ULAR besi buatan Prancis kini mendengus di bawah Kota Kairo, melengkapi daya pikatnya. Jika Sutradara Woody Allen ingin membuat Purple Rose in Cairo Par II kini ia sudah bisa memanfaatkan seting baru dengan aroma Paris. Metro, kereta bawah tanah, telah menyuruk di bawah kota penuh kenangan itu. Dari segala seginya, tangan Prancis benar-benar berperan di situ. Tak cuma biayanya (3,2 juta franc) dan teknologinya yang Prancis. Untuk peresmiannya pun, Minggu pekan lalu, PM Jacques Chirac diundang, dan bersama Presiden Mubarak menggunting pita. Dengan upacara itu Le Metro du Grand Caire yang dibangun oleh Sofretu, menjadi jaringan kereta bawah tanah pertama dan satu-satunya di benua Afrika. Metro adalah satu-satunya alternatif untuk mengatasi kesemrawutan lalu lintas Kairo. Kota ini dijejali 12 juta penduduk -- yang pada 1990 diramalkan bertambah menjadi 14 juta. Tetapi, dengan begitu, utang Mesir kepada Prancis makin membukit. Jumlah seluruhnya mencapai US$ 11 milyar, yang pembayarannya minta diundurkan sampai 1993. Paris Club, sebuah konsorsium yang oleh Menteri Sekretaris Kabinet Atef Ebeid dianggap "penyelamat ekonomi Mesir", menyetujui penundaan tersebut. Pembangunan Metro Kairo dimulai 1981, studi kelayakannya sudah dirintis sejak 1954, ketika Kairo baru dihuni lima juta jiwa. Yang ikut riset adalah ahli-ahli Prancis (1954 dan 1964), Uni Soviet (1966), Jepang (1966). Baru pada tahun 1973 keluar kesimpulan bahwa kereta bawah tanah memang layak dan perlu. Yang diresmikan pekan lalu adalah jaringan pertama dari tiga tahap yang direncanakan. Jaringan pertama ini, sepanjang 42 km, menghubungkan El Marg (di utara) dengan Helwan (selatan). Tahap berikutnya adalah antara Shoubra dan Guizeh, sepanjang 13,5 km. Terakhir, yang paling pendek, 2,60 km, menyambung Embabah dengan Darassa. Jalur pertama El Marg-Helwan diperhitungkan akan mengangkut 26 ribu penumpang per jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini