Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Parlemen Irak Setujui Undang-undang yang Izinkan Perempuan di Bawah 15 Tahun Menikah

Oposisi Irak waswas dengan keputusan ini karena sama dengan melegalkan anak menikah dan mencabut hak-hak dasar perempuan dan anak perempuan.

23 Januari 2025 | 16.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pernikahan. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Irak menyetujui tiga undang-undang kontroversial pada Selasa, 21 Januari 2025, termasuk undang-undang status pribadi yang akan mengizinkan perempuan menikah usia di bawah 15 tahun. Kantor berita Shafaq mewartakan oposisi Irak waswas dengan keputusan ini karena sama dengan melegalkan pernikahan anak dan mencabut hak-hak dasar perempuan dan anak perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Undang-undang baru ini juga akan mengizinkan ulama mengesahkan hubungan sosial berdasarkan yang termaktub dalam hukum Islam. Beberapa interpretasi dalam hukum itu diyakini oleh otoritas ulama syiah di Irak yang acap mengizinkan pernilahan diri pada anak perempuan, bahkan pada anak usia 9 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini hukum Irak memberlakukan usia minimal menikah untuk laki-laki dan perempuan 18 tahun. Namun laki-laki dan perempuan boleh menikah pada usia 15 tahun asalkan ada surat izin dari wali hakim dan orang tua atau keluarga.

Amandemen yang diusulkan itu adalah tuntutan lama dari kelompok Islam syiah yang saat ini mayoritas di parlemen Irak. Undang-undang ini memicu perdebatan di kalangan anggota parlemen dan LSM.

Mereka yang mendukung perubahan ini, khususnya anggota parlemen syiah, mengklaim amandemen ini menyelaraskan dengan nilai Islam dan untuk menangkal masuknya budaya negara-negara Barat di Iraq. Sedangkan aktivis HAM berpandangan aturan ini sama dengan merusak hukum status pribadi 1959, yang mengatur soal hukum keluarga dan menetapkan perlindungan perempuan.

Parlemen Irak juga meloloskan undang-undang amnesti umum, yang dianggap menguntungkan tahanan pemeluk Sunni serta undang-undang restitusi tanah yang menyoroti klaim teritorial suku Kurdi. Oposisi menduga hukum amnesti juga bisa memberikan pengampunan pada individu yang terlibat korupsi dan penggelapan.

Anggota parlemen Irak dari kubu independen, Saad Al-Toubi, mengutuk sidang parlemen yang memutuskan soal undang-undan ini, dengan menyebutnya bias politik. Al-Toubi juga mengklaim pemungutan suara perihal ini didorong keinginan politik dan meloloskan tiga undang-undang dalam satu kali sidang sama dengan tindakan ilegal.

Sumber : RT.com

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus