Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembunuhan warga sipil Palestina di Gaza berada pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah baru-baru ini, kata badan kemanusiaan Inggris, Oxfam, pada Kamis, ketika Israel terus menggempur wilayah pesisir yang terkepung itu selama lebih dari tiga bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oxfam mengatakan bahwa jumlah korban tewas harian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza melebihi jumlah korban konflik besar lainnya di abad ke-21. Sementara mereka yang selamat tetap menghadapi risiko tinggi akibat kelaparan, penyakit, dan kedinginan, serta pengeboman Israel yang masih berlangsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Militer Israel membunuh warga Palestina dengan rata-rata 250 orang per hari, jauh melebihi jumlah kematian harian dalam konflik besar lainnya dalam beberapa tahun terakhir,” kata Oxfam dalam sebuah pernyataan.
Sebagai perbandingan, Oxfam memberikan daftar rata-rata kematian per hari dalam konflik lain sejak pergantian abad: 96,5 orang di Suriah, 51,6 di Sudan, 50,8 di Irak, 43,9 di Ukraina, 23,8 di Afghanistan, dan 15,8 di Yaman.
Oxfam mengatakan krisis ini semakin diperparah oleh pembatasan Israel terhadap masuknya bantuan ke Gaza, di mana hanya 10 persen dari bantuan pangan mingguan yang diperlukan bisa masuk. Hal ini menimbulkan risiko kelaparan yang serius bagi warga Palestina yang selamat dari pengeboman yang tiada henti, katanya.
Pada hari yang sama, kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di Amerika Serikat merilis Laporan Dunia 2024, yang menyatakan bahwa warga sipil di Gaza telah “menjadi sasaran, diserang, dianiaya, dan dibunuh selama setahun terakhir dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Israel dan Palestina.”
Kejahatan Perang'
Setidaknya 23,469 warga Palestina telah tewas dan 59,604 terluka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Dalam periode pelaporan 24 jam terakhir, pasukan Israel melakukan 10 pembunuhan massal di Jalur Gaza, menyebabkan 112 kematian dan 194 luka-luka, tambah kementerian itu. Sekitar 7.000 orang masih hilang di bawah reruntuhan dan diperkirakan tewas.
Hal ini terjadi ketika Afrika Selatan pada Kamis mengajukan kasusnya melawan Israel di Mahkamah Internasional di Den Haag, menuduh negara tersebut melakukan “genosida” terhadap warga Palestina di Gaza. Tuduhan ini ditolak oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menyebutnya sebagai “kemunafikan dan kebohongan”.
Dalam laporannya, HRW mencatat bahwa perang Israel di Gaza mencakup “tindakan hukuman kolektif yang merupakan kejahatan perang dan mencakup penggunaan kelaparan sebagai metode peperangan”, termasuk memutus layanan penting seperti air dan listrik serta memblokir akses masuk bantuan kemanusiaan yang paling penting.
Sementara itu, di wilayah pendudukan Tepi Barat, HRW mengatakan selama delapan bulan pertama 2023, insiden kekerasan pemukim ilegal Yahudi terhadap warga Palestina dan harta benda mereka mencapai rata-rata harian tertinggi sejak PBB mulai mencatat data ini pada 2006. Setidaknya 3.291 warga Palestina ditahan di Tepi Barat dengan penahanan administratif tanpa dakwaan atau pengadilan, menurut angka Layanan Penjara Israel.
“Penindasan pemerintah Israel terhadap warga Palestina, yang dilakukan sebagai bagian dari kebijakan untuk mempertahankan dominasi warga Yahudi Israel atas warga Palestina, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa apartheid dan penganiayaan,” kata HRW.
‘Gaza berbeda dari luar angkasa’
Sementara itu, para ahli yang memetakan kerusakan selama masa perang juga menemukan bahwa perang di Gaza kini termasuk perang yang paling mematikan dan paling merusak dalam sejarah.
Menurut analisis data satelit Copernicus Sentinel-1 yang dilakukan oleh CUNY Graduate Center dan Oregon State University, perang tersebut telah menewaskan lebih banyak warga sipil dibandingkan yang dilakukan koalisi pimpinan AS dalam kampanye tiga tahunnya melawan ISIS.
Serangan tersebut telah menimbulkan lebih banyak kerusakan daripada penghancuran Aleppo di Suriah antara 2012-2016, Mariupol di Ukraina, atau, secara proporsional, pemboman Sekutu di Jerman pada Perang Dunia II, demikian temuan para peneliti, menurut laporan The Associated Press.
Serangan Israel telah merusak atau menghancurkan lebih dari dua pertiga seluruh bangunan di Gaza utara dan seperempat bangunan di wilayah selatan Khan Younis, menurut data satelit yang dikumpulkan oleh kelompok penelitian tersebut.
Jumlah tersebut mencakup puluhan ribu rumah serta sekolah, rumah sakit, masjid, dan toko. Pemantau PBB mengatakan sekitar 70 persen gedung sekolah di Gaza telah rusak.
“Gaza sekarang memiliki warna yang berbeda dari luar angkasa. Teksturnya berbeda,” kata Corey Scher dari CUNY Graduate Center, yang telah berupaya memetakan kehancuran di beberapa zona perang.
AL JAZEERA