Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Para Menteri Luar Negeri Asia Tenggara Bersiap Menemui Junta Myanmar

Para menteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara bersiap untuk rapat dengan junta Myanmar. Mereka berjanji bakal bersikap tegas.

2 Maret 2021 | 11.05 WIB

Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]
Perbesar
Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Para menteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara bersiap untuk rapat dengan junta Myanmar hari ini, Selasa, 2 Maret 2021. Harapannya, dari pertemuan tersebut, mereka bakal menemukan solusi untuk menghentikan kudeta di Myanmar yang telah berujung pada sejumlah korban tewas dan penangkapan 500 lebih orang.

Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, mengatakan bahwa ia dan para menteri luar negeri negara ASEAN lainnya akan blak-blakan terhadap perwakilan Myanmar nanti. Pada intinya, kata ia, para negara ASEAN tidak terkesan dengan aksi kekerasan yang dilakukan junta Myanmar.

"Ada yang namanya kepemimpinan politis dan ada yang namanya kepemimpinan militer (di Myanmar). Kedua sisi perlu berbicara dan kami mencoba menjembatani hal tersebut," ujar Balakrishnan, dikutip dari kantor berita Reuters.

Tidak semua pihak di Myanmar terkesan dengan rencana para menteri luar negeri negara ASEAN. Sa Sa, utusan khusus Myanmar di PBB, mengatakan tidak seharusnya ASEAN mencoba membuat kesepakatan dengan junta Myanmar.

Hal senadai disampaikan oleh alumnus program pemuda ASEAN di Myanmar. Menurut mereka, hal yang seharusnya dilakukan oleh para menteri luar negeri dari ASEAN adalah menemui perwakilan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, bukannya malah junta.

"ASEAN harus paham bahwa kudeta ataupun rencana pemilu ulang oleh Militer Myanmar itu tidak diterima oleh warga Myanmar," ujar para alumnus lewat surat pernyataan bersama mereka.

Ketidaksukaan Myanmar terhadap langkah yang terlalu diplomatis terlihat ketika beredar kabar bahwa Indonesia akan mendukung pemilu ulang di Myanmar selama diawasi lembaga internasional. Warga Myanmar langsung menggelar demonstrasi di depan Kedubes Indonesia. Pemerintah Indonesia membantah kabar yang beredar, menyebutnya sebagai salah satu dari sekian banyak usulan yang mereka terima soal cara menghadapi situasi Myanmar.

Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, berjanji para rekannya akan bersikap tegas terhadap perwakilan Myanmar. Ia bahkan menyampaikan intepretasinya bahwa pasal non-intervensi di piagam ASEAN tidak bersifat mengikat sepenuhnya (blanket approval).

Menurut laporan Reuters, kondisi di Myanmar sepi menjelang pertemuan para menteri luar negeri. Berbagai toko dan pusat perbelanjaan tutup untuk mengantisipasi demo besar terjadi lagi. Jika tak ada halangan, pertemuan para menteri bakal digelar pukul 15.00 WIB.

Biarawati Francis Xavier bernama Nu Thawng, muncul sendirian di depan polisi anti huru hara yang berlapis tameng baja, dalam beberapa gambar yang dibagikan di Twitter oleh Uskup Agung Yangon, Uskup Agung Charles Maung Bo.[Twitter @CardinalMaungBo]


Per berita ini ditulis, unjuk rasa menentang kudeta Myanmar sudah berlangsung selama hampir sebulan. Walau junta Militer Myanmar sudah memperingatkan bakal ada nyawa melayang lagi jika demonstrasi dilanjutkan, warga bergeming. Unjuk rasa tetap berlangsung di berbagai kota Myanmar dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat mulai dari guru, biksu, pekerja pabrik, hingga komunitas LGBT.

Gerah dengan perlawanan yang ada, Militer Myanmar mulai menggunakan cara-cara keras. Berbagai aktivis atau demonstran pun mereka tangkapi. Menurut data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, Militer Myanmar sudah menangkap 500 orang lebih. Salah satu orang yang mereka tangkap adalah Penasehat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Tindakan Militer Myanmar tak ayal menimbulkan kecaman dari berbagai negara. Negara-negara barat seperti Inggris, Kanada, dan Amerika bahkan sudah memberikan sanksi ekonomi dan personal untuk pejabat-pejabat Militer Myanmar. Mereka menuntut Militer Myanmar untuk segera mengakhiri kudeta, membebaskan tahanan politik, dan menerima hasil pemilu tahun lalu.

Pekan lalu, dalam sidang umum PBB, Duta Besar Myanmar Kyaw Moe Tun mendesak lembaga internasional tersebut mengintervensi kudeta di negaranya. Bahkan, ia meminta PBB untuk menggunakan cara apapun demi menghentikan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing itu. Belakangan, Kyaw Moe Tun dipecat.

Baca juga: RI Desak Junta Militer Hentikan Kekerasan Terhadap Demonstran Myanmar

ISTMAN MP | REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus