KREMLIN geger. Tuduhan intervensi bagi sepak terjang Uni Soviet
di Afghanistan ternyata tidak cuma datang dari pers dan media
Barat. Juga dari corong Radio Moskow.
Yang mula-mula menangkap siaran itu adalah para karyawan Radio
BBC di Caversham, Inggris, yang bertugas memonitor siaran Radio
Moskow, 18 Mei lalu. Begitu warta berita dibacakan mereka
terkejut bukan kepalang. Bagaimana tidak. Dalam bahasa Inggris
yang fasih, penyiar di seberang sana mengutuk intervensi Soviet
di Afghanistan. Dan ia juga mengimbau para pejuang muslim agar
"jangan meletakkan senjata," dan "terus berjuang melawan invasi
Soviet" ke tanah air mereka.
Selang dua hari penyiar yang sama muncul lagi di udara. Kali ini
ia menyebut "Soviet tidak bersungguh-sungguh dalam mengajukan
usulnya tentang perlucutan senjata." Ia juga mengatakan, "Soviet
berhasrat memiliki lebih banyak rudal dan senjata berkepala
nuklir ketimbang NATO."
Siapa yang membuat ulah? Dialah Vladimir Danchev, 35 tahun,
petugas siaran berbahasa Inggris Radio Moskow. Sumber Soviet
menggambarkan Danchev sebagai "pria jangkung, tampan, dan
berkulit agak gelap." Ia disebutkan tidak pernah melakukan
tindakan tercela sebelumnya.
Danchev, yang pada hari-hari itu mendapat giliran menyusun tiga
siaran berita berbahasa Inggris, diam-diam mempergunakan
kesempatan tersebut untuk mengeluarkan uneg-uneg. Kepada petugas
yang memeriksanya, ia dikabarkan mengakul perbuatan itu
dilakukannya sebagai "aksi protes terhadap kebijaksanaan Kremlin
di Afganistan."
Tak cuma kutuk atas Soviet yang dilontarkan Danchev dalam dua
siarannya. Ia juga secara panjang lebar melaporkan bahwa
suku-suku yang mendiami Provinsi Ghordan Baghlan di Afghanistan
telah menggabungkan diri dalam perjuangan melawan Pemerintahan
Babrak Karmal dan pasukan Soviet. "Laporan dari Kabul
mengungkapkan bahwa suku-suku yang hidup di provinsi-provinsi
timur Mangahar dan Paktia ikut pula mengangkat senjata," ujar
Danchev sebagaimana dikutip pers Barat. Ucapan yang disiarkan
Danchev seolah-olah keluar dari mulut beberapa kepala suku di
Afghanistan, yang menyebut kegiatan Soviet sebagai ancaman
terhadap mereka.
Tidak disebutkan kapan Kremlin mengetahui kecolongan itu.
Tahu-tahu, dua pekan lampau, tersiar tindakan pemecatan Danchev.
Menurut sumber resmi, "ia diperintahkan pulang ke kampung
halamannya di Tashkent, ibu kota Uzbekistan di Asia Tengah
Soviet." Negara bagian ini berbatasan dengan Afghanistan.
Seorang juru bicara Radio Moskow menyebut tindakan Danchev itu
sebagai "kesalahan pribadi". Tapi, menurut sumber lain, banyak
juga yang terkena getah ulah penyiar protes itu. Beberapa
eksekutif Radio Moskow, termasuk pemimpin redaksi siaran luar
negeri, disebutkan mendapat hukuman resmi. Bahkan Direktur Radio
dan Televisi Soviet, Sergei Lapin, dikabarkan kebagian hukuman
juga. Ia dipersalahkan kurang waspada mengatur prosedur keamanan
yang memungkinkan Danchev unjuk perasaan lewat terompet resmi.
Tentang kepulangan Danchev ke Tashkent banyak yang meragukannya.
Mereka yakin ia ditahan -- bahkan mungkin sudah dikirim ke
Siberia. Sebab dari interogasi dan pemeriksaan medis, para
penguasa Soviet meragukan keadaan mentalnya.
Tapi yang jelas nama Danchev mendadak melejit dan jadi
pembicaraan di mana-mana dalam dua pekan ini. The Washington
Post, misalnya, mengelu-elukan Sergei Danchev sebagal lambang
integntas jurnalistik dan keberanian mengungkapkan kebenaran.
Koran itu tidak lupa mengimbau lembagalembaga pers yang biasa
memberikan hadiah dan anugerah untuk memasukkan nama Danchev ke
dalam daftar nominasi tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini