Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Paris – Para pekerja di ibu kota Paris, Prancis, mulai membersihkan pecahan kaca dan menyingkirkan sejumlah mobil yang terbakar pasca kerusuhan unjuk rasa jaket kuning menolak kenaikan harga bahan bakar minyak pada Sabtu, 8 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Unjuk rasa yang digelar setiap akhir pekan dan telah memasuki Sabtu keempat itu berakhir rusuh seperti unjuk rasa dua pekan sebelumnya.
Di sekitar Paris, pengelola kantor-kantor cabang bank, toko mainan, toko kacamata, dan outlet ritel terlihat telah menambal kaca depan bangunan mereka yang dirusak dan dihancurkan para pengunjuk rasa.
“Pengunjuk rasa anti-pemerintah telah menimbulkan kerusakan di Paris dengan melempar batu, membakar mobil, dan menjarah toko serta restoran,” begitu dilansir Reuters pada Ahad, 9 Desember 2018 waktu setempat.
Baca:
Seorang pemilik toko furnitur di Paris, Gregory Caray, mengatakan tokonya selamat dari penjarahan. Namun, papan pelindung kaca depan tokohnya dipenuhi grafiti.
“Anda bisa mengerti gerakan jaket kuning tapi ini benar-benar tidak bisa diterima. Ini sudah berlangsung tiga pekan berturut-turut. Semuanya rusak. Semua toko tutup,” kata dia kepada Reuters.
Banyak tembok di sekitar Paris berisi corat-coret pengunjuk rasa yang mengkritik Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Macron sempat mengeluarkan kebijakan kenaikan pajak bahan bakar minyak, yang akan diterapkan pada 1 Januari 2019.
Baca:
Karena banyak terjadi unjuk rasa sejak 17 November 2018, pemerintah memutuskan menunda pelaksanaan penerapan pajak itu selama enam bulan sambil menggelar diskusi publik soal ini.
“Anda tidak akan bertahan melewati Natal, Emmanuel,” begitu bunyi salah satu tulisan grafiti di tembok sebuah toko, yang terletak di dekat kawasan ring 1 Champs Elysees.
Suasana unjuk rasa rompi kuning di Place de la Republique di Paris, Prancis, 8 Desember 2018. REUTERS
Pada Sabtu, pengelola Menara Eiffel, yang menjadi destinasi turis populer, dan sejumlah museum sengaja menutup pintu untuk berjaga-jaga jika kerusuhan mengenai mereka. Pusat belanja terkenal di Paris juga tutup karena khawatir para penjarah bakal mengambil kesempatan.
Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire, mengatakan unjuk rasa yang berakhir rusuh itu bisa berdampak besar bagi perekonomian. Dia mengaku telah melakukan pengecekan ke lapangan dan melihat sejumlah toko dan supermarket di Paris pusat mengalami penjarahan pada Sabtu malam.
Video:
“Kita harus memperkirakan bakal ada perlambatan pertumbuhan ekonomi karena unjuk rasa jaket kuning,” kata Le Maire.
Unjuk rasa jaket kuning, yang merupakan jaket wajib dibawa pengemudi dan berwarna kuning menyala, mulai berunjuk rasa pada 17 November 2018. Saat itu, ada sekitar 280 ribu pengunjuk rasa turun ke jalan di Paris dan berbagai kota mendesak pemerintah membatalkan penerapan pajak bahan bakar minyak.
“Saya tidak tahu apakah Macron perlu mengundurkan diri. Tapi dia harus mengubah arah kebijakannya,” kata Bertrand Cruzatier, salah satu warga, yang menyaksikan petugas kebersihan membersihkan grafiti anti Macron di bangunan Place de la Republique di Paris, Prancis.