Harga kepalanya US$ 5 juta. Tapi biodatanya terlalu minim untuk melukiskan kehebatan pria yang bernama Saif al-Adel ini. Tiga tahun berselang, pemerintah Amerika Serikat membuka satu "sayembara" khusus: barang siapa yang bisa menemukan Saif al-Adel akan diberi ongkos lelah sekitar Rp 50 miliar. Hasilnya nihil sampai sekarang. Publikasi tentang profilnya juga tetap singkat dari tahun ke tahun. Dia warga Mesir berusia 41 tahun—ada yang menyebutkan 39. Rambut dan mata berwarna cokelat. Dan tentu saja, dia salah satu confidant—orang kepercayaan—Usamah bin Ladin, pimpinan tertinggi Al-Qaidah.
Kehebatan Saif al-Adel terjawab pekan lalu. Atas restu Bin Ladin, dia diangkat dan dilantik menjadi Komandan Tanzim Al-Qaidah (sayap militer Al-Qaidah). Ia naik pangkat setelah Muhammad Atef, tangan kanan Bin Ladin, tewas dalam pertempuran melawan AS dan Aliansi Utara di Kandahar, dua pekan lalu. Berbeda dengan Atef, yang terikat pertalian keluarga—sebagai besan—dengan Bin Ladin, Al-Adel dikabarkan masuk ke lingkaran dalam Bin Ladin lebih karena pertimbangan kemampuan dan kesetiaan, tanpa embel-embel soal keluarga. Mantan perwira Angkatan Bersenjata Mesir ini tadinya seorang kolonel yang memimpin batalion pasukan khusus Mesir. Ia mahir menyusun strategi perang, menculik, hingga merancang bom berkekuatan tinggi. Basis radikalismenya juga sudah terbukti: ia salah satu aktivis utama kelompok Jihad el-Islami, sempalan Ikhwanul Muslimin bergaris keras.
Pada tahun 1981, Jihad el-Islami sukses membunuh Presiden Mesir Anwar Sadat dalam sebuah parade militer berdarah. Tujuh tahun setelah peristiwa ini, Al-Adel—nama aslinya Muhammad Ibrahim Makkawi—bergabung dengan Al-Qaidah. Bersama beberapa tokoh radikal—seperti Ayman al-Zawahiri (orang nomor dua di Al-Qaidah), Abu Ubaida, Muhammad Sauqi Islambuli—mereka berangkat ke Kandahar di Afganistan. Di kota ini mereka membesarkan Al-Qaidah dan ikut menjadi motor gerakan Taliban.
Popularitas Al-Adel mulai tumbuh saat menembak jatuh satu helikopter AS di Somalia pada tahun 1993 yang menewaskan 18 tentara Amerika. Setelah itu, aksi Al-Adel terus berkembang. Pada 7 Agustus 1998—dengan menggunakan ratusan kilogram TNT (trinitro toluena)—ia mengebom Kedutaan Besar Amerika di Darussalam, Tanzania, dan di Nairobi, Kenya. Serangan hebat ini menewaskan 224 orang dan melukai sedikitnya 5.000 orang. Aksi terorisme yang mengejutkan dunia itu adalah cermin dari kehebatan "daya rusak" lelaki Mesir yang memakai nama samaran Ibrahim al-Madani itu.
Peledakan di Tanzania dan Kenya ia rancang dengan rapi, dilakukan dalam waktu hampir bersamaan. Departemen Luar Negeri AS mencatat kerugian material mencapai US$ 300 juta (dengan kurs ketika itu sekitar Rp 750 miliar). Sejak aksi pengeboman tersebut, Biro Investigasi Federal Amerika (FBI) memasukkan nama Al-Adel dalam daftar teroris paling dicari. Foto wajahnya yang kalem terpampang di situs resmi FBI. Setelah tragedi 11 September yang menghancurkan gedung WTC New York dan Pentagon di Washington, DC, FBI meningkatkan "hadiah sayembara" mengejar Al-Adel menjadi US$ 25 juta.
Apa saja yang akan dihadapi petinggi baru Al-Qaidah ini selepas pelantikannya? Satu yang sudah jelas: ia harus mengonsolidasi kekuatan dalam waktu cepat. Kekalahan rezim Taliban berdampak buruk bagi gerakan Al-Qaidah. Ratusan anggotanya tewas atau terkurung di Afganistan. Toh, sulit untuk menyebut Al-Qaidah sudah selesai. Organisasi ini masih punya cabang di Arab Saudi, Mesir, Palestina, Inggris, bahkan Amerika Serikat, dan masih punya cadangan dana sebesar US$ 300 juta. Al-Qaidah juga tetap mendapat dukungan dari organisasi radikal seperti Gamaat el-Islamy, Harakat al-Mujahidin, dan Pa-lestine Islamic Jihad.
Seperti Usamah bin Ladin, Al-Adel juga hidup dalam penyamaran dan persembunyian, sembari menyusun daftar musuh-musuhnya. Dan Amerika ada dalam "daftar kehormatan" itu. Tak mengherankan bila pihak AS begitu geram dan berniat memburu para anggota Al-Qaidah hingga ke ujung langit. "Saya lebih senang melihat Usamah bin Ladin dan para pendukungnya mati," kata Menteri Pertahanan Amerika, Donald Rumsfeld. Ini bukan pekerjaan mudah—apalagi untuk memenggal kepala Saif al-Adel. Tokoh ini bukan saja sudah terbukti tahan uji, dia juga hidup dengan satu kredo yang bisa membuat Donald Rumsfeld dan para koleganya bergidik: menghancurkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutnya adalah sebuah misi suci, sebuah jalan menuju jihad.
Setiyardi (Washington File, FBI.com, Afghan-Info.com)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini