KETIKA menyerbu ke wilayah Vietnam Pebruari lalu, RRC
menyatakan agresinya itu sebagai "hukuman" atau "pelajaran"
atas campur tangan Hanoi dengan kekerasan di Kampuchea. RRC
telah menarik kembali tentaranya tapi Vietnam ternyata, walaupun
babakbelur, masih belum kapok dengan 'hukuman" tadi. Tentara
Vietnam, sesudah front di utara sepi, malah makin menggebu
mengejar sisa pasukan Pol Pot, mendekati perbatasan Muangthai.
Kini bukan hanya di Kampuchea, juga di Laos terdapat tentara
Vietnam dalam jumlah besar. Ini membuat Beijing marah, hingga
Wakil PM Deng Xiaoping pekan lalu mengancam akan memberi
"pelajaran" tambahan.
Ada kemungkinan gertak Deng itu seperti gemerincing pedang saja,
tanpa tusukan yang membunuh. RRC sendiri toh sudah mendapat
pelajaran pula bahwa agresinya terdahulu telah tidak berhasil
memaksa Hanoi supaya menarik kembali tentara dari Kampuche.
Bisa Netral?
Kekuatiran dunia meningkat, tentu saja, bila RRC memulai perang
baru. Sekjen PBB Kurt Waldheim dalam perjalanannya ke Timur
Jauh memerlukan singgah pekan lalu di Hanoi dan Beijing, dan
menawarkan jasa-jasa baiknya untuk meredakan permusuhan kedua
pihak. Hanoi, seperti diucapkan PM Pham Van Dong segera sesudah
Waldheim berangkat menuju Beijing, melihat tak akan bermanfaat
usaha mediasi itu. Di Beijing, niat Waldheim itu disambut baik
tapi berbarengan dengan ancaman Deng tentang kemungkinan
"pelajaran" tambahan untuk Vietnam. Waldheim sesampainya di
Tokyo kemudian menyatakan bahwa ia melihat sengketa RRC-Vietnam
akan sukar diselesaikan.
ASEAN, melalui kunjungan PM Malasia Datuk Hussein Onn ke
Beijing pekan lalu, turut menyampaikan kekuatirannya. Onn
mengingatkan kembali tentang permintaan ASEAN supaya dilakukan
penarikan semua pasukan ashlg dari bumi Indocina. Secara
terselubung ASEAN tidak membenarkan penyerbuan RRC, atau
kehadiran tentara Vietnam di Kampuchea dan Laos. Tapi ASEAN
kelihatan cenderung tetap bersikap netral dalam hal konflik
RRC-Vietnam.
Secara terpisah anggota ASEAN, seperti Muangthai, dikuatirkan
terseret. Negeri itu tadinya merasa agak aman dengan adanya
rezim Pol Pot. Sejak Pol Pot terguling dan rezim Heng Samrin
yang dibantu Vietnam menguasai Phnom Penh Desember lalu,
Muangthai menjadi cemas sekali. Bukanlah karena Pol Pot yang
terkenal kejam itu disukainya, tapi karena ia diperlukannya
sebagai penyangga.
April lalu, offensif Vietnam ke arah barat demikian keras hingga
20.000 sampai 50.000 orang Khmer, termasuk yang bersenjata,
menyeberangi perbatasan Muangthai. Mereka menyusur dari
barat-laut Kampuchea ke arah perbatasan bagian selatan, dan
memasuki Aranyaprathet, Muangthai. Mereka berbondong-bondong
dengan jalan kaki atau berpedati. Pasukan Muangthai membiarkan
mereka masuk. Karena banyak di antara mereka bersenjata (Khmer
Rouge) yang kemudian kembali ke wilayah Kampuchea, Phnom Penh
menuduh Muangthai telah melakukan "tindakan yang tidak
bersahabat".
PM Kriangsak Chomanan, sebagai akibat tuduhan tadi, memang
memerintahkan supaya pasukan perbatasan Muangthai mencegah
masuknya kaum pelarian bersenjata. Tapi masih ada kekuatiran
bahwa pasukan gabungan Heng Samrin dan Vietnam akan mengejar
Khmer Rouge sampai melewati perbatasan. Jika ini terjadi,
RRC diduga mempunyai alasan baru untuk menyerbu lagi. Terakhir
ini RRC sudah sempat jengkel terhadap "provokasi" pasukan
Vietnam di perbatasan Laos-RRC. Bah. RRC akan menyerbu ke
Laos, Vietnan sudah bersiap-siap di sana. Tapi makin lengkap
pula kehadiran pasukannya di seluruh Indocina, di bawah komando
Hanoi. Impiannya untuk mendirikan federasi Indocina mungkin
terwujud, tapi diduga akan makin menegangkan hubungannya dengan
RRC. RRC melihat siasat Uni Soviet di belakang itu yang
bertujuan mengepungnya.
Sidang Ke-4?
Sesudah menarik mundur tentaranya RRC mengirim Wakil Menlu Han
Nianlong (Han Nien-lung) ke Hanoi untu berunding. Walaupun 3
kali sidang sudah berlangsung, perundingan masih buntu.
Sebabnya, kata Phan Hien yang mengetuai delegasi Vietnam dalam
konperensi pers akhir pekan lalu, RRC membikin prasyarat supaya
Vietnam memanggil pulang 150.000 tentaranya di Kampuchea.
Dalam konperensi pers terpisah, Ha mengatakan Vietnam bukan
hanya harus menghentikan agresinya di Kampuchea, tapi juga mesti
melepaskan pengawasannya atas Laos, dan mengakhiri politik
anti-Cina. Hanoi, menurut laporan kantor berita Vietnam, masih
menginginkan sidang ke-4 asalkan RRC menjamin stabilitas dan
perdamaian di perbatasannya. Antara lain Vietnam mengusulkan di
perbatasan supaya diadakan DMZ atau zone bebas-militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini