Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kewibawaan cory kini diuji

Pemerintahan cory mulai diuji. kelompok loyalis marcos menggalang kekuatan. komunis menuntut diberlakukan landreform. ribuan hakim & kapten berangat memprotes. islam moro menagih janji ekonomi.(ln)

8 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang disebut "kekuatan rakyat" menampakkan dirinya kembali di Taman Luneta, Manila, Ahad baru lalu. Diperkirakan lebih dari satu juta orang berkumpul di gelanggang bersejarah itu, dalam satu pesta kemenangan terbesar sepanjang sejarah Filipina. Massa sudah berduyun-duyun menuju Luneta -- yang juga dikenal sebagai Taman Rizal-- sejak pukul 11 siang. Pita kuning dan ikat kepala bertuliskan "I love Cory, I love Aquino" terlihat di mana-mana, sedangkan beberapa pengeras suara membahanakan lagu rock ringan Power of the People, ke seantero taman. "Belum pernah saya melihat rapat akbar yang sehebat ini," kata seorang polisi seraya matanya tak berkejap menyaksikan lautan manusia. Dimaksudkan sebagai "misa ng pasasalamat" atau upacara syukuran, rapat akbar itu sebetulnya lebih merupakan satu legitimasi untuk Presiden Corazon C. Aquino yang kekuasaannya secara yuridis tidak diperkuat oleh dukungan Parlemen (Batasang Pambansa). Dukungan itu justru diberikan kepada Ferdinand Marcos, yang sepekan sebelumnya di bawah tekanan "kekuatan rakyat" telah terpaksa menyingkir ke Guam, lalu akhirnya ke Hawaii. Era Marcos sudah berakhir, tapi suatu legitimasi masih diperlukan untuk mengikis bekas-bekas yang ditinggalkannya. Turut ambil bagian dalam syukuran itu beberapa uskup dan biarawati, yang bersama-sama Kastaf AFP (Angkatan Bersenjata Filipina) Jenderal Fidel Ramos dan Wapres Salvador Laurel sudah menunggu kedatangan Presiden Aquino di tribun kehormatan. Berbeda dari rapat raksasa sebelumnya, pesta kemenangan kali ini benar-benar dirayakan dalam semangat menggelora. Betapa tidak. Tidak kurang dari Jaime Kardinal Sin berdiri di mimbar, menggelorakan sambutan "Cory, Cory," seraya mengacungkan jari , berbentuk L (Laban), lambang oposisi, yang kini menjadi partai berkuasa. Uskup agung Manila yang pernah menolak hadir dalam sebuah kampanye Laban, siang itu tidak tampak canggung merestui kemenangan Cory. Secara agama dan politis memang tidak ada lagi hambatan bagi Sin. Soalnya, kekuatan rakyat bukan saja berhasil mendongkel Marcos, tapi juga bisa mendatangkan pengakuan dari seluruh dunia, termasuk pengakuan Paus Yohanes Paulus II dan Uni Soviet. Sebagaimana halnya rapat "tagumpay ng bayan", pesta kali ini juga dihadiri oleh pemuka minoritas Islam, seluruhnya tiga orang. Dengan ucapan "Assalamualaikum" mereka memberi selamat pada Presiden Aquino, yang hari itu tampak letih, agak kurus tapi tetap saja murah senyum. Mengenakan busana kuning, dan juga kaca mata berbingkai kuning -- warna kuning yang sudah merupakan lambang perjuangannya -- Presiden Aquino mencanangkan pemberlakuan kembali habeas corpus, yang intinya menjamin hak asasi orang untuk diadili bilamana saja mereka ditahan. Dengan proklamasi ini gugurlah dekrit Presiden Marcos sebelumnya, yang memungkinkan orang ditahan sewenang-wenang tanpa jelas duduk perkaranya. Sesudah tujuh hari memerintah, pemberlakuan habeas corpus merupakan langkah pertama Aquino untuk menegakkan keadilan di negeri itu. Tak lupa diingatkannya bahwa tugas membangun bangsa baru saja dimulai, "keadaan memang stabil tapi tidak sepenuhnya bisa dikontrol." Dalam pidato sepanjang 25 menit, antara lain diakuinya bahwa "masih ada kelompok loyalis pendukung Marcos, baik sipil maupun militer, yang belum mau menyerah." Sisa-sisa laskar Fabian Ver memang diisukan sedang menggalang kekuatan di Ilocos Norte, sebelah utara Luzon. Sementara itu, Ali Dimaporo, Gubernur Provinsi Lanao del Sur, Mindanao, bersama 500 tentara menduduki gedung Mindanao State University, di Kota Marawi. Di Manila, Mayjen Josephus Ramas, Brigjen Roland Patungalan, dan Brigjen Angel Sadang, tiga gembong "angkatan bersenjata Marcos" dikabarkan bersembunyi di balik benteng terkenal Fort Bonifacio sembari terus mencari peluang agar bisa keluar dengan selamat dari Filipina. Yang menggalang kekuatan 20.000 tentara di Ilocos Norte adalah Panglima Daerah Militer I, Brigjen Tomas Dumpit, tokoh militer yang beberapa kali dituduh terlibat tindakan kriminal, di antaranya mencuri mobil. Pada waktu bersamaan, rekannya Brigjen Antonio Palavox menyusun kekuatan di Tarlac, sedangkan Brigjen Andres Felix melakukan hal yang sama di Cagayan de Oro. Dan tidak cuma itu. Ada beberapa loyalis Marcos berusaha menggerakkan pasukan pembunuh khusus untuk menembak mati Presiden Aquino, Jenderal Ramos, dan Menhan Juan Ponce Enrile. Ada beberapa nama terlibat: Orlando Dulay, Bobby Ortega, dan Rolando Abadilla -- ketiganya berpangkat kolonel. Dalam daftar korban mereka, juga tercantum nama-nama beberapa tokoh oposisi dan orang-orang penting duma pers. Tapi pasukan mariniir yang semula dianggap berbahaya itu, ternyata, dapat dijinakkan, sementara komandannya, Brigjen Arturo Tadiar, sudah bergabung dengan Ramos. Dimaporo, awal pekan ini, dikabarkan juga sudah menyerah. Dari Tarlac ada berita bahwa Brigjen Palafox membantah tuduhan, ia akan menyerang pemerintahan Aquino. Memang, dia membawahkan 8.000 tentara yang tersebar di seluruh Filipina, tapi padanya sama sekali tidak ada niat untuk berbuat makar atau menyerbu Manila. Bahkan ketika Jenderal Fabian Ver meminta agar ia mengirim pasukan tank, Palafox menolak. Sekalipun begitu, masih banyak yang mesti dilakukan untuk meredam gejolak dalam tubuh AFP. Misalnya, 23 jenderal usia pensiun yang dinonaktifkan oleh Cory ternyata memancing sentimen kelompok loyalis. Untuk mengamankan mereka, Brigjen Ramos J. Farolan diangkat menjadi Panglima Angkatan Udara menggantikan Mayjen Vincente M. Piccio Jr., Komodor Serapico C. Martilleno menggantikan Laksamana Madya Brillante C. Ochoco, sedangkan Brigjen Rudolfo Caneso ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Darat menggantikan Mayjen Josephus Ramas. Pada saat yang sama, ketika pemerintah yang baru itu sangat mengandalkan bantuan AFP, mereka masih harus berhadapan dengan orang-orang Komunis. Bertentangan dengan sikap kaum radikal di luar penjara yang mendukung Cory, pemimpin Partai Komunis Filipina (CPP) Jose Maria Sison, justru mempermaklumkan kepada Presiden Filipina itu bahwa pengikutnya tidak akan meletakkan senjata. Sudah mendekam selama 9 tahun di penjara Fort Bonifacio, Sison, yang dianggap sudah tidak punya cengkraman lagi terhadap gerakan massa Komunis, ternyata masih mencoba ikut berperan. Mungkin karena itu ia dianggap berbahaya. Dari 417 tahanan politik yang secara masal dibebaskan, ada empat orang yang masih harus menunggu di balik terali penjara: Sison, Bernabe Buscayno alias Komandan Dante, pendiri NPA (Tentara Rakyat Baru, sayap militer CPP) yang terkenal itu, Ruben Alegre, dan Alex Berondo. Mengenai kaum Komunis, dua hal penting ditegaskan oleh Cory ialah bahwa pemerintahnya tidak akan mengakui CPP, dan kasus empat gembong Komunis yang masih mendekam di penjara itu akan dibahas oleh CIRPO (Committee for the Immediate Release of Political Detainees) yang dipimpin bekas Senator Jovito Salonga. Tapi sebelum nasibnya dipertimbangkan, Sison, yang diberi kesempatan berkoar ke dunia luar lewat wawancara, justru menggunakan peluang itu untuk tawar-menawar dengan Cory. Pertama-tama, Sison menyatakan bahwa orang-orang Komunis tidak akan meletakkan senjata, kecuali pemerintah melakukan land reform. Ini berarti ia menolak gencatan senjata 6 bulan yang sebelum pemilu diusulkan Cory. "Apabila Presiden Aquino mengusulkan penyelesaian masalah land reform maka waktu itulah saatnya bagi NPA dan pihak pemerintah untuk berunding," kata Sison yang dengan ucapan itu otomatis membatalkan rencana perundingan terdahulu yang tanpa prasyarat. "Harus ada dialog lebih dulu," ujar Sison lagi, "baru gencatan senjata bisa diberlakukan." Dengan kemenangan Cory, secara teoretis riwayat Komunis sudah tamat atau sudah seharusnya tamat. Soalnya, alasan perjuangan bersenjata mereka, yakni menjatuhkan Marcos, sudah tidak berlaku lagi. Cory sendiri didukung rakyat, hingga pihak-pihak yang menentang dia berarti menentang rakyat. Tapi peran Jenderal Ramos dan Menhan Juan Ponce Enrile agaknya memaksa CPP dan NPA berpikir dua kali, sebelum mereka meletakkan senjata. Lagi pula, komposisi Kabinet Cory yang "sangat borjuis" menambah rasa enggan mereka untuk menyerah tanpa syarat. Tidak heran jika Sison berpesan agar Cory, yang kehadirannya di pentas politik Filipina itu meniupkan angin demokrasi yang segar, toh, cepat melakukan reorganisasi dalam tubuh AFP. Tuntutan Sison, tidak syak lagi, akan sulit dipenuhi oleh pemerintahan Cory. Program land reform, yang dilancarkan Presiden Marcos pada 1972, semula memang ditargetkan untuk pemerataan kemakmuran di kalangan petani. Karena tidak ditunjang perencanaan yang rapi, akhirnya gagal. Dan sekarang, tidak cuma Komunis, tapi petani gurem bahkan menggantungkan harapannya pada Cory untuk membenahi kesemrawutan tanah dan petani. Dan mereka membuat Cory tambah pusing kepala dengan melakukan serangan mendadak ke beberapa pos polisi dan tentara. Di Provinsi Albay, 14 polisi dan seorang tentara tewas. Sementara itu, di Manila, untuk pertama kali, Presiden Corazon Aquino diprotes oleh kelompok pendukung kapten barangay (setingkat lurah di sini). Mereka protes ke kantor Presiden di Cojuangco Building, Makati, dengan alasan tidak bisa menerima pernyataan Mendagri Aquilino Pimentel, yang menegaskan bahwa para kapten barangay sewaktu-waktu bisa digeser. Alasan mereka kuat, para kapten itu dipilih melalui pemilu, yang biasanya diadakan tiga bulan sesudah pemilu presiden selesai. Aksi protes serupa juga terjadi di kota turis Baguio. Sebanyak 700 orang turun kjalan di kota yang teduh itu, membawa poster bertuliskan, "Kekuatan rakyat diperoleh lewat pemilu, bukan cuma main tunjuk." Di Pangasinan, utara Manila, lebih dari 1.000 kapten barangay mengajukan resolusi agar Presiden Aquino tunduk pada ketentuan UU dan tidak seenaknya saja menunjuk pengganti mereka. Kantor Presiden yang baru berumur tujuh hari itu juga digedor-gedor oleh 2.000 hakim. Mereka menolak seruan Cory agar mengundurkan diri, dengan alasan status mereka dilindungi UU. Sebaliknya, mereka justru menuduh Cory yang tidak punya wewenang apa-apa, tapi berani menganjurkan pengunduran diri semacam itu. Walaupun cuma menghadapi hakim dan lurah, masalahnya bagi Cory ternyata tidak mudah. Para pengikut Marcos itu, dengan perisai UU, berusaha menjegal pemerintahannya. Cory balas mengancam, akan membentuk pemerintah revolusioner yang memberi peluang baginya untuk "melompati" para hakim, tanpa risiko melanggar UU. Tapi belum apa-apa Asosiasi Hakim se-Filipina menegur Cory agar tidak meniru Marcos yang memerintah dengan "dekrit". Dalam pernyataannya asosiasi itu menegaskan bahwa "tiang utama demokrasi adalah kekuasaan pembuat UU". Adalah menarik sekali bahwa sebagai pihak yang kalah dalam percaturan politik, para hakim, kapten barangay, dan wali kota masih punya keberanian untuk protes padahal tentara anak buah Ramos sudah dikerahkan untuk menggerebek rumah-rumah yang dicurigai. Sebagian besar berasal dari lapisan bawah, mereka umumnya terdiri dari politikus kaliber tanggung yang berkiblat kepada Marcos pribadi, tentu saja dengan monoloyalitas yang amat tebal. Berbeda dengan sejumlah politikus profesional dari KBL (Gerakan Masyarakat Baru), partai Marcos, yang siap melakukan banting setir. Kepada Presiden Aquino mereka menawarkan dukungan penuh, asalkan para kapten barangay, wali kota, dan gubernur dibiarkan terus memerintah sampai masa jabatan mereka berakhir, paling lambat Juni mendatang. Untuk itu, Sekjen KBL Jose Rono memberi jaminan bahwa partainya tidak akan merintangi gerak langkah Presiden Cory. Tidak jelas apa usul balasan dari Cory, tapi ia sudah menegaskan pemilu untuk pejabat eselon dua ke bawah itu tidak akan diselenggarakan karena biaya tidak ada. Yang pasti, tanpa kehadiran Marcos, para pengikutnya masih berusaha mencari peluang untuk mengamankan diri sendiri dan apa yang selama ini dianggap sumber rezeki. Mereka melihat bahwa kerja sama antara Cory dan Menhan Enrile agak rapuh, apalagi kalau mengingat bahwa Presiden Filipina itu tetap pada tekadnya untuk menyelidiki kasus kematian almarhum suaminya, bekas Senator Benigno Aquino Jr., sampai tuntas. Ia menuntut keadilan yang tidak bisa diberikan Marcos, tapi salah-salah karena hal yang sama pula, kerja sama sipil-militer -- yang untuk pertama kali terjadi dalam sejarah Filipina bisa terancam retak. Soalnya, Ramos dan Enrile, kendati menentang Marcos, toh mereka abdi setia selama 20 tahun. Pemerintahan Cory Aquino sebaliknya sudah dipaksa menghadapi banyak tantangan: kaum loyalis pro-Marcos, baik sipil maupun militer, pemberontak Komunis, para ahli hukum dan terakhir, wartawan. Bertolak dari kebebasan mengekspresikan pendapat, koran oposisi terkemuka The Philippine Daily Inquirer terus terang menyatakan bahwa susunan personalia Kabinet Cory telah mengecewakan. "Komposisinya tidak membangkitkan antusiasme rakyat," katanya. Memang harus diakui bahwa pemerintahan Cory Aquino tidak menghadirkan angkatan baru di pentas politik Filipina dewasa ini. Mulai dari PM Salvador Laurel Menhan Enrile, Kastaf AFP Jenderal Fidei Ramos Menteri Agraria Ramon Mitra, Mendagri Aquilino Pimentel, dan Gubernur Bank Sentral Fernande, semuanya adalah politikus tangguh yang sezaman dengan Marcos. Integritas mereka tinggi, peri laku politiknya bisa dipertanggungjawabkan, tapi dikhawatirkan mereka ini terkotak dalam alam pikiran dan tantangan zamannya, padahal kondisi dan situasi sudah mesti berubah. Hanya Menkeu Jaime Ongpin dan Menperdag Jose Concepcion yang bisa dianggap "muka baru", tapi wawasan mereka belum tentu baru. Koran oposisi terkemuka lainnya The Manila Times terang-terangan bertanya "mana tokoh yang bisa dianggap mewakili masyarakat kelas bawah, yakni kelas yang melahirkan apa yang disebut sebagai kekuatan rakyat?" Pertanyaan ini belum lagi terjawab, minoritas Islam yang selama kampanye Cory mendapat angin segar, dengan dua tokoh: Komando Dimas Pundato dari MNLF dan Prof. M.Y. Abbas dari Bangsa Moro Party mengimbau pemerintaha Cory agar memenuhi janji otonomi yang ditawarkan pada mereka. Kedua tokoh itu menyimak gelagat tidak baik dari pemerintah baru, yang menunjukkan tanda-tanda akan mengasingkan penduduk Muslim dari kepemimpinan negara. Sementara itu, 5.000 umat Islam berkumpul di Muslim Centre, Manila, Ahad lalu, membicarakan Persetujuan Tripoli. Soalnya pihak Cory menjanjikan otonomi bagi minoritas Islam berdasarkan persetujuan yang dicapai antara pemimpin Libya Muammar Qadhafi dan Imelda Marcos. Di situ tercantum bahwa otonomi yang dijanjikan ini baru bisa terjamin kalau dua orang Muslim (mewakili 8 juta penduduk Islam di antara 54 juta umat Kristen) diangkat sebagai menteri dalam Kabinet Aquino. Tidak cuma itu. Mereka juga menuntut agar pemerintahan Cory mempercepat pengembalian 20.000 pengungsi Muslim yang kini berdiam di Sabah, Malaysia, karena keselamatannya terancam di Filipina. Sementara itu, kalangan ASEAN mengharapkan pula agar Presiden Aquino menggugurkan secara resmi klaim Filipina atas Sabah, wilayah di Kalimantan Utara, yang selama ini selalu jadi silang sengketa antara Manila dan Kuala Lumpur. Tujuh hari memang masih terlalu pagi untuk menilai pemerintahan Aquino. Tapi, banyak pengamat beranggapan bahwa 100 hari sudah cukup untuk memastikan apakah pemerintahan baru itu menunjukkan tanda-tanda berhasil di bidang ekonomi atau tidak. Tidak heran jika timbul pertanyaan: "Apakah Cory akan sanggup menanggung beban yang sedemikian besar?" Belum lagi diperhitungkan faktor kebobrokan ekonomi yang bisa membuat orang kecut dan kecil hati. Sesudah menguras kekayaan senilai US$ 3-6 milyar dari tanah airnya sendiri, Marcos masih meninggalkan kesemrawutan ekonomi yang pasti sangat sulit dibenahi. Beberapa masalah mendesak yang mesti diatasi ialah: tingkat pengangguran 20%-40%, kemiskinan yang parah di beberapa tempat, korupsi yang dengan subur berkembang biak, laju inflasi meningkat, nilai peso merosot, dan jurang yang kian lebar antara golongan yang punya dan tidak punya. Puncaknya adalah beban utang luar negeri sebesar US$ 26 milyar, yang sampai saat penyingkiran Marcos belum juga dapat dijadwalkan kembali. Sejauh yang menyangkut ekonomi, AS dan Jepang adalah dua negara yang diharapkan dapat berperan banyak dalam menyelamatkan ekonomi Filipina. Baru-baru ini di samping dana US$ 400 juta dari AS yang bisa dimanfaatkan secara luwes, Bank Dunia juga sudah menyetujui pinjaman USS 300 juta. Pihak Jepang akan merundingkan bantuan darurat bagi Filipina, karena baik Tokyo maupun Washington tidak mau melihat Komunis berkuasa di Filipina hanya karena kegawatan ekonomi. Bantuan Amerika akan disalurkan lebih banyak untuk kepentingan sipil ketimbang militer. Dengan sikap positif seperti itu diharapkan kaum penanam modal asing akan tertarik untuk kembali mengadu nasib di Filipina. Saham San Miguel, yang sempat anjlok, dalam tempo cepat naik lagi, sedangkan nilai mata uang peso yang terbanting 22,05 peso per satu dolar 19 Februari lalu, tiba-tiba agak lumayan dengan kurs 21,87 peso per satu dolar. Bagi Presiden Corazon Aquino, tiga hari yang membawanya ke puncak kekuasaan tetaplah merupakan saat-saat yang menakjubkan. Dan kini sesudah sampai di puncak, ia dalam nada berat mengatakan, "Marcos meninggalkan Filipina dalam keadaan hancur berantakan." Dan tidak ada pilihan lain bagi Cory, kecuali harus membangun dari puing-puing, suatu beban sejarah yang mungkin tidak terlalu berat untuk wanita berkemauan keras seperti dia. Isma Sawitri Laporan Seiichi Okawa & Didi Prambadi (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus