Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pemerintahan di pengasingan ?

Marcos membuat statemen di tempat pengasingannya di honolulu, hawaii. isinya, menjelaskan sebab-sebab meninggalkan filipina. cory tak tersinggung. ada dugaan mau membentuk pemerintahan di pengasingan. (ln)

8 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang kini direncanakan Marcos? Di wilayah AS, di pangkalan udara Hickam di tepi pantai Pearl Harbour, Hawaii, pekan lalu ia seperti bukan orang yang telah menyerah. Wartawan TEMPO A. Dahana mengirimkan laporannya dari Honolulu: Di lantai dansa tanpa atap sore hari itu, ia didampingi istrinya, Imelda, dalam gaun hijau muda -- dan seorang ajudan yang berpakaian militer lengkap. Acara: jumpa pers, dengan sekitar 200 wartawan. Penjagaan sangat ketat. Sebuah kapal penjaga pantai Amerika berpatroli. Helikopter berputar-putar di udara. Dan Marcos, berbaju barong yang necis, hanya membacakan sebuah statemen yang salinannya diperbanyak dan dibagikan. Di atas kertas itu tampak kop surat resmi: "Office of the President of the Philippines". Isinya tak menyebut penyerahan kekuasaan. Nama Presiden Cory Aquino tak disinggung Marcos menjelaskan kenapa ia meninggalkan negerinya, dengan gagah: ia tak ingin menggunakan kekuatan militernya yang "unggul". "Dalam hidup saya," kata Marcos, "saya pernah disebut pemberani. Tapi betapapun beraninya saya menghadapi penyerbu asing, tak sampai hati saya untuk menumpahkan darah orang Filipina." Karena itulah, kata Marcos pula, "meskipun mengetahui bahwa saya bisa kehilangan segalanya, saya memilih untuk menggunakan wewenang saya guna melindungi rakyat Filipina." Pada saat itu, Imelda tak kuasa menahan air matanya. Perasaan suami-istri yang tersingkir dari tahta kekuasaan itu mungkin masih haru-biru, tapi pelbagai petunjuk di atas menimbulkan dugaan: Marcos akan membentuk pemerintahan dalam pengasingan. Tapi bisakah? Ia mengakui ia diperlakukan dengan sangat hormat dan murah hati di Hawaii itu, tentu saja dengan perkenan Presiden AS Reagan. Tapi tak berarti Gedung Putih akan membiarkan ia mendongkel Presiden Aquino dari wilayah AS. Peran Washington dalam menyingkirkan Marcos mungkin tak serapi dalam skenario, tapi jelas sangat berpengaruh. Dari Washington, pejabat pemerintah menceritakan bagaimana AS, yang berpengaruh besar pada perwira senior Filipina, berhasil membujuk mereka untuk tak menggunakan pasukannya buat menumpas pembangkangan. "Para jenderal itu, hari-hari tersebut, sibuk mencari alasan kenapa mereka tak berbuat apa-apa," kata sebuah sumber. Hanya seorang jenderal, komandan korps marinir yang pernah jadi bodyguard anak Marcos, yang menolak desakan AS itu Dan itulah yang mencemaskan - sampai terbukti bahwa 3.000 marinir itu akhirnya juga tak ingin jadi pembantai demonstran yang hanya bersenjata salib dan patung Maria. Bahwa Reagan mula-mula tampak pro-Marcos, itu agaknya sudah diatur. Washing ton takut kalau pagi-pagi kehilangan pengaruh pada Marcos -- yang memang sudah diketahui terdesak dan main curang dalam pemilu. Setahap demi setahap sikap Reagan makin mendesak Marcos. Akhirnya terjadi ketika Marcos, yang kepepet menelepon seorang teman baiknya yang juga sahabat Presiden Reagan Orang itu adalah Senato Paul Laxalt. Laxalt, orang Texas yang sealiran politik dengan presidennya, pernah dikirim Reagan ke Manila pada Oktober 1985. Tugas: menyampaikan keprihatinan Presiden AS atas memburuknya keadaan politik dan ekonomi Filipina. Laxalt memang orang yang cocok: di tahun 1943 ia termasuk pasukan AS yang mendarat di Leyte, Filipina, bersama Jenderal MacArthur. Marcos segera akur dengan orang Texas ini, dan kepadanyalah ia menelepon di saat-saat terakhirnya di Istana Malacanang. Marcos minta pendapat Laxalt. Jawaban yang didapat: ia memang harus mundur. "Putuskan, putuskan sampai beres," nasihat Laxalt. Menurut Laxalt, Marcos terdiam beberap saat di balik telepon, dan menarik napas panjang, lalu menyatakan "Sangat, amat sangat kecewa". Tapi ia akhirnya terbang juga, lewat Guam, ke Hawaii. Di Hawaii, Marcos dikabarkan punya dua rumah mewah di daerah keren di Makiki Heights, Honolulu, dengan harga total sekitar USS 1.600.000. Resminya kedua rumah itu dimiliki oleh sahabatnya. Hartanya d New York, berupa bangunan perkantoran dan ribuan dolar yang dibawa rombongannya ketika kabur dari Manila, masih dalam sengketa hukum. Jika pemerintah Filipin yang baru berhasil menyitanya, Marcos tak akan bisa menggerakkan orang untuk melawan Aquino dari jauh. Ia mungkin akan meninggal dalam usia tua dan merana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus