PETAKA di Bosnia-Herzegovina makin kompleks. Pihak muslim Bosnia kini tak hanya merasa berjuang sendiri di dunia ini, sebagaimana dikatakan oleh Wakil Perdana Menteri Ejup Ganic ketika berkunjung ke Jakarta dua pekan lalu (lihat TEMPO, 9 Oktober, Luar Negeri). Tapi, seperti diberitakan sejumlah kantor berita yang mengutip siaran radio di Bosnia, kini terjadi perpecahan di pihak pasukan muslim Bosnia. ''Lima belas tewas dan 45 orang Bosnia terluka di Bihac,'' begitu kabar yang disiarkan yang dikutip kantor berita Reuters dari radio Bosnia, Rabu pekan lalu. Dan korban itu jatuh karena baku tembak sesama pasukan muslim Bosnia. Menurut Reuters pula, adalah pengusaha kaya raya Fikret Abdic yang menjadi biang keladinya. Dua pekan sebelum baku tembak itu meletus, Abdic menyatakan pemberontakannya terhadap pemerintahan Presiden Alija Izetbegovic. Kala itu ia juga memproklamasikan pemerintahan otonomi di Provinsi Bihac dan menetapkan diri sebagai presiden dari Provinsi Otonomi Bosnia Barat. Sejauh ini, mereka telah menguasai distrik Velika Kladusa, di ujung utara Bihac. Wilayah itu memang dikenal sebagai pusat perusahaan pengolahan makanan milik Abdic, perusahaan bernama Agrokomerc. Dan agaknya, pemberontakan Abdic telah dipersiapkan secara serius. Sebelumnya, ia telah membentuk sebuah partai baru yang berkekuatan 15 ribu anggota. Belum lagi, tak sedikit serdadu muslim yang membelot ke pihaknya. Beberapa di antara tentara tersebut berasal dari Korps Kelima yang memang berbasis di Bihac. Menurut Kolonel Jovan Divjak, Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Pemerintah Muslim Bosnia, sebagian besar pasukan pembelot itu adalah pegawai Agrokomerc. Tapi seberapa besar kekuatan mereka belum diketahui pasti. Pemberontakan Abdic itu dilandasi oleh rasa kecewanya terhadap sikap kaku Presiden Alija Izetbegovic yang bersikeras menuntut perluasan wilayah Bosnia. ''Kami ingin hidup dalam damai dengan tetangga kami. Kami tidak ingin mati dalam negara kuburannya Alija (Izetbegovic),'' seru Abdic, seperti yang dikutip oleh sebuah kantor berita di Bosnia Barat. Namun, Kolonel Divjak menuding bahwa pemberontakan Abdic tak lain dari sekadar ambisi pribadinya untuk menggeser posisi Presiden Izetbegovic. ''Usaha itu telah dilakukannya sejak awal peperangan,'' ujar Divjak. Seperti diketahui, menurut rancangan damai yang dimotori oleh dua tokoh perdamaian dari Inggris dan Swedia, Lord Owen dan Thorvald Stoltenberg, Bosnia hanya mendapat jatah 30 persen wilayah. Sementara itu, Serbia, si pemicu peperangan, kebagian 52 persen. Sisanya untuk Kroasia. Sebenarnya, tuntutan Izetbegovic hampir saja disetujui oleh Serbia dan Kroasia. Namun, usaha perdamaian kembali berjalan alot. Soalnya, di luar tuntutan agar Bosnia Tengah diberi jalur keluar, Izetbegovic juga mengajukan tuntutan baru yang sulit diterima oleh kedua seterunya. Yang dituntut Izetbegovic itu adalah wilayah-wilayah konsentrasi muslim di sekitar Sungai Drina di barat laut, sebagian Foca di tenggara, sebagian Visegard, dan Bratunac di timur. Tuntutan itu sangat bisa dipahami karena di situ kini terkonsentrasi warga muslim setempat plus pengungsi. Bila wilayah ini jatuh ke tangan Serbia sebagaimana peta pembagian PBB, dikhawartirkan suatu pembantaian akan terjadi. Soalnya, sulit membayangkan bahwa warga muslim di beberapa wilayah itu mau dengan sukarela meninggalkan kampung halamannya. Sementara itu, di luar perundingan di Jenewa, di tempat- tempat pertempuran masih berlangsung, dikabarkan pasukan muslim Bosnia semakin terpojok. Situasi keruh itu segera dimanfaatkan serdadu Serbia. Rabu pekan lalu, Serbia mengerahkan pasukan infanteri untuk menghantam posisi pasukan muslim di Bihac. Tekanan terhadap pasukan muslim itu masih ditambah dengan gempuran tentara Kroasia di Kijelsak, 35 kilometer dari ibu kota Bosnia, Sarajevo. Juru bicara pasukan PBB, Kolonel Bill Aikman, mengungkapkan, pasukan Kroasia telah menggempur kubu- kubu pertahanan pasukan muslim di kota itu. Serangan dimaksudkan untuk menutup jalur suplai logistik bagi pasukan Bosnia di sepanjang utara-selatan Kiseljak. Sebenarnya, menurut Wakil Perdana Menteri Bosnia, pasukannya cukup jumlahnya dan cukup tinggi semangatnya. Yang kurang adalah persenjataan. Itulah mengapa ia, dalam keadaan yang terpojok kini, hanya minta satu hal: dicabutnya embargo senjata. Dan untuk itu saja ia seperti berteriak di sumur tanpa dasar. Andi Reza Rohadian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini