rokok saban hari. Hasilnya, empat kali serangan jantung nyaris membunuh Cheney. Sejak 2001, lelaki kelahiran Nebraska ini menggantungkan hidupnya pada alat pacu jantung yang ditanam di dada kiri.
Cheney itu bencana. Penilaian ini bergulir di hampir setiap benak lawan politiknya, terutama dari kubu Partai Demokrat. Tidak hanya di dalam negeri, musuh Cheney tersebar di luar negeri. Di Irak, jangan ditanya, Cheney dianggap iblis pencabut nyawa. Pada Desember 2010, Badan Antikorupsi Nigeria menyeret Cheney ke pengadilan dengan tuduhan penyuapan untuk memuluskan proyek eksplorasi minyak dan gas perusahaan yang dipimpinnya, Halliburton, yang bermarkas di Houston, Texas. Namun peradilannya tidak pernah berlanjut. "Itu membuktikan saya tidak pernah benar-benar bersalah," ujarnya sesumbar.
Cheney adalah tokoh Amerika yang paling bertanggung jawab atas kebijakan global "Perang Melawan Teror" yang digulirkan setelah serangan 11 September 2001. Belum lagi soal pendirian penjara Guantanamo dan tempat-tempat tahanan rahasia lain lengkap dengan metode penyiksaannya. Dalam sebuah wawancara dengan Washington Times beberapa waktu lalu, Cheney mengakui secara pribadi merestui teknik interogasi dengan penyiksaan terhadap tahanan teroris. "Saya merasa nyaman dengan apa yang telah kami lakukan. Saya kira itu adalah hal yang benar," kata pria yang pernah berkarier di Pentagon semasa Presiden Nixon itu.
Sudah lama Cheney tak lagi aktif bekerja. Terakhir, sebelum menjadi birokrat, ia chief executive officer di perusahaan minyak dan gas Halliburton Company—sejak 1995 hingga 2000. Sebelumnya, Dresser-Rand and Ingersoll Dresser Pump Company, perusahaan kontraktor perbaikan kilang minyak di Irak, menjadi perusahaan satelit Cheney dalam mengeruk harta. Belakangan, setelah tidak lagi menjadi pejabat, bersama anaknya, Mary Cheney, ia mendirikan sebuah perusahaan konsultan intelijen yang kerap memberi kritik terhadap kebijakan pemerintah Obama.
Kini Cheney dalam masa pemulihan seusai operasi cangkok jantung di Rumah Sakit Fairfax, Virginia, akhir Maret lalu. Dengan suara parau, di depan mahasiswa di Washington Center, ia memuji-muji keluarga donor jantung yang memberinya kesempatan hidup kedua. "Ini hadiah yang sulit dipercaya," ujar Cheney bersyukur.
Toh, Cheney tak pernah dianggap sepi dalam politik Amerika. Benar mungkin pendapat istri Bill Clinton yang kini menjabat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton. Dia menyebutkan politik Cheney adalah politik yang membius, melenakan, dan menghancurkan. Hingga kapan pun, Cheney akan selalu diperhitungkan dalam kehidupan politik Amerika. Sebab, dia sudah banyak menelurkan karya dan gagasan.
Sandy Indra Pratama (Mother Jones, Time, New Yorker)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo