Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Oposisi Menggonggong, Thaksin Berlalu

Thaksin Shinawatra menekan oposisi lewat pemilu dipercepat. Oposisi mengultimatum Thaksin mundur. ”Pertempuran” sampai pada level lebih keras.

6 Maret 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bunga ros, poster, dan plakat mengiringi langkah Thaksin Shinawatra menuju stadion olahraga Nimibutr, Bangkok, Kamis pagi pekan lalu. Ditemani anaknya, Panthongtae, Perdana Menteri Thailand ini mendaftarkan partai Thai Rak Thai yang dipimpinnya ikut pemilihan umum—yang dipercepat—2 April mendatang. Sehari sebelumnya, partai lain, yaitu Thai Farmer, Prachakorn Thai, Thai Ground, dan People Power, juga melakukan hal sama.

Sedangkan Jumat sore pekan lalu, diberitakan tak kurang dari 100 ribu warga- Bangkok memadati lapangan Sanam Luang untuk mendengarkan pidato- Thaksin. Tiga layar lebar dipasang di arena tersebut. Massa mengelu-elukan dan mendukung langkah politik sang Perdana Menteri. Pada kesempatan itu, Thaksin juga menyatakan tidak akan menyerahkan jabatan, meskipun oposisi memberi ultimatum agar ia mundur paling lambat Minggu, 5 Maret ini. Dia juga minta kepada wartawan agar pandai menyaring informasi, antara gosip dan fakta—karena ada kabar Thaksin menyatakan mundur dalam pidato tersebut.

Rupanya, setelah membekukan parle-men dan mengumumkan pemilihan umum dini, Thaksin terus bergerak ma-ju. Dia juga berupaya keras menunjukkan popularitasnya belum luntur.

Sanam Luang adalah tempat yang seminggu sebelumnya digunakan pihak- oposisi untuk berunjuk rasa menentang Thaksin. Jumlah massa yang digalang oposisi ternyata jauh lebih sedikit ketimbang yang hadir dalam acara Thaksin.

”Pertempuran” antara kubu Thaksin- dan kelompok penentangnya makin keras. Krisis politik Thailand yang (kali ini) dipicu penjualan saham ke-luar-ga Thaksin di Shin Corp. ke Temasek, perusa-haan investasi milik pemerintah- Singa-pura, senilai US$ 1,9 miliar (sekitar Rp 17 triliun) bebas pajak, belum tam-pak ujungnya. Belum ada yang berani meramalkan apakah Thaksin yang sudah dua kali menjabat—dengan menang telak dalam pemilu Februari 2005—mampu mempertahankan kedudukannya.

Yang pasti, kali ini, tekanan dari kelompok anti-Thaksin makin keras. Me-reka memiliki bukti bahwa Thaksin te-lah melakukan langkah-langkah mencurigakan dalam berbisnis sebelum ak-hirnya menjual 1,4 miliar lembar saham Shin Corp. Memang, belum ada bukti Thaksin melanggar hukum. Tapi hal itu bukannya tidak mungkin terjadi.

Tiga partai oposisi, Demokrat, Chat Thai, dan Mahachon, juga mengancam memboikot pemilu. Kampanye untuk Demokrasi Rakyat, yang menjadi motor gerakan anti-Thaksin, memberi ulti-matum: Thaksin harus mundur paling lambat Minggu, 5 Maret; jika tidak, protes anti-Thaksin akan meluas, yang bisa saja berubah menjadi aksi berdarah. Kelompok ini juga mengajukan proposal ke pengadilan administratif agar meng-hentikan pemilu 2 April.

Tapi Thaksin tak mudah dipatahkan. Dia bisa keras melawan, tapi juga berse-dia lentur. Melihat ancaman oposisi yang serius, Thaksin menawarkan dialog. Pemilu, katanya, bisa saja ditunda sesuai dengan keinginan partai oposisi. ”Keinginan mereka bisa didiskusikan dan partai Thai Rak Thai bersedia meneken perjanjian dengan mereka,” kata Thaksin. Tapi tawaran Thaksin ini ditolak -tegas pihak oposisi.

Demi mendongkrak popularitas, me-nurut mantan Perdana Menteri Thailand Chuan Leekpai, partai Thai Rak Thai mengusung moto baru: meningkat-kan demokrasi, menjaga hukum dan pe-r-aturan negara.

Berbagai upaya dilakukan Thaksin -un-tuk mempertahankan kekuasaan. Dia bahkan ”menggunakan” Raja Bhumibol Adulyadej untuk melindunginya—Thaksin pernah menyatakan bersedia mundur jika Raja yang meminta. Tidak mengherankan jika Sekretaris Jende-ral Kampanye untuk Demokrasi Rakyat, Su-riyasai Katasila, yakin Thai Rak Thai -bi-sa menang bila pemilu 2 April terselenggara.

Pertarungan antara si lentur Thaksin dan si keras oposisi makin seru. -Chuan Leekpai sendiri tak berani meramal ba-gaimana masa depan politik Thailand.

Leanika Tanjung (The Economist, The Nation, BBC, Financial Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus