TERSENYUM lebar, Presiden Ronald Reagan sengaja mengutip pepatah Cina "hu jing hu hui" ketika berbincang-bincang dengan presiden RRC Li Xiannian di Gedung Putih, Rabu pekan lalu. Arti pepatah itu adalah "saling menghor-mati, saling mendatangkan keuntungan", cocok untuk suasana persahabatan Amerika-Cina yang tampaknya kian maju. Betapa tidak. Satu tonggak bersejarah sudah dilewati ketika Reagan menyetujui kontrak penjualan teknologi nuklir kepada RRC, sehari sebelum pertemuan dengan Li. Bisnis nuklir itu meliputi US$ 5 milyar dan melibatkan 15 perusahaan Amerika. Dengan kunjungan Li, bisnis itu memperoleh bobot politik tertentu, hasil perjuangan keras selama 15 bulan. Sekarang Reagan dan Li boleh bangga atau setidaknya merasa lega. Lewat kontrak nuklir itu terjaminlah program modernisasi RRC dan terpastikan pula keuntungan besar bagi AS. Semula transaksi yang dirintis Reagan lewat kunjungannya ke RRC tahun lalu hampir saja buyar. Padahal, Prancis sudah lebih dulu memenangkan kontrak pembuatan dua reaktor nuklir dekat Kanton, sedangkan Jerman Barat akan membangun satu reaktor nuklir di Shanghai. Sekarang, dalam semangat "hu jing hu hui", terobosan yang dilancarkan Deng Xiaoping lewat politik pintu terbuka semakin jelas arahnya. Dan terobosan itu tidak saja ke AS, tapi juga ke Uni Soviet. AwalJuli lampau, di Moskow, Wakil PM Yao Yilin menandatangani persetujuan kerja sama ekonomi Sino-Soviet, suatu sukses lain dalam proses rujuk kedua negara. Di situ tercantum kesepakatan bahwa menjelang tahun 1990 volume dagang akan dilipatduakan, sedangkan kerja sama ekonomi lima tahun mendatang akan mencapai US$ 14 milyar. Di samping itu, Soviet akan membantu Cina dalam pembangunan 17 pabrik dan modernisasi 17 pabrik lainnya yang pada tahun 1950-an dibuat atas bantuan Rusia. Untuk itu semua, Yao menyatakan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pemerintah Soviet, suatu sikap terbuka yang sukar dibayangkan bisa terjadi begitu cepat, padahal konflik Kamboja dan Afghanistan belum terselesaikan. Lagi pula, ribuan tentara Rusia masih saja berjaga-jaga sepanjang perbatasan dengan Cina. Walaupun rujuk di Moskow antara Wakil PM Yao Yilin dan Wakil PM Ivan Arkhipov tidak digalakkan oleh semangat "hu jing hu jui", bagaimanapun juga Depg Xiaoping berhak merasa lega. Rujuk itu membuktikan bagaimana Beijing dan Moskow dapat bermain sama luwesnya, baik dalam bidang yang menyangkut keunggulan militer maupun bidang ideologi kepartaian. Memang ada berita selentingan bahwa PM Nikolai Tikhonov tampak bersikap kaku manakala pembicaraan dengan Yao sampai pada masalah Kamboja. Adakah hal itu benar? Tidak bisa dipastikan. Namun, apa pun yang terjadi, tampaknya kedua musuh bebuyutan itu sudah berhasil menyingkirkan soal gengsi dan konflik politik untuk satu tujuan: rujuk. Kunjungan Presiden Li Xiannian ke AS ternyata juga tidak luput dari ketegangan. Di Chicago dan Los Angeles, presiden RRC itu disambut aksi protes yang tidak bisa dibilang kecil-kecilan. Sekitar 700 warga AS keturunan Cina melambai-lambaikan bendera Taiwan seraya mengacungkan plakat bertuliskan: "Kami benci komunisme. Li Xiannian enyahlah kamu". Juga lewat pengeras suara terdengar teriakan, "Hidup Cina Merdeka". Mereka itu warga Cina pro- Taiwan yang ternyata tidak berhasil memancing kemarahan Li. Sebaliknya, Li sesumbar tentang peningkatan hubungan Cina-AS di saat meresmikan gedung konsulat RRC di Chicago. Inilah konsulat Cina keempat di AS yang dalam waktu dekat akan diimbangi dengan pembukaan konsulat AS di Chengdu, ibu kota Provinsi Szechuan, RRC. Sementara itu, patut dicatat, 15-000 pelajar Cina akan membanjiri AS tahun ini, menyusul 14.000 pelajar yang sudah tinggal di sana beberapa tahun terakhir. Sebaliknya, 250.000 pelancong Amerika diperkirakan menyerbu Daratan Cina sampai akhir tahun ini, suatu lonjakan besar jika mengingat tahun 1979 jumlah mereka hanya 10.000 orang. Dalam kedua hal itu haruslah diakui semangat "hu jing hu hui" tampaknya tidak cuma basa-basi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini