Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menjelang pasar bersama asean ?

KTT Asean resmi dibuka di Singapura. Vietnam dan laos dilibatkan menjaga keamanan. Selain itu, diputuskan dalam deklarasi 16 halaman soal reduksi tarif. Konsep Zopfan segera direalisir.

1 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUNIA berubah, ASEAN tampaknya juga harus berbenah. "Kami tak mungkin bertahan di posisi lama, bila tak ingin ketinggalan zaman," kata Perdana Menteri Goh Chok Tong, ketika bertemu Presiden Soeharto dan Sultan Bolkiah, sehari sebelum KTT ASEAN resmi dibuka. Maka, sebuah sikap baru dihasilkan dari KTT keempat ini. Keenam negara ASEAN sepakat menerima negeri sosialis Vietnam dan Laos untuk ikut bertanggung jawab atas keamanan ASEAN. Padahal dulu, 1967, salah satunya yang mendorong terbentuknya ASEAN adalah membendung komunisme. Hal ini ditekankan oleh Soeharto pada pertemuan tak resmi dengan Goh dan Bolkiah itu. Ikutnya Vietnam dan Laos dalam perjanjian keamanan ASEAN, kata Presiden Soeharto, akan menambah mantap perdamaian dan stabilitas kawasan ini. Di samping soal Vietnam, hal lain yang diputuskan dalam deklarasi 16 halaman pekan ini adalah soal reduksi tarif. Ini untuk memungkinkan terciptanya kawasan perdagangan bebas ASEAN, yang diharapkan bisa terwujud nanti, tahun 2008. Mungkin semacam Pasar Bersama Eropa, nantinya. Usulan soal pengaturan tarif bea masuk untuk perdagangan antarnegara ASEAN itu datang dari Indonesia. Pada dasarnya, perjanjian ini sama dengan yang disepakati di Singapura dalam pertemuan ASEAN yang lalu. Disepakati sejumlah barang tertentu bisa diperdagangkan di antara negara ASEAN dengan tarif bea masuk paling tinggi lima persen, bahkan nol. Termasuk ke dalamnya adalah 16.000 jenis barang. "Ada tiga kelompok besar, yakni produk pertanian yang sudah diolah, barang modal, dan hasil industri yang bea masuknya dikorting kalau diperdagangkan antarnegara ASEAN," kata Menko Ekuin Radius Prawiro, yang memimpin delegasi Indonesia pada persidangan menteri-menteri ekonomi. Tekstil, minyak sayur, barang elektronik, semen, adalah beberapa komoditi yang masuk daftar. Persetujuan ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari tahun depan. Memang, di samping barang kebutuhan sehari-hari, kebanyakan dari 16.000 barang itu tidak biasa diperdagangan di ASEAN, umpama saja mobil salju. Bisa jadi, dengan saling memberi diskon tarif, perdagangan antarnegara ASEAN akan semakin mulus. Sampai akhir 1989, perdagangan antarnegara ASEAN yang termasuk kerja sama ekonomi hanya senilai kurang dari US$ 600 juta. Jumlah itu cuma lebih dari 3% dari seluruh perdagangan antarnegara ASEAN. Mulusnya kerja sama di bidang ekonomi ini bukannya tanpa batu sandungan. Ganjalan utama ada pada usulan Malaysia tentang kerja sama yang lebih luas, mencakup kawasan Asia Timur dengan menunjuk Jepang sebagai pemegang peran utama. Ide inilah yang dikenal sebagai East Asian Economic Caucus (EAEC). Ide Perdana Menteri Mahathir Mohamad ini sebenarnya bukan barang baru, sudah dilontarkan pada Desember 1990, saat PM Cina Li Peng berkunjung ke Kuala Lumpur. Ide ini juga sudah berulang kali dikemukakan Mahathir dalam berbagai forum internasional, dan kali ini disodorkan dalam KTT agar bisa diadopsi sebagai usulah bersama ASEAN. Dari semula, gagasan Mahathir sudah terlihat tak akan berjalan mulus. Amerika Serikat adalah penentang utama, karena kalau betul berjalan, jelas akan menempatkan Amerika pada posisi yang bertentangan langsung dengan Jepang pada perdagangan dunia yang semakin terkotak-kotak. Menteri Luar Negeri Amerika James Baker berulang kali menyatakan, "Kami tak akan menoleransi kelompok atau forum yang membuat kami berada di pihak yang berbeda dengan Jepang." Jepang, yang juga ditekan Amerika, akhirnya juga terlihat tak berminat pada gagasan ini. Di dalam ASEAN sendiri gagasan ini mengundang kontroversi. "Tapi mereka sungkan lantas Indonesia yang dilobi agar berbicara," kata seorang anggota delegasi Indonesia. Itu sebabnya, pertentangan yang muncul ke permukaan seolah menjadi perdebatan antara Indonesia dan Malaysia. Sebelum masuk ke KTT, ide Mahathir ini juga sempat digosok di sanasini sejak pertemuan menteri-menteri ekonomi ASEAN di Kuala Lumpur, Oktober 1991. Namanya, misalnya, sempat diubah. Tadinya akan disebut East Asian Economic Group, kemudian kata group diubah menjadi caucus. "Itu bukan sekadar perubahan nama," kata seorang menteri Indonesia. Dengan bentuk kaukus, kelompok ini hanya akan menjadi semacam forum diskusi dan tak menjurus ke arah blok perdagangan. Indonesia mengusulkan agar kaukus ini berada dalam kerangka yang lebih luas, forum kerja sama Asia Pasifik, di mana Amerika juga masuk. "Ini akan membuat semua pihak tak merasa dimusuhi. Jepang pun bisa berubah pandangan dan bersedia masuk," kata sumber TEMPO. Namun, sampai saat terakhir usulan ini tak disetujui Malaysia. Dalam perundingan tingkat menteri, tak diperoleh jalan keluar. Meskipun demikian, menurut seorang pejabat Departemen Luar Negeri Indonesia, EAEC tetap menjadi agenda dalam pembicaraan tingkat kepala negara. Ini adalah hal yang tidak lazim, ada soal yang belum tuntas tapi dibawa ke tahap tertinggi dalam persidangan. "Persoalannya sudah menjadi politis, supaya tak ada pihak yang kehilangan muka," kata pejabat tadi. Kesimpulannya, persoalan ini tak akan selesai dalam KTT kali ini. Dalam deklarasi hanya disebut-sebut perlunya konsultasi antarnegara kawasan Asia Timur. Tampaknya, Malaysia harus puas dengan kompromi ini. Paling tidak isu EAEC belum mati, dan masih bisa dihidupkan dalam persidangan ASEAN berikutnya. Kata Menlu Malaysia Abdullah Ahmad Badawi kepada para wartawan, "Itu tak lagi menjadi masalah, tak ada lagi kontroversi." Di luar soal ekonomi dan soal Vietnam, adalah kesepakatan untuk segera merealisasi Zone of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN) sebagai doktrin bersama ASEAN. Maklum, sejak pertama kali diperkenalkan pada 1971, sampai sekarang perjanjian untuk menjadikan kawasan ASEAN sebagai kawasan damai, bebas, dan netral itu masih berupa draft yang belum jelas kapan akan dijadikan dokumen yang sah. Di sini pun semula sempat ada pemikiran baru, antara lain dari Filipina, yang mempertanyakan apakah ZOPFAN masih relevan di tengah suasana dunia yang sudah sangat berubah. Ketika pertama kali diperkenalkan, ZOPFAN memang dimaksudkan untuk menjaga agar kawasan ini bebas kekuatan besar dunia yang saat itu sedang berebut pengaruh. Itu sebabnya, muncul pemikiran agar ZOPFAN diganti dengan bentuk kerja sama baru yang lebih luas, dengan melibatkan banyak negara besar. Ide ini tampaknya kurang berkenan buat Indonesia. "Untuk kerja sama keamanan keluar, ASEAN sudah memiliki cukup banyak saluran," kata Menteri Alatas. Saluran yang dimaksud Alatas antara lain adalah dialog rutin yang diadakan tiap tahun antara ASEAN dan tujuh negara yang disebut mitra dialog. Bagi Indonesia, kerja sama keamanan yang melibatkan negara besar bisa jadi bakal terasa kurang nyaman. Maklum, di Jakarta November nanti akan ada KTT Gerakan NonBlok yang juga sekaligus menobatkan Indonesia sebagai ketua. Itu juga sebabnya, ketika muncul usulan Singapura dan Muangthai agar negara-negara besar dilibatkan dalam kerja sama keamanan ASEAN lewat perjanjian kerja sama keamanan sebagaimana Vetnam dan Laos, Indonesia juga kurang srek. Mungkin hal yang sangat positif dalam deklarasi Singapura adalah tak disebut-sebutnya lagi berbagai hal yang bisa menjadi ganjalan dalam ASEAN. Dan yang paling penting, itu tadi, ASEAN pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan dunia. Yopie Hidayat (Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus