Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan ancaman untuk mengenakan tarif 100 persen kepada negara-negara BRICS jika mereka tidak membatalkan rencana penggunaan mata uang alternatif selain dolar AS.
"Gagasan bahwa negara-negara BRICS berusaha untuk menjauh dari Dolar, sementara kita hanya berdiam diri dan mengawasi, sudah BERLALU," tulis Donald Trump melalui platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Sabtu, 30 November 2024 seperti dilansir dari Antara.
Trump mengatakan bahwa diperlukan komitmen dari negara-negara tersebut untuk tidak menciptakan mata uang BRICS yang baru atau mendukung mata uang lain yang dapat menggantikan dolar AS sebagai mata uang utama.
Dolar AS menjadi mata uang dominan dalam perdagangan internasional. Mata uang negara Paman Sam itu menjadi acuan banyak negara dalam transaksi perdaganan internasional. Alhasil mata uang tersebut menjadi salah satu yang terkuat di dunia.
Namun setelah berakhirnya Perang Dingin, dominasi Amerika Serikat di kancah global menjadi sorotan. Namun, kemunculan kekuatan baru seperti Republik Rakyat Tiongkok mulai menggeser anggapan bahwa Amerika adalah satu-satunya superpower dunia. Rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok memengaruhi dinamika internasional, memberikan peluang bagi negara berkembang untuk membentuk aliansi guna meningkatkan posisi mereka di panggung global.
Dilansir dari scholar.unand.ac.id, salah satu aliansi tersebut adalah BRICS, yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Istilah BRIC pertama kali diperkenalkan oleh Jim O’Neill, seorang ekonom dari Goldman Sachs, dalam penelitian berjudul Building Better Global Economic BRICs pada tahun 2001. Penelitian ini mengidentifikasi potensi besar empat negara berkembang, yaitu Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok, yang diprediksi dapat mendominasi ekonomi dunia jika pertumbuhan mereka terus berlanjut.
Seperti yang disadur dari Antara, pada 2006, pemimpin negara-negara BRIC pertama kali bertemu secara informal di sela-sela KTT G8 Outreach di St. Petersburg, Rusia. Tak lama kemudian, pertemuan tingkat menteri pertama diadakan atas usulan Presiden Rusia Vladimir Putin selama Sidang Umum PBB.
Puncaknya adalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRIC pertama pada 16 Juni 2009 di Yekaterinburg, Rusia. Dalam pertemuan tersebut, negara-negara BRIC berkomitmen untuk:
- Meningkatkan dialog dan kerja sama.
- Memperkuat peran negara berkembang dalam tatanan dunia.
- Membangun dunia yang harmonis dengan perdamaian abadi dan kemakmuran bersama.
Pada tahun 2010, Afrika Selatan bergabung sebagai anggota penuh. Dengan bergabungnya Afrika Selatan, nama BRIC diubah menjadi BRICS. Hal ini menambah dimensi baru bagi aliansi tersebut dengan memasukkan representasi dari benua Afrika.
BRICS bertujuan untuk:
1. Menentang dominasi Barat, terutama Amerika Serikat, dalam tatanan ekonomi global.
2. Mendorong restrukturisasi politik dan ekonomi global agar lebih adil dan representatif.
3. Membuka peluang kerja sama lintas batas bagi negara-negara berkembang.
Negara-negara anggota memiliki keunggulan masing-masing yang mendukung tujuan tersebut:
- Brasil dan Afrika Selatan memiliki sumber daya alam melimpah.
- Rusia kuat di sektor militer dan manufaktur.
- Tiongkok menguasai rantai pasokan global.
- India memiliki tenaga kerja besar di sektor industri.
Pada tahun 2014, BRICS mendirikan New Development Bank (NDB) sebagai alternatif dari lembaga keuangan global yang didominasi Barat, seperti IMF dan Bank Dunia. Bank ini berfokus pada pembiayaan pembangunan di negara-negara berkembang.
Pada KTT BRICS 2023 di Afrika Selatan, enam negara baru, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, Argentina, dan Ethiopia, diumumkan akan bergabung pada Januari 2024, menunjukkan ekspansi signifikan kelompok ini.
BRICS menawarkan potensi besar untuk meningkatkan pengaruh global negara berkembang. Namun, dinamika politik antaranggota, seperti hubungan Rusia-Tiongkok atau persaingan India-Tiongkok, menjadi tantangan tersendiri.
Bagi Indonesia, undangan untuk bergabung dengan BRICS memberikan peluang strategis, meskipun hingga kini pemerintah belum memberikan kepastian. Bergabung dengan BRICS dapat membuka pasar baru di Amerika Latin dan Afrika, memperkuat ekspor, dan mendorong investasi.
MYESHA FATINA RACHMAN I ANTARA | UNAND.AC.ID
Pilihan Editor: Indonesia Jadi Anggota OECD dan BRICS agar Bisa Perjuangkan Dunia yang Kondusif
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini