Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dengan Klofibrat Saja,

Klofibrat, obat anti kholesterol, bisa menimbulkan akibat samping, kanker usus sehingga, dinas kesehatan Jer-Bar (BGA) melarangnya. Boehringer Mounheim memasarkan Bezafibrate yang tidak mengandung Klofibrat. (ksh)

12 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK dokter cenderung mau gampang saja, lantas memberi klofibrat pada pasien untuk menurunkan kadar kholesterol. Cara begini, demikian Ir. Eddy Hartanuh, ahli penyakit jantung di Jakarta, "seperti satu pertemuan goodbye saja." Maksudnya, harapan sang pasien terpenuhi dan sang dokter pun terhindar dari kepusingan. Soalnya ialah Bundesgesundheitsamt (BGA), dinas kesehatan di Jerman Barat, telah melarang obat penurunan kadar kholesterol itu. Sejak berlakunya larangan itu Januari lalu, banyak timbul reaksi di mana-mana, baik pro maupun kontra. Kholesterol menyempitkan pembuluh darah dan karenanya terjadi serangan jantung yang bisa berakibat mati. Bila dijaga kadar kholesterol -- kalau perlu diturunkan, selamatlah anda. Tapi persoalannya tidaklah begitu sederhana Sebagian besar kholesterol dihasilkan oleh tubuh sendiri, sebagian kecil dari makanan. Kadarnya yang dianggap normal antara 180 mg sampai 250 mg per 100 ml darah. Bila mencapai 300 mg, ia mulai membahayakan. Diperlukan satu pemeriksaan yang rumit untuk menentukannya. Tidaklah cukup dengan suatu sore hari ke dokter untuk bisa langsung diketahui tingkat bahaya penyakit ini, apalagi obatnya. Tak Berlaku BGA pernah selama 5 tahun mengakan penelitian terhadap 10.627 pasien, yang disponsor oleh WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia) bersama ICI, produsen obat Jerman yang terkemuka. Hasil penelitiannya, seperti dilaporkan oleh majalah British Heart Journal no. 40, 1979, menilai manfaat obat klofibrat ini tidak banyak, dibanding dengan risiko efek samping yang dialami pasien, seperti gangguan metabolisme, kelainan fungsi hati dan kanker usus. Alasan BGA melarangnya, seperti dikemukakan oleh direkturnya, Gunther Lawandowski, bertujuan membatasi penggunaan klofibrat terhadap kasus yang penting saja. Namun peraturan pembatasan agaknya sukar diterapkan seperti terbukti dengan phenformin -- obat anti diabetes, yang juga di Indonesia sudah 2 tahun dilarang. Di Indonesia klofibrat beredar dengan berbagai nama seperti Arterol, keluaran Darya-Varia, Atromid-S dari ICI, Clofipront 500 dari Mack, dan Liprinal dari Mead Johnson. Larangan BGA di Jerman itu saja memang tidak berlaku di Indonesia, tetapi ia pasti menimbulkan tanda tanya terhadap keamanan obat ini. Dalam hal ini dr. Iwan Darmansjah, Kepala Bagian Farmakologi FKUI, yang juga anggota tim penilai obat jadi Depkes, menerangkan bahwa Indonesia tidak perlu tergesa-gesa ikut melarangnya. "Yang penting adalah mencegah jangan sampai terjadi penyalahgunaan." Menurut dr Darmansjah, karena ada unsur keuntungan dari pemberian obat ini, dokter mendorong penggunaannya menjadi berlebihan, sehingga pasti menimbulkan bermacam efek negatif. "Kita memang mengetahui bahwa setiap obat membawa risiko tertentu, tetapi soalnya bagaimana menekan penggunaannya sekecil mungkin," ujar Darmansjah. Ia menganjurkan para dokter supaya pemberian klofibrat dibatasi sampai dosis seperlunya saja. Tak ada negara lain yang menganggap perlu untuk mengikuti larangan BGA itu. Misalnya IKS -- lembaga penilai obat di Swiss -- tidak melihat alasan untuk mengambil tindakan drastis. Committee on Safety of Medicine di Inggeris masih akan mengikuti perkembangan dengan seksama. Hanya Selandia Baru bersikap menunda penentuan tarif obat itu, yang berakibat menyulitkan peredarannya. FDA dari Amerika Serikat, yang terkenal ganas, juga tidak mengambil tindakan tergesa-gesa. Tapi Sidney Wolfe Direktur Perhimpunan Penelitian Kesehatan (HRG) di Amerika Serikat, menganggap bahwa kini alasan untuk melarang klofibrat lebih kuat dan meyakinkan. Risiko yang terkandung dalam penggunaan obat ini melebihi manfaatnya, kata Dr. Wolfe. Perancis tidak bermaksud untuk melarangnya. Klofibrat di negeri itu dihasilkan oleh Fournier dengan nama Lipanthyl (fenofibrate). J-L. de Gennes, dokter ahli di sana, menulis dalam suratkabar Le Monde bahwa dalam penelitian yang disponsori WHO, klofibrat diberikan kepada pasien yang semestinya tidak memperoleh obat itu, sehingga menimbulkan efek samping yang negatif. Seharusnya klofibrat hanya diberikan kepada mereka yang kadar kholesterol dan trigliserida memang tinggi, demikian Prof. de Gennes. Boehringer Mannheim, perusahaan farmasi raksasa di Jerman Barat, akhirnya mendapat angin dengan pemasaran obat penurun kadar zat lemak, hasil produksinya. Bezafibrate -- demikian nama obat itu -- dipropagandakannya sebagai tidak mengandung klofibrat. Dan BGA mengizinkannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus