Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Beringin di Sepanjang Jalur

PON XVIII di Riau proyek orang Golkar. Miliaran rupiah diguyurkan ke Senayan.

9 Juli 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK menghuni sel Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru, Eka Dharma Putra, yang supel, berubah jadi pemurung. Eva Nora, pengacaranya, sampai kesulitan berbicara dengan sang klien. "Dia banyak diam dan menghindari orang," kata Eva, Jumat pekan lalu.

Eka, terdakwa kasus suap anggaran Pekan Olahraga Nasional XVIII di Riau, dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi pada 3 April lalu. Eva Nora bercerita, kliennya kini hanya mau berbicara dengan anak-istrinya. Di dalam bui, Eka juga jarang menyentuh makanan. "Berat tubuhnya menyusut," kata Eva.

Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dinas Pemuda dan Olahraga Riau itu diringkus bersamaan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau, M. Faisal Aswan, dan pegawai PT Pembangunan Perumahan bernama Rahmat Syahputra. Dari tangan mereka, KPK menyita uang Rp 900 juta.

Eka disangka ikut menyuap anggota Dewan Riau supaya merevisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pengikatan Anggaran Kegiatan Tahun Jamak untuk Pembangunan Venues pada Kegiatan PON Riau. Peraturan itu payung hukum cairnya dana Rp 382,9 miliar untuk membangun tujuh venue cabang olahraga, termasuk lapangan tembak, yang mangkrak.

Kasus lalu merembet ke mana-mana. Sejumlah nama mencorong, termasuk Gubernur Riau Rusli Zainal, terseret ke dalam pusaran. "Wajar bila Eka tertekan," kata Eva. Menurut sang pengacara, kliennya hanya menjalankan perintah atasannya, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas, untuk mengantarkan duit kepada Faisal.

Khawatir Lukman Abbas juga mendadak bungkam, KPK menerbangkan sang Kepala Dinas ke Jakarta. Lukman, yang baru belakangan dijadikan tersangka kasus suap tersebut, ditahan di Rumah Tahanan KPK di Jakarta. "Demi keamanan tersangka dan mencegah kemungkinan ada intervensi," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.

Lukman adalah mata rantai yang menghubungkan Pekanbaru dan Jakarta. Pria ini berulang kali mengantar Rusli Zainal ke Jakarta untuk melobi anggaran tambahan PON. Dari pengakuannya, muncul nama Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto, dan anggota Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat, Kahar Muzakir.

Ketika diperiksa penyidik, Lukman mengatakan pernah diajak Rusli Zainal ke rapat penambahan anggaran PON Riau di kantor Agung. Setelah anggaran PON membengkak, Gubernur Rusli menengadahkan tangan ke pemerintah pusat. Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 hanya menambal sebagian kebutuhan dana. Kas daerah tak cukup gemuk.

Panitia PON masih tekor Rp 296 miliar dari sekitar Rp 1,6 triliun yang dibutuhkan. Rusli kemudian mengajukan dana itu ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012 dibahas pada 2011, tapi tak disetujui Jakarta. Kesempatan kembali terbuka ketika DPR membahas APBN Perubahan 2012 sepanjang Maret-April lalu.

l l l

SEBAGAI kader Beringin, Rusli—Ketua Bidang Hubungan Eksekutif dan Yudikatif Golkar—menggunakan jalur partai untuk melobi Jakarta. Itu sebabnya, ia merapat ke Agung, yang juga Wakil Ketua Umum Golkar. Bukan kebetulan, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang dipimpin Agung membawahkan Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Sumber Tempo bercerita, Rusli meminta Agung membicarakan persoalan PON dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Agung lalu mengundang Andi mengikuti rapat di kantornya. Salah satu rapat digelar pada 3 April lalu. Dalam rapat itulah Lukman hadir.

Untuk makin memuluskan anggaran, Rusli juga meminta tolong politikus Beringin di Senayan. Pada Februari-Maret lalu, ia mengajak Lukman menemui Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto. Politikus Golkar lain yang juga hadir dalam pertemuan di ruangan Setya adalah Kahar Muzakir. Kahar dikabarkan bertemu dengan Rusli dan Lukman di sebuah hotel di Jakarta, juga untuk membicarakan anggaran PON.

Lobi Rusli tak sia-sia. Pada April, DPR dan Kementerian Pemuda dan Olahraga setuju mengucurkan duit tambahan. Tapi jumlahnya tak seperti permintaan awal. Dari Rp 300 miliar, anggaran yang disetujui hanya Rp 150 miliar. Belakangan direvisi lagi jadi tinggal Rp 100 miliar.

Menurut seorang anggota Komisi Olahraga, pembahasan anggaran tambahan PON Riau di Senayan tak menemui rintangan. Ini berbeda dengan pembahasan proyek pusat pendidikan dan latihan olahraga nasional Bukit Hambalang. Hingga pembahasan APBN Perubahan berakhir, tanda bintang pada anggaran Hambalang tahun ini, yang sebesar Rp 570 miliar, tak dicabut.

Dalam rapat Komisi, anggota dari Golkar berulang kali meyakinkan semua anggota Komisi untuk menyetujui anggaran PON. Ketimbang mencairkan anggaran Hambalang, kata dia, lebih baik menambah duit buat PON Riau. "Hambalang kan sedang bermasalah, sedangkan PON mendesak," kata politikus itu, ditirukan sumber tadi.

Andi Mallarangeng tak menyangkal pernah datang berapat di kantor Agung. Menurut dia, rapat itu digagas Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat untuk mengkoordinasi persiapan PON Riau. Sejumlah pejabat hadir, termasuk Rusli. "Ada pembahasan tentang anggaran PON," katanya.

Dalam rapat, kata Andi, Rusli awalnya meminta tambahan anggaran sebesar Rp 296 miliar. Setelah dibahas lagi di Komisi Olahraga, yang disetujui itu tadi, Rp 100 miliar. Kementerian Pemuda dan Olahraga masih menahan anggaran tersebut. Sebab, kata Andi, Pengurus Besar PON Riau—penyelenggara PON—belum menyerahkan perincian penggunaan anggarannya.

Setelah diperiksa KPK, pada Jumat dua pekan lalu, Setya Novanto dan Kahar Muzakir menyatakan tak tahu-menahu soal penambahan anggaran PON. "Saya tidak ada hubungan sama sekali dengan masalah PON Riau," katanya. Kahar malah lebih irit bicara. "Saya ditanyai KPK soal PON Riau," ujarnya sambil berlalu dari gedung KPK.

Rudi Alfonso, pengacara mereka, mengatakan pemeriksaan Setya dan Kahar semata-mata karena pengakuan Lukman Abbas. Menurut Rudi, keduanya tak pernah bertemu dengan Lukman Abbas. Adapun Agung membenarkan pernah menggagas rapat koordinasi soal PON Riau di kantornya, yang dihadiri Rusli. "Tidak ada permintaan anggaran," kata Agung setelah diperiksa KPK pada Jumat pekan lalu. "Yang ada, permintaan realisasi anggarannya yang lambat."

l l l

FAKTA demi fakta terurai di persidangan kasus suap PON Riau di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru. Dalam surat dakwaan Eka Dharma Putra dan Rahmat Syahputra, peran Rusli Zainal terang-benderang.

Pagi sebelum rapat di kantor Agung bersama Menteri Andi Mallarangeng, kata jaksa, Rusli menelepon Lukman Abbas untuk mengabulkan permintaan "uang lelah" anggota Dewan Riau yang akan menyetujui revisi Peraturan Daerah Nomor 6. Lukman, juga lewat telepon, kemudian meneruskan pesan Rusli kepada Eka Dharma Putra. Ia meminta Eka berkoordinasi dengan Rahmat Syahputra.

Singkat cerita, uang Rp 900 juta—dari Rp 1,8 miliar yang dijanjikan—dikumpulkan Rahmat dari tiga perusahaan penggarap proyek PON, yakni PT Pembangunan Perumahan, PT Wijaya Karya, dan PT Adhi Karya. Duit kemudian diserahkan kepada Faisal, anggota Dewan Riau dari Golkar, di kediaman Faisal. Saat itulah KPK menangkap Eka, Rahmat, dan Faisal sekaligus.

Tak cuma "mengguyur" Dewan Riau, Rusli juga diduga memerintahkan Lukman Abbas "menyiram" Senayan. Menurut manajer proyek pembangunan Stadion Utama Riau dari PT Adhi Karya, Diki Aldianto, pada 24 Februari lalu, ia mengantarkan duit Rp 3,6 miliar dari Adhi Karya kepada Lukman Abbas, yang telah menunggu di Jakarta.

Duit berpindah tangan di Hotel Sheraton. "Saya melihat sendiri uang itu ketika diserahkan," kata Diki saat bersaksi di Pengadilan Pekanbaru, Kamis pekan lalu. Bagaimana duit sampai ke Senayan, ini masih gelap. Lukman Abbas belum bisa ditemui. Yang jelas, kata Diki, ketika penyerahan duit di Sheraton, Lukman mengatakan akan langsung meneruskannya ke anggota DPR.

Menurut Diki pula, tiga perusahaan yang berkongsi menggarap proyek Riau sekurang-kurangnya telah mengucurkan Rp 9 miliar agar anggaran PON cair. Duit itu, kata dia, disetorkan kepada Rusli Zainal, Lukman Abbas, DPRD Riau, dan DPR. Diki ingat, Rusli kebagian Rp 500 juta. Duit diantar seorang pegawai Adhi Karya bernama Nafsawir ke rumah dinas Rusli di Jalan Diponegoro, Pekanbaru, pada 23 Februari–sehari sebelum ia bertemu dengan Lukman di Jakarta.

Duit itu, kata Diki, diterima ajudan Gubernur bernama Hendra. Adapun fulus untuk Lukman Abbas ia antarkan sendiri pada hari yang sama. "Jumlahnya tujuh ratus juta," katanya. Dalam pertemuan itulah Lukman meminta pelicin untuk DPR, yang akan diserahkan keesokan harinya di Jakarta.

Belakangan, DPR menyetujui tambahan PON Rp 100 miliar. Pembahasan di Komisi Olahraga, ya itu tadi, amat mulus. Anggota Komisi Olahraga dari Golkar, Zulfadhli, mengatakan tak mengetahui pelicin untuk anggaran PON. "Anggaran disepakati Komisi dan dibahas secara terbuka, kok," katanya.

Rusli Zainal belum bisa ditemui. Didatangi ke kantornya pada Jumat pekan lalu, seorang pegawai mengatakan Rusli sedang di Jakarta. Setelah diperiksa KPK pada awal Mei lalu, ia membantah kecipratan duit proyek PON dan memerintahkan anak buahnya menyuap anggota Dewan. "Hari itu saya sedang di Jakarta, lagi rapat di Kemenkokesra," katanya.

Yang menarik, ketika Eka, Rahmat, dan Faisal digulung di Pekanbaru, KPK melakukan operasi serupa di Jakarta. Lukman Abbas dikabarkan membawa Rp 500 juta untuk diserahkan kepada seorang pejabat. Terhalang hujan lebat dan macet pada malam itu, KPK membatalkan operasi. Belum jelas apakah duit sampai ke tangan pejabat yang dimaksud.

Agung, yang hari itu bertemu dengan Rusli dan Lukman, menyatakan tak pernah menerima "titipan" dari keduanya. Menurut Agung, ia bahkan tak tahu Lukman datang ke kantornya pada 3 April itu. "Pak Rusli kalau datang tidak sendirian," ujarnya. "Dia pasti bawa stafnya."

Anton Septian, Rusman Paraqbueq, Febriyan, Ira Guslina (Jakarta), Jupernalis Samosir (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus