TAK kurang agresifnya adalah gerakan Iran di bidang ekonomi. Atas inisiatif Presiden Hashemi Rafsanjani, kerja sama ekonomi yang pernah dibentuk tujuh tahun lalu oleh Iran, Pakistan, dan Turki, Organisasi Kerja Sama Ekonomi dihidupkan lagi. Bahkan kali ini mengundang anggota baru, enam negara Islam bekas Uni Soviet: Azerbaijan, Kazakhistan, Kirgisia, Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Mereka berkumpul di Teheran dua pekan lalu. Salah satu hasil pertemuan itu, kesepakatan kesembilan negara meningkatkan kerja sama ekonominya menjadi sebuah pasar Islam bersama. Kemungkinan terciptanya pasar bebas memang besar sekali. Pakistan, misalnya, sebelumnya sudah membicarakan operasional bankbanknya di negara-negara Asia Tengah. Turki sudah menandatangani persetujuan pemberian kredit pada negara-negara Asia Tengah berjumlah US$ 1 milyar. Yang sudah jauh melangkah Iran. Januari lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Mahmud Vaezi ke Azerbaijan untuk meningkatkan konsulat Iran menjadi kedutaan besar dan meresmikan beroperasinya Bank Melli Iran. Beberapa hari kemudian, Menteri Perminyakan Iran membicarakan kemungkinan ekspor minyak Iran lewat Azerbaijan, lewat jaringan pipa. Minyak mentah Iran juga akan disuling di Azerbaijan. Setelah Uni Soviet runtuh, penyulingan minyak di Azebaijan hanya bekerja kurang dari 60% dari kapasitas normalnya. Semua itu tentu bisa dianggap sebagai keberhasilan diplomasi Iran. Soalnya, di Azerbaijan, negara eks-Soviet yang mayoritasnya muslim itu semula lebih suka mengadakan kerja sama dengan Turki. Tapi ketika menghadiri konperensi di Teheran dua pekan lalu itu, Presiden Azerbaijan Ayaz Mutalibov bukan saja mengharapkan kerja sama ekonomi dua negara makin berkembang, ia minta Iran menjadi penengah pertikaian Azerbaijan dan Armenia. Yang membuat pengamat tertarik, adalah warna politiknya nanti. Misalnya, adakah Iran akan makin moderat atau semangat revolusi Iran akan merata ke negara-negara tetangganya. Bambang Purwantara (Kopenhagen)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini