Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pemberang Dari Sind

Ali Bhutto, pengacara muda berdarah Sind menanjak karirnya ketika menjadi anggota delegasi ke PBB & menjadi ketua partai. Dengan UU darurat dia memenjarakan lawan-lawan politiknya.(ln)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA dilahirkan untuk membangun bangsa, memimpin rakyat," begitu Zulfikar Ali Bhutto pernah berkata di depan sidang Mahkamah Agung bulan Pebruari tahun silam. Ia lahir dari keluarga terpandang -- ayahnya Sir Shahnawaz Bhutto, seorang pejabat tinggi di Bombay dan Sind pada zaman penjajahan Inggeris. Mendapatkan pendidikan tinggi di Amerika dan Inggeris, Bhutto nampaknya memang ditakdirhan untuk berwatak "congkak". (Karena watak demikian itulah rupanya ia manolak mengajukan permohonan ampun kepada Zia-ul-Haq). Bhutto masih mahasiswa di Berkeley, California, ketika Ali Jinnah memproklamasikan berdirinya Pakistan di tahun 1947. Ia melihat Republik Islam Pakistan untuk pertama kalinya di tahun 1954, dan memulai karirnya sebagai pengacara sekaligus pengajar ilmu hukum konstitusi pada Karachi's Sind Muslim College di tahun yang sama. Kecerdasan dan kepribadiannya! yang menonjol dengan cepat menarik perhatian kalangan politik. Pada tahun 1957 Bhutto menjadi salah seorang anggota delegasi negerinya ke PBB. Dalam waktu yang sama, Bhutto berhasil menarik perhatian Presiden Iskandar Mirza. Pengacara muda berdarah Sind itu tiba-tiba menemukan dirinya menjadi ketua delegasi Pakistan pada konperensi hukum laut internasional di Jenewa di tahun 1958. Di tahun 1958 itu juga Presiden Iskandar Mirza yang "mengagumi"nya digulingkan oleh Jenderal Ayub Khan. Dan penguasa baru itu ternyata juga terkesan oleh pengacara muda ini, dan bahkan mengangkatnya menjadi Menteri Perniagaan. Bhutto baru saja mencapai umur 30 tahun. Itulah pertama kalinya Pakistan mempunyai seorang menteri berusia muda. Sekali lagi Bhutto tertolong oleh pergantian penguasa. Jenderal Ayub Khan digulingkan oleh Jenderal Yahya Khan pada tahun 1967. Dan Bhutto bebas untuk aktif kembali sebagai ketua partai. Pada pemilihan umum pertama Pakistan tahun 1970, Bhutto dengan PPP-nya mencapai kemenangan gemilang. Kabarnya Bhutto sendiri terkejut, "saya sebenarnya tidak membayangkan dukungan demikian luas, " pengakuannya kemudian. Kemenangan itu membuka babak baru dengan cakrawala jauh bagi karir politik Bhutto. Dari pidato serta program partainya, debat di parlemen maupun wawancara persnya, terlihat jelas bahwa Bhutto merupakan politikus tak tertandingi oleh lawannya. Pada saat itulah pula terjadinya musibah besar bagi Pakistan perang pembebasan Bangladesh. Campur tangan India memaksa Pakistan merelakan Pakistan Timur menjadi Bangladesh ketika ribuan tentaranya menjadi tawanan di India. Penghinaan ini idak tertahankan oleh Presiden Yahya Khan yang kemudian mengundurkan diri. Satu-satunya yang bisa menggantikannya masa inl cuma Bhutto. Dan Bhutto pun menjadi presiden pada usia 43 di bulan Desember 1971. Membebaskan ,tentara yang menjadi tawanan India, ia berangsur memulihkan harga diri negerinya. Bhutto merevisi konstitusi Pakistan dan menjadi perdana menteri negerinya pada tahun 1973. Ia menjadi tangkai harapan bagi rakyatnya. Di mana-mana ia bicara tentang perlunya roti, kapra, aur makan (pangan, sandang dan perumahan) bagi rakyat banyak. Dan dengan slogan "Sosialisme Islam" ia melancarkan nasionalisasi besar-besaran terhadap kegiatan industri dasar, perbankan, asuransi jiwa, perkapalan, minyak goreng dan prosesing pertanian. Pada saat kebijaksanaan ini menyenangkan rakyat kecil, perekonomian negara menjadi makin tercekik. Perusahaan yang berada di tangan para birokrat tidak berjalan wajar, sedang pemilik modal mengungsikan kapital mereka. Bhutto secara diam-diam kabarnya mengakui kegagalannya. "Saya memang bukan ahli ekonomi," begitu ia dikutip. Bhutto ternyata bukan politikus yang tahan kritik. Kecaman keras maupun lembut, semuanya dengan cepat membuatnya berang. Dan dengan Undang-undang Darurat -- yang berlaku sejak perang Bangladesh -- Bhutto dengan mudah menggiring lawan-lawan politiknya ke dalam penjara. Ratusan orang dipenjarakan, sejumlah pertemuan politik dibubarkan dengan kekerasan, puluhan orang terbunuh. Lawan politiknya yang hilang tanpa jejak jua menjadi bahan pembicaraan. Dalam periode inilah terbunuhnya Nawab Mohammad Ahmed Khan Kasuri, yang kemudian menjadi perkara yang menarik leher Bhutto ke tiang gantungan. Tantangan terbuka dialami Bhutto di tahun 1977. Pemilu bulan Maret tahun itu dimenangkan secara hampir mutlak oleh PPP. Partai oposisi menolak mengakui hasil pemilu itu dengan alasan "Bhutto melakukan kecurangan." Ini menimbulkan ketegangan yang kemudian berubah menjadi kekerasan dan huru-hara. Puluhan orang mati, luka parah atau menjadi penghuni tahanan dalam kerusuhan yang berlangsung selama 3 bulan sebelum pada akhirnya militer pimpinan Jenderal Zia-ul-Haq mengambilalih kekuasaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus