Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menuju perang rasial ?

Sejak diberlakukannya keadaan darurat, ribuan orang telah ditangkap & banyak yang tewas. tampak akan menuju ke perang rasial. di belakang pemerintah berdiri j.p. coetzee siap membantai para pembangkang. (ln)

3 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM waktu seminggu sejak pemberlakuan keadaan darurat, jumlah orang yang ditahan melonjak cepat. Dari 800 jadi 1.000, Ialu 1.100, terakhir 1.205. Seluruhnya orang hitam. Jumlah yang tewas - juga hitam - tercatat 19 orang. Tapi ketertiban tidak kunjung ada di Afrika Selatan. Dalam nada putus asa, Uskup Agung Desmond Tutu berkata, "Pemerintah negeri ini tidak tahu bagaimana mesti berhadapan dengan oposisi hitam. Ia sendiri melihat bagaimana tindak kekerasan polisi justru menyulut kekerasan di kalangan masyarakat hitam. Di Kampung Duduzu, misalnya, seorang warga hitam babak belur dipukuli karena dicurigai sebagai mata-mata polisi. Kebetulan sekali Uskup Tutu berada di situ, hingga orang malang itu terselamatkan dari hukuman bakar hiduphidup. Mengerikan? Memang itulah yang bisa saja terjadi dan semakin menghantui. "Jika suamimu polisi, hidupmu bagaikan burung, tidak pernah bisa tidur," begitu kata Victoria Gasela, wanita hitam yang suaminya berdinas di kepolisian. Karena profesi itu, rumahnya hampir saja dibakar orang. Dalam pelaksanaannya, keadaan darurat justru memacu kerusuhan. Di tengah-tengah suasana yang serba tidak aman itu, dubes Prancis untuk Afrika Selatan, Pierre Boyer meninggalkan Pretoria. Ini dilakukannya atas instruksi dan Paris, sebagai pernyataan protes terhadap pemberlakuan keadaan darurat. Norwegia, Swedia, dan Denmark memuji sikap Prancis itu. Sebaliknya, Jerman Barat cenderung memihak Inggris yang berpendapat, sanksi apa pun tidak akan efektif. Sikap pasif ini erat kaitannya dengan investasi Jerman Barat di Afrika Selatan, yang jumlahnya lima kali lebih besar (US$ 60 juta) ketimbang investasi Prancis di sana. Seperti Inggris, AS condong pada diplomasi teduh sembari menunggu Pretoria berubah sikap. Kedua negara itu, Jumat pekan lalu, memveto seruan Dewan Keamanan PBB agar tiap negara angota PBB memberlakukan sanksi sukarela - maksudnya sanksi apa saja - terhadap Afrika Selatan. Sekalipun main veto, tak urung pasar saham guncang. Nilai saham Afrika Selatan merosot tajam, begitu pula nilai tukar mata uang rand. "Rand merupakan satu-satunya mata uang yang kini merekam gejolak politik," sindir seorang pedagang valuta asing di London. Pengusaha asing umumnya gelisah memikirkan bagaimana menarik uang mereka dari Afrika Selatan. "Pasar uang menunjukkan seolah-olah boikot finansial sedang terjadi," kata sumber bank di Frankfurt. Tajuk surat kabar The New York Times meramalkan, "Afrika Selatan sedang menuju ke sebuah bentrokan bersejarah . . . ke sebuah perang rasial . . . dan tidak banyak yang bisa dilakukan dunia beradab untuk mencegahnya." Apakah situasi sudah teramat parah seperti yang dicemaskan lewat tajuk itu? Tampaknya memang begitu. Di mata Desmond Tutu, pemuda hitam radikal sudah bertekad menghancurkan apartheid lewat kekerasan. Katanya, mereka menolak jalan damai, dan celakanya pemerintah bersikap sama. Dan di belakang pemerintah minoritas putih itu berdiri dengan gagahnya Letjen Johann P. Coetzee, bekas komandan satuan polisi rahasia dan ahli gerakan komunisme internasional. Sejak pemberlakuan keadaan darurat, Coetzee memegang kontrol penuh di Afrika Selatan. Terhadap perusuh ia tidak kenal kompromi. Praktek kekejaman yang dilakukan 44.000 anak buahnya justru dinilai "terlalu kasar" oleh warga putih. Tapi Coetzee, sarjana ilmu politik dan sejarah ini, berkata, "Saya cuma menjalankan undang-undang yang ditetapkan Dewan Perwakilan. Saya polisi, bukan politisi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus