Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam buku terbarunya yang dirilis untuk peringatan Yubelium 2025, pemimpin gereja Katolik dunia, Paus Fransiskus menyerukan adanya penyelidikan untuk menentukan apakah Israel melakukan genosida di Gaza. Ini merupakan pertama kalinya tokoh dunia itu menggunakan istilah genosida untuk menggambarkan situasi konflik di Timur Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buku yang ditulis Hernan Reyes Alcaide dan berdasarkan wawancara dengan Paus itu berjudul Hope Never Disappoints: Pilgrims Towards a Better (Harapan Tak Pernah Mengecewakan: Para Peziarah Menuju Dunia yang Lebih Baik) yang dirilis hari ini Selasa, 19 November di Italia, Spanyol, dan Amerika Latin, dan kemudian di negara-negara lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam buku tersebut, Paus Fransiskus membahas berbagai isu terkini, termasuk penderitaan para pengungsi akibat perang dan bencana kelaparan di Palestina. Ia menggarisbawahi pentingnya menghormati martabat manusia, sebagaimana dikutip dari Vatican News.
"Menurut beberapa ahli, apa yang terjadi di Gaza memiliki ciri-ciri genosida," kata Paus dalam kutipan yang telah diterbitkan pada hari Minggu, 17 November 2024 oleh harian Italia La Stampa.
“Kita harus menyelidikinya dengan cermat untuk menentukan apakah hal ini sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum dan badan-badan internasional,” imbuhnya.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Paus asal Argentina itu sering menyesalkan banyaknya korban perang Israel di Gaza, di mana jumlah korban tewas mencapai 43.846 orang, sebagian besar dari mereka warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan wilayah itu.
Namun seruannya untuk penyelidikan menandai pertama kalinya ia secara terbuka menggunakan istilah “genosida”, meskipun tanpa mendukung penggunaannya, dalam konteks serangan militer Israel di Gaza
Sebagaimana diketahui, Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik yang beranggotakan 1,4 miliar orang, biasanya dikenal berhati-hati untuk tidak memihak dalam konflik internasional, dan menekankan de-eskalasi. Namun, ia telah meningkatkan kritiknya terhadap perilaku Israel dalam perangnya melawan Palestina.
Sejak serangan 7 Oktober tahun lalu, Paus Fransiskus secara konsisten menggunakan pidato publiknya untuk menyerukan pembebasan segera para sandera yang ditawan dalam serangan itu, serta mendesak gencatan senjata di Gaza dan akses kemanusiaan bagi mereka yang terdampak. Ia menekankan tindakan ini sebagai langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik yang bersifat menghancurkan.
Paus sebelumnya tidak pernah menggambarkan situasi di Gaza sebagai genosida di depan umum. Namun tahun lalu, ia menjadi pusat pertikaian yang pelik setelah bertemu dengan sekelompok warga Palestina di Vatikan, yang bersikeras bahwa ia telah menggunakan kata tersebut kepada mereka secara pribadi, sementara Vatikan mengatakan bahwa ia tidak melakukannya.
Pada September lalu, ia juga mengecam pembunuhan terhadap anak-anak Palestina dalam serangan Israel di Gaza . Ia juga mengkritik tajam serangan udara Israel di Lebanon karena dianggap "melampaui moralitas".
Dikutip dari laman Anadolu, selama penerbangannya kembali dari perjalanan empat hari ke Luksemburg dan Belgia, Paus ditanya tentang pembunuhan yang disengaja oleh Israel terhadap pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam serangan hari Jumat di Beirut, yang menyebabkan banyak korban jiwa dan meruntuhkan beberapa bangunan menjadi puing-puing.
"Setiap hari saya menelepon paroki Gaza. Lebih dari 600 orang berada di sana, di dalam paroki dan kampus, dan mereka memberi tahu saya tentang berbagai hal yang terjadi, termasuk kekejaman yang terjadi di sana," katanya kepada wartawan.
"Ketika ada sesuatu yang tidak proporsional, kecenderungan mendominasi yang melampaui moralitas terlihat jelas," ujarnya.
Tak hanya itu, Paus Fransiskus juga kerap menyerukan agar para tawanan Israel yang ditawan Hamas pada 7 Oktober 2023 dipulangkan. Dari 251 orang yang ditawan pada hari itu, 97 orang masih ditahan di wilayah Palestina, termasuk 34 orang yang menurut tentara Israel telah tewas.
Pada 17 Oktober 2024, Paus mengadakan audiensi pribadi dengan mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dan mantan Menteri Luar Negeri Palestina Nasser Al-Kidwa, bersama dengan delegasi aktivis perdamaian.
Kedua pemimpin menggambarkan pertemuan itu sebagai "penting dan mengharukan," dan mengatakan bahwa Paus Fransiskus menunjukkan perhatian yang luar biasa terhadap upaya perdamaian di Timur Tengah, menurut laporan Vatican News.
Pada Kamis, 14 November lalu Paus Fransiskus kembali menerima 16 mantan tawanan yang dibebaskan setelah berbulan-bulan ditahan di Gaza. Mereka terdiri atas sepuluh wanita, empat pria, dan dua anak-anak.
NI MADE SUKMASARI | AL JAZEERA | VATICAN NEWS | ANADOLU
Pilihan editor: Respons Muhammadiyah Soal Seruan Paus Fransiskus Agar Genosida di Gaza Diinvestigasi